Petani Dieng Keluhkan Fenomena Embun Beku
BANJARNEGARA -- Fenomena embun beku yang belakangan sering terjadi pada pagi hari di Dataran Tinggi Dieng, menjadi pemandangan unik bagi wisatawan. Namun fenomena embun beku ini justru dianggap bencana bagi para petani kentang karena akan membuat tanaman yang mereka budidayakan layu dan mengering. ''Di Dieng, embun beku itu namanya bun upas. Kami namakan bun upas, karena embun yang beku itu justru menjadi racun bagi tanaman kentang kami. Kalau terlalu sering terkena bun upas, bisa dipastikan tanaman kentang kami akan layu, mati dan mengering,'' jelas Kades Dieng Kulon Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara, Slamet Budiono, Selasa (25/6). Dia menyebutkan, fenomena embun beku atau bun upas yang terjadi pada kemarau tahun ini dinilai terlalu dini. Biasanya, bun upas baru akan muncul pada puncak kemarau atau sekitar Agustus.''Namun pada tahun ini, bun upas sudah sering terjadi pada pada Bulan Juni ini. Bahkan pada Mei kemarin, sudah sudah terjadi meski tidak terlalu sering,'' katanya. Menurutnya, dampak adanya bun upas sudah mulai dirasakan petani kentang. Umumnya, pada lahan kentang yang usianya masih di bawah 1 bulan, dan berlokasi di lahan yang datar. ''Kalau lahannya berada di wilayah lembah, biasanya relatif aman, karena bun upas lebih banyak terjadi di lahan datar,'' katanya. Namun dia menyebutkan, tanaman kentang yang mati akibat bun upas saat ini, masih belum terlalu luas. Lahan yang kekeringan, baru terjadi pada spot-spot tertentu pada kawasan lahan kentang. Namun bila bun upas terjadi terus menerus, bukan tidak mungkin lahan yang terdampak akan semakin luas. Kepala Stasiun Geofisika Banjarnegara (BMKG Banjarnegara) Setyoajie Prayoedhie, munculnya embun beku di dataran tinggi Dieng disebabkan oleh suhu udara dingin yang mencapai di bawah nol derajat celcius. ''Suhu udara dingin memang sedang berlangsung di seluruh wilayah Jawa,'' jelasnya. Menurutnya, temperatur udara yang terasa dingin ini tidak hanya terjadi di dataran tinggi. Tapi juga dirasakan warga yang tinggal di dataran rendah.''Kalau di dataran rendah saja sudah terasa dingin, maka yang di dataran tinggi akan lebih dingin lagi,'' katanya. Dia menyebutkan, hasil analisa BMKG menyebutkan fenomena embun beku akibat hawa dingin di kawasan Dieng, Jawa Tengah, merupakan fenomena normal. Fenomena ini terjadi akibat aliran angin muson timur dari Australia. Angin ini aktif sepanjang Juni hingga Agustus. Angin ini juga yang menjadi penyebab fenomena hawa dingin di Jawa Timur yang sempat diberitakan beberapa waktu lalu. "Secara klimatologis, monsun dingin Australia aktif pada periode bulan Juni-Juli-Agustus, yang umumnya merupakan periode puncak musim kemarau di wilayah Indonesia (bagian) selatan ekuator," tulis Harry Tirto Djatmiko seperti dikutip CNNIndonesia, Selasa (25/6). Desakan aliran udara kering dan dingin dari Australia ini menyebabkan kondisi udara yang relatif lebih dingin, terutama pada malam hari dan dapat dirasakan lebih signifikan di wilayah dataran tinggi atau pegunungan. "Kondisi suhu dingin tersebut akan lebih terasa dampaknya seperti di wilayah dataran tinggi Dieng (Jawa Tengah) ataupun daerah pegunungan lainnya dimana pada kondisi ekstrim dapat menyebabkan terbentuknya embun beku atau frost," jelasnya. Musim kemarau membuat tutupan awan menjadi sedikit di wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara. Dengan demikian, panas yang terpancar dari daratan pada malam hari lebih cepat terlepas ke atmosfer akibat tak adanya penghalang awan. Akibatnya, suhu permukaan bumi akan lebih rendah dan lebih dingin dari biasanya. Sementara di musim hujan, kondisi permukaan daratan akan cenderung lebih hangat. Karena panas yang dilepaskan dari daratan terhalang oleh awan yang banyak berarak di atmosfer. Awan ini banyak terbentuk karena banyaknya kandungan uap air di atmosfer. Berdasarkan data pengamatan BMKG, selama sepekan terakhir hawa dingin memang terjadi di beberapa tempat. Suhu yang lebih rendah dari 15 derajat Celcius terjadi di Frans Sales Lega (NTT) dan Tretes (Pasuruan). Suhu udara di Frans Sales Lega (NTT) mencapai 9,2 derajat Celcius pada tanggal 15 Juni 2019. Diprediksikan potensi kondisi suhu dingin seperti ini masih dapat berlangsung selama periode puncak musim kemarau, Juni-Juli-Agustus, terutama di wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara.(rep/cnn)
Sumber: