LHKPN-SPT akan Diintegrasi
JAKARTA - Desakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta integrasi antara Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dengan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Tahunan (SPT) untuk mewujudkan transparansi setiap pejabat, anggota dewan maupun para penyelenggara negara disambut positif oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Wanita kelahiran Tanjungkarang, 26 Agustus 1962 itu menegaskan, rencana integrasi LHKPN dengan SPT yang diusulkan KPK sangat memungkinkan. Prosesnya pun tidak akan memakan waktu lama, karena datanya mudah sekali untuk ditelisik. Terlebih, LHKPN sudah menyebutkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Pada sistem pajak yang ada, NPWP dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sudah terintegrasi. "Setuju sekali. Ini pasti bisa dilakukan integrasi," terang Sri Mulyani dalam gelaran kampanye pelaporan SPT PPh Tahunan "Spectaxcular 2019" di Jakarta, Minggu (3/3). Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan, selama ini kerja sama dengan KPK sudah terjalin dengan baik, terutama untuk menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran hukum yang berhubungan dengan korupsi atau penyelewengan sejenis. "Tentu, jika KPK membutuhkan, kita sudah memenuhi melalui pemberian keterangan yang dibutuhkan KPK untuk menjalankan tugas dan fungsi," katanya. Meski demikian, ia masih menunggu kelanjutan dari rencana untuk mendukung efektivitas pelaporan kekayaan pejabat maupun para penyelenggara negara tersebut. "Ya kalau selama ini masih by request. Karena tujuannya untuk penegakan hukum dan kalau ada kasus yang dikembangkan," ungkap wanita yang merengkuh pendidikan Master of Science of Policy Economics di University of lllinois Urbana Champaign, Amirika, 1988-1990 itu. Terpisah, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan rencana integrasi itu dapat membantu pihaknya dalam menelusuri kekayaan para pejabat maupun para penyelenggara negara yang belum melapor LHKPN dan sebaliknya. Meski demikian, langkah ini bukan berarti KPK meniadakan kewajiban pelaporan LHKPN, karena keduanya akan saling mengisi untuk mendorong efektivitas dalam penyediaan data kekayaan. "Mengintegrasikan LHKPN dengan SPT sehingga data harta yang di SPT itu mengambil dari laporan LHKPN, itu yang kita harapkan," kata Alexander. Selama ini, KPK juga tidak bisa mengenakan sanksi kepada pejabat maupun para penyelenggara negara yang tidak melampirkan LHKPN dan hanya bisa mengimbau kepada instansi terkait untuk memberikan hukuman atas tindakan tersebut. Seperti diketahui Penyerahan LHKPN oleh anggota DPR dinilai paling rendah karena hanya 40 orang dari 524 anggota DPR RI (7,63 persen) yang sudah melaporkan LHKPN ke KPK. Berdasarkan data Direktorat Pelaporan LHKPN KPK, tingkat kepatuhan LHKPN penyelenggara negara untuk menyerahkan LHKPN-nya secara total baru 17,8 persen atau 58.598 orang dari jumlah wajib lapor 329.142 orang. "KPK mengajak kembali agar pimpinan instansi atau lembaga negara segera menginstruksikan pada penyelenggara negara di jajarannya untuk melaporkan LHKPN," kata Juru Bicara KPK RI Febri Diansyah. Febri menyebut tingkat kepatuhan pelaporan dari bidang eksekutif sebanyak 18,54 persen, yaitu sudah lapor 48.460 orang dari wajib lapor 260.460 orang, bidang yudikatif, kepatuhannya 13,12 persen yaitu sudah lapor 3.129 orang dari wajib lapor 23.855 orang. Selanjutnya, anggota DPRD tingkat kepatuhannya juga hanya 10,21 persen dengan perincian sudah lapor 1.665 orang dengan wajib lapor 16.310 orang dan BUMN/BUMD tingkat kepatuhannya 19,34 persen yang sudah lapor 5.387 orang dari wajib lapor 27.855 orang. "Masih ada waktu sampai 31 Maret 2019 untuk melaporkan perubahan harta 2018. Kami apresiasi juga lebih dari 58 ribu penyelenggara negara yang sudah melaporkan perkembangan harga kekayaannya pada hari-hari awal," tambah Febri. (riz/ful/fin)
Sumber: