Iuran BPJS Kesehatan Naik Warga Miskin Tak Perlu Khawatir
Jakarta-Presiden Joko Widodo angkat bicara terkait kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilakukannya melalui Perpres 75 tahun 2019. Jokowi menegaskan, negara tidak lepas tangan terhadap beban iuran yang ditanggung masyarakat. Jokowi mengatakan, kenaikan premi BPJS Kesehatan tidak akan memberatkan masyarakat kelas bawah. Pasalnya, di tahun 2019 saja, ada 96 juta masyarakat yang iurannya ditanggung oleh negara. "Sebanyak 96 juta jiwa kita grariskan lewat PBI. Jadi anggaran total yang kita subsidikan ke sana 41 triliun. Rakyat harus mengerti ini," ujarnya saat rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin (31/10). Kemudian di tahun 2020 mendatang, dana yang dialokasikan untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) juga meningkat. Jumlahnya mencapai Rp 48,8 triliun. Dia menilai, kontribusi negara terhadap keberlangsungan BPJS sudah sangat besar. "Kita ini kita sudah subsidi dari APBN gede banget," imbuhnya. Untuk itu, dia meminta jajaran menteri dan kepala lembaga untuk menjelaskan ke publik dengan utuh. Sehingga tidak muncul kesalahpahaman. "Kalau cara kita menerangkan tidak hati-hati dipikir kita ini memberikan beban yang berat kepada masyarakat miskin. Padahal sekali lagi yang digratiskan sudah 96 juta jiwa," tuturnya. Terpisah, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Oscar Primadi menjawab soal kekhawatiran penurunan kelas peserta JKN dari sektor peserta bukan penerima upah (PBPU) alias peserta mandiri. Menurut dia, penurunan kelas tak bisa dilarang. Dia pun menjamin tak akan ada tebang pilih untuk mereka yang memutuskan turun kelas. Pelayanan kesehatan akan tetap diberikan sesuai dengan haknya. ”Haknya tetap diberikan. Mutu pelayanan dan safety tetap kami kedepankan,” ungkapnya ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Jakarta, kemarin (31/10). Ditemui dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes Kalsum Komaryani pun mengamini. Dia menuturkan, bahwa risiko tersebut sudah masuk dalam perhitungan sebelumnya. ”Gak papa. Udah diperhitungkan. Udah ada simulasinya,” ujarnya singkat. Sementara itu, terkait adanya kekhawatiran enggan membayar iuran, Kalsum menegaskan jika pemerintah sudah menyiapkan regulasi untuk mengatasi persoalan tersebut. Akan ada sanksi tegas bagi mereka yang sengaja menunggak iuran JKN. ”Tunggu aja. Udah disiapkan kebijakannya,” katanya. Sebagai informasi, pemerintah sedang menyiapkan aturan soal sanksi bagi penunggak iuran JKN dalam bentuk instruksi presiden (perpres). Aturan tersebut akan mengatur pembatasan bagi penunggak dalam mengakses layanan publik. Seperti perpanjangan paspor, SIM, hingga pengajuan kepemilikan rumah. Sebelumnya, Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Ahmad Anshori mengatakan, peraturan tersebut tidak akan serta merta mencabut hak-hak penunggak iuran dalam mengakses layanan publik. Mereka akan diingatkan terlebih dahulu jika ada kewajiban yang belum dibayar. ”Tapi pas ngurus akan diberitahu, Anda belum bayar iuran JKN loh. Apakah komitmen mau bayar. Kapan? Diurus dulu,” jelasnya. Menurutnya, aturan penerapan sanksi ini cukup efektif di sejumlah negera. Salah satunya Korea Selatan. Kolektabilitas iuran bisa mencapai 99 persen. Bedanya, kebijakan di sana sangat ekstrem. Penunggak iuran akan dibekukan seluruh asetnya. Mereka juga tidak bisa sekolah ketika masih ada tunggakan iuran jaminan sosial. (far/mia)
Sumber: