Investasi 2018 Gagal Tercapai

Investasi 2018 Gagal Tercapai

JAKARTA- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat data realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) untuk periode 2018 mencapai Rp 721,3 triliun. Jumlah ini meningkat sebesar 4,1 persen dibandingkan pada 2017. Dibandingkan dengan target realisasi investasi RPJMN sebesar Rp 765 trilliun, investasi tahun 2018 tercapai sebesar 94,3 persen. Kepala BKPM Thomas Lembong mengakui realisasi investasi 2018 lalu gagal mencapai target. Capaian ini tidak lebih baik dari 2017 yang berhasil melampaui target. Adapun realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sepanjang tahun 2017 mencapai Rp 692,8 triliun. Angka ini tumbuh 16,4 persen dan melampaui target yang ditetapkan sebesar Rp 678,8 triliun. "Realisasi Q4 dan full year 2018. Beberapa highlight, pertama langsung keliatan untuk tahun fiskal 2018 kami tidak berhasil mencapai target. Cuman 94 persen dari target. Itu realisasi final," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor pusat BKPM, Jakarta, Rabu (30/1). Meski demikian, dia bersyukur investasi pada triwulan IV mulai menunjukkan perbaikan. Sebelumnya, investasi pada triwulan III-2018 turun 1,6 persen. BKPM mencatat selama kuartal III-2018 realisasi investasi yang terdiri dari penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp 173,8 triliun. Angka itu turun 1,6 persen dibanding kuartal III-2017 sebesar Rp 176,6 triliun. Dari total investasi tersebut, realisasi investasi periode Triwulan IV (Oktober Desember) 2018 menyumbang Rp 185,9 triliun atau 25,8 persen dari capaian realisasi tahun 2018. Selama Triwulan IV tahun 2018, realisasi PMDN sebesar Rp 86,9 triliun, naik 28,6 persen dari Rp 67,6 triliun pada periode yang sama tahun 2017, dan PMA sebesar Rp 99,0 triliun, turun 11,6 persen dari Rp 112,0 triliun pada periode yang sama tahun 2017. "Kami mensyukuri di kuartal IV sudah keliatan trend rebound. Ada recovery dalam hal baik PMA maupun investasi secara total," tandasnya. Thomas Lembong mengakui insentif yang dikeluarkan pemerintah untuk mendorong investasi masih kurang nendang. Selain itu kebijakan insentif investasi ini juga belum agresif. "Memang menurut kami, insentif yang ditawarkan harus dibuat lebih agresif dari pada sekarang karena dari data yang riil, insentif yang kita berikan belum berhasil mengangkat investasi. Belum nendang dibanding harapan kita semua," tuturnya. Thomas menilai insentif yang ada harus dibuat lebih agresif, bahkan mungkin perlu adanya tambahan insentif agar menarik minat investor asing. Insentif yang agresif diperlukan agar Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand. "Bukan rahasia negara tetangga super agresif, kelihatan dari data investasi Vietnam dan Thailand. Mereka memang gencar memberi insentif dan lakukan deregulasi," katanya. Tom menambahkan selain perlu lebih agresif, pemerintah harus mengimbanginya dengan peningkatan keterampilan tenaga kerja. "Dan kesulutan regulasi yang masih tumpang tindih dan masih dalam proses penyederhanaan," tutupnya.(jp/rep)

Sumber: