Bulan Depan, Harga Beras Bergejolak
JAKARTA - Musim kekeringan yang berpanjangan membuat petani gagal panen padi. Hal itu tentu saja bakal membuat gejolak harga beras pada bulan depan. Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) yang juga pengamat pertanian jebolan ITB, Dwi Andreas mengatakan, luas lahan kekeringan meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun lalu. Dengan kondisi demikian, lanjut Dwi, perlu diwaspadai akan berdampak kenaikan harga beras yang cukup signifikan. Karena, catatan dia, lahan pertanian yang terpapar puso mencapai 70 ribu hektare (ha). Angka ini meningkat dibandingkan tahun lalu yang mencapai 30 ribu hektar. "Selain kenaikan harga, tahun ini produksi beras nasional turun hingga 2 juta ton," ujar Dwi, kemarin (7/10). Akibat bencana puso, kata Dwi, para petani akan menanam produk pertanian lain. Akibatnya, petani tidak lagi memiliki pasokan beras di gudangnya. "Petani jadi konsumen beras murni," ucap dia. Terpisah, Direktur Operasional Bulog, Tri Wahyudi Saleh menyatakan optimis pemerintah bisa menstabilkan harga beras. Hal itu karena sampai saat ini ketersediaan pasokan dan stabilitas harga (KSPH) masih mencukupi hingga akhir tahun. "Di gudang kita, masih ada stok beras medium hingga 600 ribu ton sampai akhir tahun. Jadi kami yakin harga beras tidak akan terlalu melonjak," ucap dia, kemarin (7/10). Berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kementan), lahan padi yang puso akibat kekeringan mencapai 31 ribu ha hingga Juli 2019. Lahan yang puso tersebut lebih luas dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. "Tahun lalu itu sekitar 26-28 ribu ha. Itu rata-rata selama lima tahun juga 28 ha," kata Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Suwandi. Adapun daerah yang terkena puso, yaitu di Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Solusi yang telah dilakukan Kementan untuk mengatasi kekeringan, salah satunya memperbaiki sistem irigasi.(din/fin)
Sumber: