RS Tidak Terakreditasi, Tak Bisa Ikut BPJS  

RS Tidak Terakreditasi, Tak Bisa Ikut BPJS  

JAKARTA – Layanan kesehatan merupakan hal yang krusial bagi masyarakat. Selain sistem jaminan kesehatan nasional (JKN), keamanan layanan kesehatan juga ditingkatkan. Rumah sakit dalam menjamin mutu pelayanan yang baik demi keselamatan pasien harus dibuktikan melalui akreditasi. Akreditasi itu dilakukan dengan melakukan pengajuan kepada Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan hal yang harus dilakukan rumah sakit adalah akreditasi untuk menjamin mutu pelayanan yang baik. Menkes menilai mutu pelayanan rumah sakit adalah dimensi yang sangat strategis untuk mencapai Universal Health Coverage (UHC) dan Sustainable Development Goals (SDGs) yakni kehidupan sehat dan sejahtera. ”Berbagai bukti pelayanan kesehatan bemutu rendah akan berbahaya bagi pasien serta membuang uang dan waktu. Ini (mutu) yang harus dijaga betul,” kata Nila. Peran KARS dalam hal ini sebagai penjaga mutu dan keselamatan pasien. Ketua Eksekutif KARS dr. Sutoto  mengatakan akreditasi rumah sakit perlu dilakukan karena rumah sakit seperti pisau bermata dua. Maksudnya satu sisi sangat bermanfaat bagi masyarakat, di sisi lain kalau tidak mematuhi peraturan perundang-undangan dan standar profesi akan membahayakan masyarakat. ”Saat ini sebanyak 2026 rumah sakit sudah terakreditasi, sisanya 852 yang belum diakreditasi. RS yang terakreditasi, ada penandatanganan komitmen perjanjian jika ada pelanggarang akan dilakukan investigasi oleh KARS,” katanya. Sutoto mencontohkan rumah sakit yang tidak punya pengolah limbah maka akan diselidiki. ”Limbah dibuang sembaranngan ke sungai dan merugikan masyarakat. Dalam akreditasi tidak boleh gitu, harus punya Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL),” imbuhnya. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan sudah disebutkan bahwa rumah sakit yang bisa bekerjasama dengan BPJS Kesehatan haruslah yang sudah terakreditasi. Jika belum maka kemitraannya bisa diputus. Seharusnya hal ini sudah berlaku sejak awal tahun. Namun atas surat edaran yang dikeluarkan Kemenkes, kebijakan tersebut berlaku pada 1 Juli nanti. ”Kalau tidak sesuai aturan, maka saya tidak bisa bayarkan klaimnya,” kata Direktur Keuangan BPJS Kesehatan Kemal Imam  Santoso. Selain itu Kemal juga menyebutkan bahwa idealnya iuran peserta BPJS Kesehatan naik. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sebelumnya telah menyatakan bahwa idealnya satu peserta membayar Rp 36.000. ”Sekarang peserta penerima bantuan iuran (PBI) hanya mengiur Rp 23.000,” tuturnya. Dia menyatakan bahwa seharusnya iuran tersebut sama dengan yang menjadi rujukan DJSN. (jpg)

Sumber: