Tarif Baru Ojol Lebih Mahal, Berlaku Mulai 1 Mei

Tarif Baru Ojol Lebih Mahal, Berlaku Mulai 1 Mei

JAKARTA – Pemerintah menetapkan besaran tarif untuk ojek online kemarin. Besaran tarif disesuaikan berdasarkan zona wilayah. Zona I, II, dan III. Kementerian Perhubungan menetapkan biaya batas atas, bawah, dan jasa minimal sudah mendapatkan potongan biaya tidak langsung. Yakni, biaya sewa penggunaan aplikasi kepada perusahaan start up maksimal 20 persen. Sedangkan, 80 persen sisanya merupakan hak pengemudi. Selain itu, ada pula biaya jasa minimal. Biaya yang dibayarkan penumpang untuk jarak tempuh paling jauh 4 kilometer. Jadi, jika penumpang menjelajah lebih dari 4 kilometer akan dikenakan tarif per km sesuai batas atas dan bawah masing-masing zona. Sementara itu, Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia menyampaikan dukungannya kepada pemerintah. Tarif terkoreksi naik mendekati angka aspirasi para pengemudi dengan batas bawah Rp 2.400 per kilometer. ”Jadi yang mengatur tarif Ride Sharing Ojek Online bukan swasta/perusahaan aplikasi lagi,” ujar Igun Wicaksono, Presidium Nasional Garda Indonesia. Di sisi lain, pengamat transportasi Dharmaningtyas menuturkan, tarif baru ini nantinya akan lebih tinggi 80 persen dari sebelumnya. Tapi memang masih di bawah permintaan pengemudi Rp 3.100. Lantas, apakah tarif baru tidak memberatkan konsumen? Kalau konsumen merasa berat dan meninggalkan ojek online, itu lebih baik. Karena motor memang bukan sarana transportasi umum yang berkeselamatan. Yang penting adalah pemerintah dan emda menyediakan sarana angkutan umum yang lebih baik. Sehingga masyarakat punya banyak pilihan. ”Kalau ojol mahal, mereka bisa naik angkutan umum (bus) yang lebih murah,” tandas Dharma. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi menambahkan, area Jabodetabek dijadikan zona sendiri lantaran kebutuhan dan daya beli masyarakat terhadap ojek online tinggi. Sehingga, menyebabkan pola perjalanan menjadi berbeda. Tidak hanya sebagai ojek yang mengantarkan penumpang, namun lebih kompleks.  ”Makanya, perlu diatur secara khusus masalah pembiayaanya,” katanya. Kemenhub telah mempertimbangkan tiga hal terkait ojek online. Pertama terkait kepentingan pengemudi. Sebab, pada masa ini banyak masyarakat yang bekerja sebagai pengemudi ojek online. Sehingga, lanjut dia, sangat perlu mendengar aspirasi para pengemudi tersebut. Selanjutnya, mengenai kepentingan masyarakat. Sebagai pelanggan, tentu ingin mendapat pelayanan yang baik dengan harga terjangkau. Termasuk jaminan keselamatan, keamanan, dan kenyamanan yang sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 tahun 2019 tentang perlindungan keselamatan pengguna sepeda motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat. Ketiga, pemerintah perlu memerhatikan kepentingan perusahaan aplikasi ojek online. ”Pemerintah perlu melindungi keduanya (Grab Indonesia dan Gojek, Red) agar tetap hidup. Jika tidak dikhawatirkan akan terjadi monopoli apabila salah satunya mati,” jelas Budi. Kemenhub akan melakukan sosialisasi  mulai hari ini hingga April sebelum diberlakukan mulai 1 Mei mendatang. Sebab, masyarakat perlu tahu dan menyesuaikan ketentuan tarif baru tersebut. ”Begitu juga dengan perusahaan start up yang perlu memperhitungkan algoritmanya,” imbuh pria 56 tahun itu. Penetapan tarif nantinya akan dievaluasi setiap tiga bulan sekali. Yang melibatkan tim riset independen untuk melihat hasilnya. Kemenhub juga mengimbau perusahaan penyedia aplikasi jasa transportas tersebut untuk menyediakan shelter. Baik bagi pengemudi dan penumpang. Sebab, ketentuan penyedia jasa transportasi sudah tertuang dalam pasal 8 huruf C Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 tahun 2019. Budi menyatakan, shelter merupakan bentuk pelayanan kepada pengemudi dan penumpang. ”Termasuk simpul-simpul kumpul pengemudi. Seperti di mal, stasiun, dan terminal,” terang pria asal Banyumas, Jawa Tengah itu. Maka dari itu, pembangunan shelter tidak hanya digarap perusahaan aplikasi penyedia jasa transportasi saja. Tapi, ikut melibatkan pemerintah hingga pengelola pusat perbelanjaan. Pemerintah hanya bertanggung jawab atas shelter di jalan utama, protokol, dan jalan milik negara lainnya. Jika shelter berada di are sekitar mal, maka perusahaan aplikasi tersebut dapat bekerja sama dengan pihak pengelola area setempat. Mengingat, juga menyangkut kepentingan bisnis. ”Pekan depan kami akan resmikan shelter ojek dan taksi online di Mal Grand Indonesia,” ujarnya. Sementara itu, dua perusahaan aplikasi transportasi Gojek dan Grab Indonesia belum mau berkomentar banyak mengenai aturan tersebut. Vice President Corporate Affairs Gojek Michael Say menuturkan, pihaknya masih perlu mempelajari kebijakan penetapan tarif ojek online itu. ”Sebab, dampaknya kepada permintaan konsumen, pendapatan para mitra yang sejatinya bergantung pada kesediaan konsumen. Dan juga para mitra UMKM di dalam ekosistem Gojek yang menggunakan layanan antar kami,” ucap Michael. Senada dengan Gojek, Grab juga bersikap demikian. Head of Public Affairs Grab Indonesia Tri Anreianno menjelaskan, masih menunggu salinan keputusan resmi tertulis dari pemerintah. Agar dapat mempelajari dengan teliti dan memberikan respons yang tepat. ”Tentu kebijakan tersebut akan berdampak signifikan kepada para pengguna dengan daya beli yang terbatas. Menurut kami, lembaga perlindungan konsumen lebih kompeten memberikan pandangan dari perspektif pelanggan,” tuturnya. Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengatakan, secara konsep kebijakan tarif ojek online sudah benar dengan menetapkan batas atas dan bawah. Tarif batas atas untuk melindungi konsumen, sedangkan batas bawah untuk melindungi pengemudi. ”Tinggal melakukan pengawasan agar konsisten dan tidak terjadi pelanggaran oleh perusahaan aplikasi,” kata Tulus. (han)

Sumber: