Serangan Hoaks Makin Gencar
JAKARTA-Serangan hoaks makin menggila jelang hari pencoblosan. Berita bohong bertebaran di media sosial (medsos). Di dunia maya memang tempat paling aman untuk menyebarkan berita bohong dan fitnah. Pelakunya cukup membuat akun tanpa nama, lalu menyebarkannya. Butuh keahlian khusus untuk mencari pelakunya. Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan menuturkan, telah memberikan perhatian khusus terhadap hoaks. Dimana KPU akan memberikan klarifikasi terhadap berita hoaks melalui sandingan berita yang benar. Ia pun tidak menampik dalam kontestasi politik saat ini ada upaya sistematis untuk memproduksi hoaks. Dibuat langsung dengan cara menikam ulu hati penyelenggara pemilu. Beberapa waktu lalu, KPU dibuat kalang kabut. Saat ada kabar, telah ada surat suara calon presiden sebanyak 7 kontainer yang sudah dicoblos. Polisi telah menangkap pelakunya. "Pihak-pihak yang membuat hoaks ini cukup pintar, langsung menikam," terangnya. Banyaknya hoaks, masyarakat juga terancam. Karena mendapat informasi yang tidak benar. Padahal, kata Wahyu, KPU terbuka terhadap kritikan dari masyarakat. Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin mengatakan, ada banyak kejadian soal isu identitas yang dipakai dalam kampanye pada pemilu sebelumnya. Meningkatnya pengunaan media sosial pada masyarakat juga menjadi pemicu mudahnya hoaks berkembang dan tersampaikan. "Jadi kita sampaikan bahwa itu punya tingkat kerawanan tinggi untuk diantisipasi. Sekarang kan berkembang lagi. Kalau lima tahun lalu kan soal penggunaan medsosnya tidak kayak gini. Jadi mobilisasi berita atau isu bohong itu sekarang lebih cepat sebab medsos saat ini begitu dekat sama masyarakat," bebernya. Afif menambahkan pihaknya telah bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam melacak akun medsos yang menyebarkan berita hoaks. Kata Afif, ada hampir 1.200 akun yang dilaporkan ke pihak berwajib. "Sebanyak 60 atau 65 persen ada indikasi melanggar sehingga kami sampaikan kepada polisi. Kemudian kami juga berdiskusi dengan teman penyelenggara pemilu untuk secara periodik mengupdate data berita bohong. Agar semua nanti bisa di-counter, ditindaklanjuti. Misalnya mana ini yang tidak benar," tambah Afif. Pemerhati Sosial Media, Yusuf Abdhul mengatakan dunia maya atau jejaring sosial merupakan salah satu ancaman atau bagian terbesar dalam merusak sistem pesta demokrasi saat ini. Dunia maya memang maya. "Namanya saja juga dunia maya ya. Akan tetapi, dunia maya saat ini memang sangat maya sampai susah untuk membedakan berita atau informasi yang baik dan bisa dikonsumsi dan mana yang tidak untuk konsumsi," kata Yusuf dalam keterangan tertulisnya. Dari definisi dan arah jejaring sosial di dunia maya, lanjut Yusuf memaparkan hoaks merupakan berita palsu yang disebarkan oleh pengguna yang punya kepentingan atau tidak. Sehingga dapat mempengaruhi pola pikir manusia menjadi salah. Akhir-akhir ini, hokas di dunia maya khususnya pada Pemilu 2019 meningkat. Mengapa demikian? Pemilu menjadi hal yang sangat panas dan sensitif dibicarakan. Karena bisa jadi calon yang akan maju di bursa pemilihan presiden dan wakil presiden hanya dua saja. Akibatnya, terjadi polarisasi antar kubu. "Sebenarnya tidak masalah jika hanya dua kubu saja, yang jadi masalah adalah adanya berita palsu yang tersebar di dunia maya. Misalnya platform instagram, whatsapp, facebook, dan twitter. Bahkan di Twitter, bisa dilihat bahwa setiap hari Trending Topic berisi tentang perpolitikan sehingga hal ini perlu dipikirkan," tuturnya. Sasaran utama sebenarnya, Yusuf menilai para generasi milenial yang melek akan teknologi. Hal ini menurutnya sangatlah wajar saja, karena anak di zaman ini sangat erat kaitannya dengan internet dan gadget. (fin) Polisi Pun Diserang Institusi Polri pun diserang dengan hoaks. Melalui admin akun Twitter @opposite6890, pelaku menuding dugaan keterlibatan Polri dalam mengerahkan pasukan buzzer di Pilpres 2019. Disampaikan dalam postingannya, polisi membentuk tim buzzer 100 orang per Polres di seluruh Indonesia yang terorganisasi hingga Mabes Polri. Admin akun Twitter @opposite6890 sudah terlacak oleh Direktorat Siber Bareskrim Polri. "Saat ini dari tim siber Bareskrim sudah mengidentifikasi dan sudah memprofil identitas pelaku di balik opposite6890, kita sudah dapat datanya," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di kantornya, Senin (11/3). Namun polisi tidak mau gegabah. Kata Dedi, proses pembuktian suatu tindak pidana harus berdasarkan fakta hukum dan alat bukti yang sangat kuat. "Alat bukti harus terverifikasi baik dengan analisa pembuktian secara ilmiah juga harus sangat kuat, kita tidak akan terburu-buru," tutur dia. Dedi menjelaskan, seribu jejak yang ada di dunia maya itu dalam alat bukti, nilainya hanya satu, yakni satu alat bukti petunjuk. "Satu juta pun nilainya sama artinya harus dilengkapi lagi sesuai dengan 184 KUHP alat-alat bukti yang lain," jelasnya. Namun yang pasti Dedi menegaskan, tudingan yang disampaikan akun oppisite6980 di medsos tidaklah benar. Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menduga ada upaya untuk mendelegitimasi pemilu. Hal itu dilihat dari serangan hoaks yang dihembuskan sejak Desember 2018. Dedi Prasetyo mengatakan, pada Desember lalu ada hoaks yang beredar mengenai e-KTP tercecer di beberapa daerah. "Itu terus di-framing sasarannya Kemendagri," ujarnya di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin (11/3). Kemudian dari Desember 2018 hingga Januari 2019, dimunculkan lagi hoaks tentang tujuh kontainer surat suara tercoblos. "Siapa yang diserang? KPU," imbuhnya. Masuk di Januari-Maret kata Dedi di-framing kembali tentang penanganan pelanggaran Pemilu di beberapa wilayah oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Polri juga terkena sasaran. Isu yang dimainkan adalah terkait netralitas. Belakangan ada akun Twitter Opposite6890 yang menyebut Polri mengerahkan buzzer untuk memenangkan salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden. "Artinya pola-pola itu kami sudah mapping, ya dalam rangka apa akhirnya? Delitigimasi pemilu," tegas Dedi. Ia menyampaikan, dalam setiap kesempatan Kapolri Jenderal Tito Karnavian selalu menekankan bahwa anggota Polri netral di dalam kontestasi pemilu ini. "Kami akan terus fokus untuk memberantas kasus-kasus hoaks atau juga propaganda-propaganda yang dimunculkan di medsos, kami akan habisi itu," tukas Dedi. (jpg)
Sumber: