Iuran BPJS Dipastikan Naik
Meski belum sah namun dipastikan pemerintah akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Kebijakan tersebut diambil sebagai salah satu cara mengurangi defisit. Apalagi dalam rapat dengan anggota DPR terungkap bahwa defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp28 triliun. Sejak lima tahun lalu, langganan tekor. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini dibocorkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Hanya saja, untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan masih terus dilakukan pembahasan dari pihak terkait. Soal berapa persen kenaikan iuran, JK belum bisa menjelaskan secara detil. Sebab angka tersebut belum keluar alias masih dalam pembahasan. "Masih dibahas oleh tim teknis. Tetapi prinsipnya iuran BPJS Kesehatan ya naik," ucap JK. Saat ini ada tiga iuran BPJS Kesehatan yang didasarkan pada kelompok. Untuk iuran BPJS Kesehatan kelas 3 sebesar Rp25.500 per bulan untuk penerima bantuan iuran. Jenis ini iuran dibayarkan pemeritah. Iuran kelas II yakni sebesar Rp51.000 per bulan. Sedangkan iuran kelas I Rp80.000 per bulan. Kedua kelas ini dibayarkan secara mandiri. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad mengatakan, ada beberapa langkah agar BPJS bisa keluar dari keterpurukan neraca keuangan. Dia meminta pemerintah untuk berhati-hati menentukan nominal iuran. Sebab jika tidak bisa mengejar biaya kesehatan yang ditanggung BPJS Kesehatan, maka potensi merugi terus terjadi. Selain itu, pemerinah juga harus evaluasi mendalam berbagai unit layanan yang memang tidak mampu menanggulangi beban biaya kesehatan. Sambil memberikan penyadaran ke masyarakat mengenai keterbatasan pendanaan BPJS Kesehatan. "Terakhir, harus ada penyesuaian premi sesuai kelompok masyarakat. Jangan masyarakat mampu secara ekonomi membayar premi lebih murah dibandingkan masyarakat kurang mampu," ujar dia kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (30/7). Senada dengan Tauhid, Peneliti Indef, Nailul Huda menyarankan pemerintah melakukan seleksi ulang terhadap peserta BPJS Kesehatan. "Saat ini yang terjadi adalah yang bayar iuran adalah orang-orang yang sehat. Sedangkan ada sebagian orang yang tidak bayar justru memanfaatkan dana BPJS Kesehatan. Mungkin hal ini yang menjadikan ketidakadilan di sistem dan BPJS selalu sekarat," pugkas Huda. Seperti diketahui, sejak awal di tahun 2014, defisit anggaran BPJS Kesejahatan sebesar Rp3,3 triliun. Kian bengkak hingga menyentuh Rp5,7 triliun pada 2015. Kemudian terus melonjak menjadi Rp9,7 triliun pada 2016 dan Rp9,75 triliun pada 2017. Selanjutnya berdasarkan hitung-hitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diproyeksikan defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp16,5 triliun. Sementara tahun 2019, diproyeksi BPJS Kesehatan mengalami defisit anggaran sebesar Rp28 triliun.(din/fin)
Sumber: