Dirut PJB Diperiksa Kasus PLTU Riau-1

Dirut PJB Diperiksa Kasus PLTU Riau-1

JAKARTA - Direktur Utama PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) Iwan Agung Firstantara diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Dirut PT PLN nonaktif Sofyan Basir, Kamis (25/4). Iwan diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 yang telah menjerat Sofyan Basir sebagai tersangka baru. Selama pemeriksaan, Iwan mengaku, tak ada pertanyaan baru dari penyidik KPK. Sebelumnya Iwan Agung pernah diperiksa sebagai saksi untuk tersangka yang saat ini sudah divonis bersalah. "Sama saja seperti BAP, dengan yang dulu-dulu. Tidak ada hal yang baru," kata Iwan di KPK, Kamis (25/4). Menurut Iwan, semua hal yang ditanyakan penyidik juga sudah pernah diutarakan saat bersaksi di persidangan kasus PLTU Riau-1. "Ya, semua sudah terungkap dalam BAP dan sudah terungkap dalam persidangan," kata Iwan. Disinggung soal adanya pembagian fee, Iwan mengaku tah tahu. Di tempat berbeda, Kementerian Luar Negeri sejauh ini belum menerima permintaan kerja sama dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengetahui keberadaan tersangka kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1, direktur Utama PT PLN Sofyan Basir. Sofyan disebut-sebut tengah berada di Prancis untuk sebuah pekerjaan dan akan kembali ke Indonesia pekan ini. "Sampai saat ini belum ada, saya harus cek per pagi ini tapi sampai kemarin tidak ada permintaan dari KPK untuk mencari tahu dia ada di mana," ungkap juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir kepada wartawan, Kamis (25/4). Arrmanatha mengungkapkan sejauh ini pihak Kemlu maupun perwakilan Indonesia di Prancis tidak mengetahui keberadaan persis Sofyan. Pasalnya, warga negara Indonesia yang bepergian ke luar negeri tidak diwajibkan melapor ke kedutaan besar. "WNI yang berpergian ke luar negeri itu kan tidak diwajibkan untuk melapor kepada KBRI. Memang diimbau dan disarankan untuk melapor, jadi keberadaan persisnya apakah di Paris kita tidak tahu," sambung lelaki yang bakal menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Prancis itu. Sampai saat ini, KPK sendiri belum menjadwalkan pemeriksaan Sofyan sebagai tersangka. Selain itu, belum ada indikasi bahwa yang bersangkutan tidak kooperatif. Menurut juru bicara KPK Febri Diansyah, pemanggilan Sofyan tergantung pada kebutuhan tim penyidik. Dalam perkara suap proyek PLTU Riau-1, Sofyan Basir diduga menerima hadiah atau janji bersama dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni M. Saragih dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham dari Johannes B. Kotjo. KPK menduga Sofyan Basir menerima janji fee proyek dengan nilai yang sama dengan Eni M. Saragih dan Idrus Marham. Eni terbukti menerima suap Rp4,75 miliar, sedangkan Idrus Marham senilai Rp2,25 miliar. Dalam kontruksi perkara, KPK menduga Sofyan Basir memerintahkan salah satu direktur di PLN guna segera merealisasikan power purchase agreement (PPA) antara PT PLN, Blackgold Natural Resources Ltd. dan CHEC selaku investor. Tak hanya itu, Sofyan juga diduga meminta salah satu direkturnya untuk berhubungan langsung dengan Eni Saragih dan Johannes B. Kotjo. KPK juga menyangka Sofyan meminta direktur di PLN tersebut untuk memonitor terkait proyek tersebut lantaran ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek PLTU Riau-1. Atas perbuatannya, Sofyan Basir disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP junctoPasal 64 ayat (1) KUHP.(rep)

Sumber: