Kekeringan, 9.843 Hektare Sawah Rusak

Kekeringan, 9.843 Hektare Sawah Rusak

SERANG – Hingga Juli ini seluas 9.843 hektare sawah di Provinsi Banten rusak akibat kekeringan. Kerusakan lahan pertanian itu berada di Kabupaten Pandeglang, Lebak, Tangerang, dan Serang. “Ini (kerusakan lahan pertanian akibat kekeringan) sudah terpetakan oleh kami,” kata Kepala Dinas Pertanian (Distan) Provinsi Banten, Agus M Tauchid saat ditemui wartawan di gedung DPRD Banten, KP3B, Kota Serang, Rabu (3/7). Menurut Agus, secara umum, sawah yang rusak akibat mengalami kekeringan terjadi di empat wilayah di Banten. Pertama, Pandeglang seluas 9.019 hektare, yakni 5.403 hektare kategori rusak ringan, 3.321 hektare rusak sedang, dan 295 hektare rusak berat. Lalu, Kabupaten Lebak seluas 455 hektare yang seluruhnya kategori rusak ringan. Kemudian Kabupaten Tangerang seluas 97 hektare dan seluruhnya masuk kategori rusak ringan. Lalu Kabupaten Serang seluas 272 hektare dengan rincian 256 hektare kategori rusak ringan dan 16 hektare kategori rusak sedang. “Untuk umur tanaman sendiri bervariasi dari 1 hingga 85 HST (hari setelah tanam). Sementara untuk total lahan waspada kekeringan di Banten sendiri ada 34.566 hektare. Sementara varietas berasnya ada Ciherang, Mikongga, Situbagendit dan Infari,” katanya. Meski sudah terpapar kekeringan akan tetapi hingga kemarin Distan belum menerima laporan adanya tanaman padi yang puso. “90 persen lahan yang mengalami kekeringan adalah tadah hujan. Berapa kerugian? Belum bisa kami hitung. Sebab sampai saat ini (kemarin), belum ada yang sampai mengalami gagal panen,” ujarnya. Dengan kondisi tersebut, kata dia, Distan melalui Balai Proteksi Tanaman Pangan Holtikultura dan Perkebunan Banten telah melakukan sejumlah upaya. Salah satunya adalah dengan melakukan pompanisasi dengan metode pinjam pakai ke kelompok tani. “Ada 20 unit mesim pompa dari ukuran 3 hingga 6 inchi. Kemudian juga kami siapkan brigade alsintan (alat mesin pertanian) mobile. Kalau ini optimal maka kemungkinan besar status kekeringan bisa turun, dari berat jadi ringan dan seterusnya,” katanya. Lebih lanjut dipaparkan Agus, selain bantuan alat pihaknya juga intens memberikan pemahaman terjadi masa tanam. Para petani diharapkan jika memasuki musim kemarau untuk lokasi sawah tadah hujan dan tidak ada sumber air, agar tidak memaksakan tanam. “Lalu kami juga arahkan petani memeiliki asuransi usaha tanaman padi (AUTP). Itu preminya Rp36.000 per hektare, kalau terjadi kegagalan, kekeringan, kebanjiran, hama, puso klaim asuransinyaRp4 juta,” ujarnya. Sementara, Kepala Pusat Pengendali Operasi (Pudalops) Badan Penanggulangan Bendana Daerah (BPBD) Banten, Giman mengatakan, pihaknya masih menunggu laporan dari BPBD kabupaten/kota. “Kalau untuk data sementara sih ada kaya di Pandeglang itu kekeringan mulai dari Munjul. Untuk Kabupaten Serang itu ada di wilayah Pontang dan Tanara. Belum lagi ada yang kesulitan air bersih,” katanya saat dihubungi melalui telepon. Menurut dia, dari laporan-laporan yang diterima, yang paling dibutuhkan masyarakat yang daerahnya mengalami kekeringan yaitu air bersih. Meski begitu, dirinya mengaku masalah air bersih di beberapa daerah sudah dapat teratasi. “Kekeringan air bersih di Kabupaten Pandeglang masih bisa diatasi karena warga masih memiliki tangki air bantuan dari presiden. Sementara di Kabupaten Serang, BPBD telah mengirim air bersih. Paling ngedrop air, karena yang dikeluhkan masyarakat paling air bersih,” ujarnya. Lebih lanjut, Giman mengungkapkan, dampak kemarau yang baru berlangsung beberapa bulan, belum sampai meluas hingga gagal panen. Menurut dia, informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geosfisika (BMKG) puncak kekeringan akan terjadi pada Agustus. “Kalau menurut BMKG, nanti sampai Agustus. Kita kan informasinya paling dari BMKG yang bisa meramalkan,” katanya. (tb/tnt)

Sumber: