Bareskrim Tunggu Hasil Kajian Dewan Pers

Bareskrim Tunggu Hasil Kajian Dewan Pers

JAKARTA – Niat eks Komandan Tim Mawar Mayjen (pur) Chairawan untuk melaporkan Tempo ke Bareskrim terkait pemberitaan kerusuhan 22 Mei tertunda. Sebab, Bareskrim memastikan bahwa laporan tersebut harus menunggu hasil kajian dan rekomendasi dari Dewan Pers. Kuasa hukum Chairawan, Herdiansyah, menjelaskan bahwa setelah berkonsultasi dengan Bareskrim, laporan itu belum bisa diterima karena menunggu hasil dari Dewan Pers. ”Di Dewan Pers masih laporan, belum sampai sidang,” urainya. Karena itu, rencananya Selasa pekan depan pihaknya datang ke Dewan Pers untuk memastikan proses laporan tersebut. Dengan begitu, hasilnya nanti bisa menjadi rujukan proses yang ada di Bareskrim. ”Ya, itu soal etikanya bagaimana di sana,” paparnya. Sementara itu, Chairawan menuturkan, pihaknya menghormati proses penegakan hukum. Tidak hanya soal pemberitaan Tempo, tapi juga media sosial yang menyebut pihaknya sebagai dalang kerusuhan. ”Perlu diketahui, awalnya nama saya disebut di media sosial,” ujarnya. Saat itu Chairawan merasa tidak perlu menggubrisnya. Namun, belakangan justru informasi yang hampir sama ditulis Tempo. ”Media sosialnya dilaporkanlah, awalnya mau diam dan menunggu dalang-dalangnya disebutkan polisi, baru lapor,” jelasnya. Chairawan menuturkan, bila dirinya menjadi dalang kerusuhan, semua itu tidak berguna. Apalagi, tidak akan ada yang membelanya. ”Teman-teman saya, partai saya, pemerintah pun tidak akan bisa bela saya. Siapa yang mau, tidak ada guna dan tidak ada yang bela,” paparnya. Apalagi, saat ini Chairawan telah berusia lanjut. ”Saya mau apa lagi, mau cari apa lagi. Tim Mawar ini sudah bubar,” kata Chairawan saat ditemui di kantor Bareskrim kemarin. Dia juga menyebut khawatir bila informasi yang salah, tapi tidak dibantah, justru akan dianggap benar. Sebelumnya, Chairawan menyambangi Bareskrim untuk konsultasi pelaporan. Dalam konsultasi pertama itu, dia diminta untuk melengkapi sejumlah bukti. Dia membantah bahwa saat kerusuhan dirinya berada di lapangan. Chairawan mengaku berada di rumahnya saat terjadi kerusuhan 22 Mei. Sementara itu, polisi terus berupaya menyelidiki kasus dugaan rencana pembunuhan empat tokoh nasional yang melibatkan Mayjen (pur) Kivlan Zein dan politikus Habil Marati. Sebab, bisa jadi mereka hanya kaki tangan. Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (pur) Moeldoko yakin masih ada dalang atau aktor utama yang belum terungkap. Moeldoko mengatakan bahwa pernyataan pihak kepolisian terkait pelaku kerusuhan pada 21-22 Mei lalu sebatas permukaan. Sebab, yang diungkap polisi sebetulnya sebatas asal usul senjata. Belum sampai ke dalang di balik peristiwa tersebut. ”Jadi, kemarin belum sampai ke dalang kerusuhannya. Kemarin lebih mengungkap asal usul senjata dan mau dipakai apa senjata itu,” ujarnya di Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta, kemarin (12/6). Dengan demikian, mantan panglima TNI tersebut menyebutkan bahwa potensi adanya sosok yang lebih tinggi dari Kivlan Zein dan Habil Marati masih terbuka. ”Ya, bisa ada. Bisa. Bagaimana nanti hasil investigasi berikutnya,” imbuh dia. Moeldoko menambahkan, mengungkap identitas aktor utama tidaklah mudah. Polisi membutuhkan waktu untuk membongkarnya. ”Nanti ketahuan siapa yang sesungguhnya. Ini masih proses. Hanya memakan waktu,” tuturnya. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menambahkan, penyelidikan atau investigasi terhadap kerusuhan akan terus dilakukan. Menurut dia, masih ada sejumlah insiden yang belum klir. Khususnya terkait adanya sembilan korban meninggal akibat luka tembak. Wiranto menuturkan, peristiwa penembakan sangat janggal. Sebab, dalam aksi damai, hubungan antara aparat dan massa sangat harmonis. ”Bahkan, buka puasa saja aparat keamanan kan dengan para pendemo sama-sama, sama-sama salat, bagus sekali,” ujarnya di kompleks istana kepresidenan Jakarta. Masalahnya, jatuhnya korban justru terjadi saat malam. Kala itu kelompok perusuh mulai datang dan mengakibatkan bentrok hingga aksi penyerangan ke asrama Brimob di Petamburan. Bisa saja, kata dia, tembakan datang dari oknum yang sengaja membuat onar. ”Nah, sekarang korban inilah yang sedang kita dalami. Siapa yang menembak, tembakan dari mana,” terangnya. Setelah Kivlan ditetapkan sebagai tersangka makar dan disebut berencana membunuh empat pejabat negara, Muhammad Yuntri, pengacara mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayjen (pur) Kivlan Zen, membantah hal tersebut. Menurut dia, hingga saat ini pihak Kivlan belum diperbolehkan kepolisian untuk bertemu dengan HK alias Iwan, salah seorang perencana pembunuhan. Dia sendiri mengaku ingin menanyakan pengakuan Iwan itu secara langsung. ”Dikhawatirkan cerita Iwan dengan yang kami terima dari Pak Kivlan itu berbeda,” ungkap dia. Dia juga menjelaskan, tentang uang SGD 15 ribu yang dikatakan polisi berasal dari Kivlan untuk aksi kerusuhan, uang itu diberikan untuk unjuk rasa. Bukan untuk kerusuhan. ”Berbarengan, itu kan ada peringatan Supersemar, dia diberi uang untuk demo sekitar SGD 15 ribu atau Rp 150 juta. Sekarang ini muncul dan ceritanya malah dibalik yang dibikin pengakuan dari polisi,” ungkap dia. Yuntri juga menjelaskan ihwal kepemilikan senjata. Menurut dia, Iwan-lah yang menawarkan senjata api karena di kawasan rumah Kivlan masih terdapat babi hutan. Jadi, senjata itu untuk berburu babi, bukan untuk kepentingan lainnya. ”Rumah Pak Kivlan di Gunung Picung di Bogor, maka itu kan masih ada hutan-hutannya, banyak babi, Iwan bilang ini ada senjata, Pak. Pak Kivlan bilang itu bukan untuk bunuh babi, tapi bunuh tikus,” terang Yuntri. Sebagaimana diketahui, Kivlan ditetapkan sebagai tersangka kepemilikan senjata api ilegal dan perencanaan pembunuhan kepada empat tokoh nasional dan seorang direktur lembaga survei. Menurut HK, pada Maret 2019 dirinya dipanggil Kivlan Zen untuk bertemu di Kelapa Gading. Di sana dia diberi uang Rp150 juta untuk membeli empat senjata api guna mengeksekusi empat tokoh nasional. (jpg)

Sumber: