Polisi Tak Temukan Indikasi Kekerasan Pada Aurel, Airin Soroti Gizi Paskibra

Polisi Tak Temukan Indikasi Kekerasan Pada Aurel, Airin Soroti Gizi Paskibra

SERPONG-Penyelidikan terhadap kasus kematian Aurellia Qurratu Aini (16), telah selesai. Polres Tangsel menyimpulkan, tidak ditemukan adanya indikasi kekerasan terhadap korban. Kesimpulan ini berdasarkan penyidikan yang dilakukan sejak kematian Aurel, 1-13 Agustus. Polisi telah memeriksa 32 saksi. Termasuk meminta rekam medis dari rumah sakit, sebelum Aurel meninggal dunia. Aurel (panggilan Aurellia Qurratu Aini) adalah calon pasukan pengibar bendera (Paskibra) pada upacara 17 Agustus tingkat Kota Tangsel. Kamis (1/8) sekitar pukul 04.40 WIB ia menghembuskan nafas terakhir di rumah orangtuanya di Taman Royal 2, Cipondoh, Kota Tangerang. Kapolres Tangsel AKBP Ferdy Irawan mengatakan, seteleh melakukan penyelidikan atas kematian siswi kelas XI MIPA 3 SMA Islam Al Azhar BSD ini, disimpulkan, korban meninggal dunia bukan akibat kekerasan yang dilakukan seniornya di Purna Paskibra Indinonesia (PPI) Kota Tangsel. "Dari hasil klarifikasi dan pemeriksaan, kondisi almarhumah saat mendaftar paskibra dan mengikuti latihan dalam keadaan sehat. Ini didukung dengan adanya bukti pemeriksaan kesehatan," ujarnya dalam konferensi pers di Mapolres Tangsel, Selasa (13/8). Dalam konferensi pers ini dihadiri Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany, anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasa Putra dan Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi. Ferdy menambahkan, Aurel melakukan pelatihan paskibra dengan pelatih yang telah ditunjuk Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Tangsel, yakni PPI. Materi pelatihannnya untuk melatih pasukan baris berbaris (PBB), dan untuk meningkatkan daya tahan fisik agar maksimal dalam menjalankan latihan. "Terkait sakit apa sampai meninggalnya Aurellia, berdasarkan keterangan orang tuanya, orang yang memandikan, dokter dan perawat rumah sakit diperoleh keterangannya tidak ada bekas-bekas tanda kekerasan di tubuh almarhumah," tambahnya. Masih menurutnya, berita yang berkembang di media, seolah-olah meninggalnya Aurel ini akibat pola atau tindakan pelatih terhadapnya. Hasil penyidikan tidak ditemukan adanya aksi penganiayaan atau kekerasan. Terhadap pola-pola pelatihan untuk tingkatkan disiplin yang mungkin memberatkan peserta paskibra, ini ada komitmen dari Pemkot Tangsel untuk memperbaikan sistem. Sehingga tidak ada beban berlebihan kepada peserta paskibra baik secara fisik dan psikologi. "Penyebab kematian Aurellia kita dapat keterangan dari orang tua, hasil keterangan dokter yang memeriksanya. Mungkin meninggalnya karena sakit akibat akumulasi kegiatan yang diikuti dalam menghadapi latihan. Tapi, mungkin karena terlalu bersemangat saat latihan, Aurellia tidak menyampaikan lelahnya kepada orang tua maupun seniornya," jelasnya. Untuk menguatkan bukti-bukti, polisi juga sudah memeriksa kamera pengawas atau CCTV yang ada di lingkungan Balai Kota Tangsel tempat awal latihan paskibraka yang dilatih PPI. Hasilnya, belum ditemukan adanya fakta-fakta adanya kekerasan fisik secara langsung. Keterangan dari peserta paskibra lainnya, mereka memerlukan kondisi fisik yang prima. Pembinaan disiplin diberikan dengan cara berlari dan push up. Kalau ini diberikan kepada anak SMA mungkin tidak sekuat orang dewasa. "Penyebab pasti kematian belum ditemukan. Tapi, kalau keterangan dari orang tua sebelum kejadian, Aurellia ngakunya sakit demam," ungkapnya. Ferdy menjelaskan, keluarga korban secara personal sudah diajak diskusi. Secara resmi sudah dilakukan pertemuan di kantor Walikota Tangsel. Orangtua almarhumah mengatakan tidak mencari siapa yang salah dan harus bertanggung jawab. Tapi, meminta agar pembinaan pola-pola yang tidak baik bisa disempurnakan dan dihilangkan. Sehingga anggota paskibra yang ikut latihan tidak ada kejadian seperti yang dialami anaknya. Menurut Ferdy, idealnya untuk mengetahui penyebab pasti kematian harus dilakukan otopsi. Namum, orang tua tidak mengizinkannya anaknya diotopsi. Permintaan khusus orang tua diakomodir karena polisi belum melihat ada faktor pendukung bahwa ada dugaan kekerasan terhadap meninggalnya Aurellia. Dalam kasus ini polisi belum melihat ada unsur kelalaian. Aurellia meninggal di rumahnya dan tidak ditemukan ada tanda-tanda kekerasan. Serta tidak ada pihak-pihak yang harus bertanggung jawab. Menurutnya, penyelidikan ini sudah menyimpulkan bahwa meninggalnya Aurellia tidak ditemukan bekas-bekas penganiayaan dan bekas kekerasan. "Kesimpulan dari kacamata hukum tidak ada unsur pidana di dalamnya. Kemungkinan besar korban dalam keadaan sakit dan menyebabkan meninggal dunia," tuturnya. Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany mengatakan, setelah kejadian pemkot bergerak untuk melakukan evaluasi. "Pak wakil (wakil walikota) saya tugaskan melakukan pengawasan monitoring terhadap 49 paskibra yang sedang berlatih," ujarnya. Airin menambahkan, pemkot juga menurunkan Inspektorat untuk melakukan evaluasi dan pemeriksaan terhadap Dispora dan lainnya. Termasuk minta kepada Polres Tangsel untuk menyelidiki dan memastikan penyebabnya. Kata Airin, ini dalam rangka untuk evaluasi ke depan. Karena masih ada 49 anak atau paskibra yang sedang persiapan dan latihan untuk tugas 17 Agustus mendatang. "Meskipun orang tua Aurellia tidak minta proses hukum, namun kita tetap meminta polres melakukan penyelidikan," tambahnya. Airin meminta semua lapisan masyarakat mendukung dan memotivasi adik-adik yang sedang berjuang untuk mengibarkan dan menurunkan bendera 17 Agustus mendatang. Airin memahami suasana kebatinan anak-anak tersebut. Mereka punya kebanggaan menjadi anggota paskibra. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Airin telah menginstruksikan kepada dinas kesehatan rutin, mengecek kesehatan calon paskibra sebelum dan setelah berlatih. "Termasuk memperhatikan asupan gizi karena berlatih butuh konsentrasi yang luar biasa," jelasnya. Ibu dua anak ini mengaku telah berdiskusi dengan keluarga Aurellia. Atas nama pribadi dan Pemkot ia minta maaf dan ini merupakan cobaan yang besar. Ia berjanji dan berharap tidak lagi terjadi kasus ini. "Saya juga purna paskibra dan orang tua Aurellia juga purna paskibra. Ke depan akan kita lakukan evaluasi," tuturnya. Menurutnya, kekuatan fisik dalam paskibra penting. Ia minta pelatih dari TNI untuk melakukan evaluasi terkait pelatihan. "Hasil penyelidikan yang dikeluarkan polres sudah selesai dan tinggal menunggu hasil dari inspektorat haslinya seperti apa dan akan dibahas bersama-sama oleh pemkot," tuturnya. Di tempat yang sama, anggota KPAI Jasa Putra mengatakan, menghormati hasil peyelidikan polisi yang dilakukan selama 13 hari. "Dengan informasi ini titik terang penyebab kematian Aurellia diketahui. Tidak ditemukan kekerasan seperti info yang beredar," ujarnya. Jasa menambahkan, ini menjadi peringatan bagi pemda karena di dalam undang-undang perlindungan anak itu, pemda bertanggung jawab atas pemenuhan dan perlindungan anak di daerah. Saat ini ada 22.500 adik-adik yang sekarang berada camp di kabupaten/kota sedang dipersiapkan menuju 17 Agustus. "Ini penting untuk KPAI sampaikan kepada pemda terkait perlindungannya. Bekerja dengan anak tentu standarnya anak dan kode etiknya, kode etik anak," tambahnya. Masih menurutnya, dua hari setelah kejadian, KPAI menggali informasi dan dilakukan kajian, serta menunggu hasil pemeriksaan polisi. Pada 2 Agustus KPAI mendatangi rumah orangtua Aurellia untuk mendengarkan dan menyampaikan dukacita. "Info dan data yang kita peroleh tetap kita koordinasikan dengan kepolisan dan hasilnya ada di polisi," jelasya. Sementara itu, Ketua LPAI Seto Mulyadi memberikan apresiasi kepada Polres Tangsel yang sudah berhasil membuat kesimpulan atas kematian Auerel. "Polres sebagai pihak yang paling kompeten menjelaskan masalah ini. Hasilnya tidak ditemukan adanya unsur kekerasan terhadap korban," ujarnya. Pria yang biasa disapa Kak Seto tersebut menjelaskan, Aurellia sangat semangat dan ingin berprestasi serta berbuat baik. Bisa saja melupakan faktor istirahat. Untuk itu, ia minta masyarakat mendukung 49 calon paskibra Kota Tangsel agar dapat menjalankan tugas dengan baik. "Bagi keluarga yang ditinggal mudah-mudahan sekarang mulai tenang, dan jangan sampai mengalami berbagai masalah dengan isu-isu yang ada," tambahnya. Masih menurutnya, dengan kejadian ini tentunya menjadi catatan bagi 22.500 anak lainnya untuk mendapatkan perlindungan fisik, psikis dan psikologi. Kematian Aurellia tidak ditemukan unsur kriminalisasi dan ini harus dievaluasi atau koreksi. "Kami mulai besok (hari ini ) akan turun melihat pelatihan paskibra. Ini untuk kepentingan terbaik, baik bagi anak dan keterbentuknya disiplin bagi anak," tutupnya. (bud).

Sumber: