Stunting Masih Terjadi di Serang

Stunting Masih Terjadi di Serang

SERANG - Kasus gizi buruk kronis pada anak (stunting) masih terjadi di Kota dan Kabupaten Serang. Di Kota Serang, jumlah anak yang mengalami stunting 2.400 orang pada November 2018 hingga Januari 2019. Jumlah itu berkurang 534 orang dari jumlah anak yang mengalami stunting pada Januari hingga Oktober 2018 sebanyak 2.934 orang. Kasus itu tersebar di seluruh kecamatan di Kota Serang tapi tertinggi berada di Kasemen. Pengurangan jumlah anak yang mengalami stunting itu terjadi lantaran anak tersebut tertangani sehingga sembuh atau meninggal dunia. Sementara di Kabupaten Serang, hingga Desember 2018 tercata ada 33 ribu dari 175 ribu balita di Kabupaten Serang yang mengalami stunting. Kasus tersebut merata tersebar di 29 Kecamatan. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Serang, Toyalis mengatakan untuk kasus stunting pada Februari belum diketahui karena masih dilakukan pendataan. "Sebenarnya untuk bulan Februari ini belum selesai pendataannya. Kami masih menunggu laporan dari petugas dan masih dilakukan pengukuran dan penimbangan anak terkait wilayah yang banyak dan lainnya," ujar kepada Banten Ekspres saat dihubungi melalui sambungan telepon selulernya, Senin (25/2). Menurut Toyalis, stunting disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, anak sakit sehingga malas makan. Kedua, pola asuh yang kurang bagus akibat banyak anak. Ketiga, ibu kurang peduli terhadap anaknya. "Yang paling banyak terkena stunting itu usia 0 sampai 100 hari," katanya. Dinkes tak tinggal diam terhadap kasus stunting. Sejumlah program dilakukan untuk mengurangi kasus tersebut, yakni melakukan penimbangan, pengukuran, dan pemeriksaan kesehatan. Selain itu juga pemberian asupan makanan dan sosialisasi terhadap orang tua melalui sosialisasi "Ibu Pintar Balita Sehat". "Kita membuat pos gizi, bantuan khusus Kecamatan Kasemen dari NGO (organisasi non pemerintah)," ujarnya. Toyalis berharap pola pikir orang tua harus diubah terhadap anaknya. Orang tua tak hanya bisa memproduksi anak tapi tidak bisa merawatnya. "Sudah mah kondisi ekonominya kurang ditambah lagi tidak bisa merawat. Bagaimana misalnya merawat anak 100 hari pertama lahir, kapan dia harus periksa, kapan dia melahirkan dan imunisasi vitamin A," paparnya. Terkait kasus stunting di Kabupaten Serang, Kepala Seksi (Kasi) Gizi Masyarakat Dinkes Kabupaten Serang, Puji Kuntarso saat ditemui di kantornya, Senin (25/2), mengatakan Kabupaten Serang berada di urutan ketiga yang memiliki kasus stunting di Provinsi Banten. "Pertama Kabupaten Lebak, kemudian Kabupaten Pandeglang, dan ketiga kita," katanya. Dia menjelaskan ada beberapa faktor yang menyebabkan balita mengalami stunting, mulai dari perekonomian, kondisi sang ibu sebelum menikah, kemudian pada masa kehamilan serta usai kehamilan. "Dari gadis kurang makan jadi efeknya panjang, kemudian dari waktu hamil kurang asupan gizi, bayi yang tidak diberi ASI oleh orang tuanya karena mereka pergi ke Arab atau cerai akhirnya yang mengasuh nenek atau kakeknya, akhirnya ketika lahir berat anak di bawah 2,5 kilogram, atau panjangnya di bawah 48 sentimeter," ujarnya. Menurut dia, pihanya terus berupaya agar tidak ada lagi anak yang mengalami stunting, mulai dari penanganan ibu hamil, pemberian tablet tambah darah (TTB) untuk anak sekolah, hingga penyuluhan. "Jadi dari lintas sektor juga bergerak mulai dari bagian kesehatan keluarga itu, dan lainnya termasuk dari OPD lain juga ikut bergerak, karena ini masalah bersama-sama," katanya. Ia mengatakan sebaiknya masyarakat melakukan pencegahan, karena bila anak sudah mengalami stunting maka bukan hanya fisik yang terpengaruh melainkan juga perkembangan otak sang anak yang terganggu. "Sebaiknya dicegah bukan diobati, kalau diobati tidak akan maksimal, misalkan dari 10 yang hanya bisa tercapai mentok di 8 atau 9," paparnya. (mg-04-mg-03/tnt)

Sumber: