KTP Penghayat, DPR Minta Klarifikasi Kemendagri

KTP Penghayat, DPR Minta Klarifikasi Kemendagri

JAKARTA- Komisi II DPR RI segera memanggil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Tujuannya, menanyakan soal penganut kepercayaan di beberapa daerah sudah bisa menulis 'kepercayaan' (penghayat) di kolom agama KTP. Sejatinya, hal itu sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). "Saya secara pribadi agak aneh, apakah memang sudah ada perubahan format terhadap sistem KTP dan lain sebagainya karena ini kan muncul di tengah-tengah kami sedang mengevaluasi terhadap pelaksanaan KTP elektronik sebagai syarat mutlak di dalam Pemilu 2019. Kalau kemudian muncul hal-hal seperti ini, ya kami akan dalami," ujar Herman Khaeron, wakil ketua Komisi II DPR RI seperti dikutip Indopos.com, kemarin. Politikus Partai Demokrat itu mengaku, secara pribadi belum meminta keterangan formal maupun informal ke Kemendagri terkait penghayat bisa menulis 'kepercayaan' di kolom KTP masing-masing. Namun, dia menyebut, Komisi II DPR akan mengklarifikasinya ke Kemendagri. Meski demikian, rapat dengan Kemendagri itu belum bisa dilakukan di Februari lantaran DPR masih reses. Rapat kemungkinan digelar Maret. Herman sendiri enggan berspekulasi terkait beberapa penghayat, termasuk Baduy, yang kini bisa menuliskan 'kepercayaan' di kolom agama. Dia memilih menunggu penjelasan dari Kemendagri. Staf Ahli Kemendagri Bidang Aparatur dan Pelayanan Publik, Widodo Sigit Pujianto mengatakan, hal itu bukan menjadi program Kemendagri. Namun, hasil putusan MK. Hal tersebut, kata Widodo, didasarkan terhadap peradaban yang tumbuh dan berkembang jauh sebelum agama-agama masuk ke dalam wilayah Nusantara. Di mana sebagian masyarakat Indonesia telah memiliki keyakinan atas Ketuhanan yang bertahan hingga saat ini dan dianggap sebagai suatu nilai keluhuran hidup. Namun, dalam implementasinya, UU Administrasi Kependudukan (Adminduk) tidak mengakui agama di luar agama resmi negara. Diketahui bersama, kolom identitas agama di KTP dinilai menjadi panduan penting arah pembangunan. Dengan tidak masuknya Penghayat Kepercayaan di kolom agama, maka arah pembangunan tidak maksimal. Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menanggapi positif upaya Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang mulai menerapkan kolom kepercayaan dalam dokumen kependudukan KTP elektronik (KTP-el) dan Kartu Keluarga. JK menegaskan, penghayat kepercayaan adalah juga adalah warga negara Indonesia (WNI). Terkait masih adanya penolakan terhadap pencantuman kepercayaan dalam dokumen kependudukan tersebut, JK mengatakan, hal itu wajar terjadi karena Indonesia menganut sistem demokrasi. Namun, Wapres mengingatkan, bahwa penolakan terhadap pencantuman kepercayaan tersebut tidak boleh melanggar peraturan dan undang-undang yang ada. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo membantah adanya kolom kepercayaan di kartu tanda penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) akan menghilangkan kolom agama yang diakui negara. Tjahjo menjelaskan, perlu ditekankan pengakuan terhadap Penghayat Kepercayaan bukan pertama kali. Penghayat Kepercayaan diakui secara sah oleh negara melalui UUD 1945 yang tercantum dalam Pasal 28E ayat (2) dan Pasal 28 ayat 2. Selain itu juga telah diakui di UU Adminduk No.23 Tahun 2006 dan No. 24 Tahun 2013. Pasal 61 dan 64 secara tegas menyatakan bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama atau penghayat kepercayaan, elemen datanya tidak dicantumkan di kolom KTP atau KK, tetapi dilayani dan dicatat dalam database kependudukan. Ketentuan kedua pasal ini kemudian dianulir atau dibatalkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 97/PPU-XIV/2016 tanggal 18 Oktober 2017 yang selanjutnya ditindaklanjuti melalui Permendagri 118 tahun 2017 tentang Blanko KK, Register dan Kutipan Akta Pencatatan Sipil. Dalam Amar putusan, MK mengabulkan seluruh permohonan para pemohon dan Penghayat Kepercayaan terkait pencantuman kolom kepercayaan dalam dokumen kependudukan, termasuk KTP dan KK. "Oleh karena itu, pemerintah dalam hal ini Kemendagri hanya menindaklanjuti putusan MK dengan menerapkan kebijakan pencantuman kolom kepercayaan karena putusan MK adalah final dan mengikat," kata Tjahjo. (indp/cnn/rep)

Sumber: