Pelantikan Ketua DPR RI Periode 2019-2024, Puan Dilantik jadi Ketua DPR
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2019-2024 resmi punya ketua baru. Dia adalah Puan Maharani. Politisi PDIP itu dilantik pada Selasa (1/10) malam di ruang sidang paripurna DPR. Mantan Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) itu menjadi perempuan pertama yang menjabat pucuk pimpinan tertinggi setelah 74 tahun keberadaan DPR RI. Putri Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri itu menjadi Ketua DPR karena partainya menjadi pemenang Pemilu 2019. Puan didampingi oleh wakil ketua yang berasal dari empat partai politik lainnya. Yakni Azis Syamsuddin (Golkar), Sufmi Dasco Ahmad (Gerindra), Rachmat Gobel (NasDem) dan Muhaimin Iskandar (PKB). "Ini namanya pecah telur. Selama ini Ketua DPR RI selalu laki-laki. Alhamdulillah, baru kali ini dijabat seorang perempuan," ujar Puan di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10). Sebelumnya, sebanyak 575 anggota DPR RI periode 2019-2024 mengikuti pelantikan yang diadakan di Ruang Sidang Paripurna. Pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan tersebut dipimpin Ketua Mahkamah Agung (MA) Muhammad Hatta Ali. Yang menarik adalah sikap PKB. Secara mengejutkan partai ini memutuskan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sebagai Wakil Ketua DPR RI. Keputusan ini diambil setelah melalui rapat internal pada Selasa (1/10). Tepatnya usai pelantikan anggota DPR RI. Sebelumnya, Cak Imin sendiri ngotot ingin menjadi Ketua MPR RI. "Dari PKB memutuskan Cak Imin Gus menjadi bagian dari pimpinan DPR RI," ujar Ketua DPP PKB Cucun Ahmad Syamsurizal. Alasannya, PKB ingin berkontribusi terhadap kemajuan DPR yang selama ini sudah bekerja luar biasa. Sebenarnya, lanjut Cucun, ada beberapa nama yang menjadi kandidat Wakil Ketua DPR. Namun, akhirnya rapat memutuskan nama Cak Imin. Dia meyakini Cak Imin akan mudah beradaptasi. Sebab, sudah paham tugasnya sebagai pimpinan DPR. Sementara itu, Wapres Jusuf Kalla (JK) berharap anggota DPR baru benar-benar menjalankan tiga fungsinya secara baik dan profesional. Yakni legislasi, budgeting dan pengawasan. JK mencatat rapor merah DPR periode 2014-2019 adalah terkait fungsi legislasi yang terlambat. Termasuk di antaranya pembahasan sejumlah revisi dan RUU yang terburu-buru dilakukan di akhir periode. "Kalau kita lihat, lima tahun ini fungsi legislasi telat. Tapi ini sulitnya DPR. Mau cepat salah, lambat juga salah. Serba salah juga DPR sebenarnya," jelas JK di kantor Wapres, Jakarta, Selasa (1/10). Dia menilai keterlambatan DPR periode 2014-2019 disebabkan kurangnya sosialisasi kepada masyarakat terkait UU yang dirancang. Akibatnya, banyak pihak tidak memeriksa secara rinci mengenai revisi atau RUU tersebut. Anggota DPR baru diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih jelas kepada masyarakat. Terutama tentang revisi dan RUU yang sedang dibahas. "Kita kadang-kadang tidak memeriksa. Jadi apa yang kita tidak suka, ya langsung saja tidak suka. Tugas DPR harus bisa menjelaskan kepada masyarakat mengenai isu UU. Pemerintah juga. Karena UU kan hasil DPR bersama pemerintah," paparnya.(rh/fin)
Sumber: