DP 0% Bukan Hanya Konsumtif tapi Juga Produktif
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai kebijakan DP 0% untuk kendaraan bermotor tak bisa hanya diartikan untuk tujuan konsumtif. Kebijakan ini juga dikatakan dapat bertujuan produktif. Seperti diketahui, OJK menerbitkan Peraturan OJK Nomor 35 Tahun 2018 tentang penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan. Di mana perusahaan pembiayaan dengan rasio kredit macet atau Non Performing Finance (NPF) di bawah 1% dapat menerapkan ketentuan uang muka 0% untuk motor dan mobil. Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W. Budiawan menyatakan, salah satu contoh tujuan produktif yang didapat yakni untuk pembiayaan kendaraan angkot daerah pinggiran. "Mengenai DP 0% harus dipahami itu bukan hanya konsumtif. Misalkan saya punya lima angkot, track recordnya (sebagai debitur) bagus, boleh dong saya dikasih DP0% kalau bagus," jelas dia dalam konferensi pers di Kompleks BI, Jakarta, Rabu (16/1). Dia menyatakan, pemberian DP 0% tak hanya untuk kendaraan bermotor yang sifatnya konsumtif, di antara juga dapat untuk kendaraan bermotor untuk kebutuhan di sektor pertanian, seperti traktor. "Jadi bukan hanya untuk kendaraan bermotor yang sifatnya konsumtif. Kalau dilihat bab pengaturannya di PBI OJK 35 juga ada batasan minimum pembiayaan sektor produktif, Jadi bacanya jangan pisah-pisah. Itu satu rangkaian bahwa sangat dimungkinkan pembiayaan tidak hanya konsumtif," papar dia. Bambang menilai, adanya persyaratan perusahaan pembiayaan dengan rasio NPF di bawah 1% yang bisa menerapkan DP 0%, maka aturan ini memang memiliki sisi risk management dan mitigasi risiko. Hal itu menunjukkan hanya perusahaan sehat yang dapat memberikan fasilitas tersebut. "Karena perusahaan pembiayaan yang layak pun harus memperhitungkan risikonya dan tidak semua calon debitur yang layak juga bisa mendapatkan DP 0% ini," kata dia. Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak OJK untuk membatalkan POJK tentang kredit 0% untuk mobil dan sepeda motor itu. Alasan di antaranya karena dinilai akan mengakibatkan banyak sekali rumah tangga miskin yang semakin miskin karena pendapatannya tersedot untuk mencicil kredit sepeda motor. Hal itu juga dinilai bakal memicu kredit macet karena gagal bayar oleh nasabah. YLKI juga menyatakan, aturan itu akan meningkatkan kemacetan di Jakarta, sebab mendorong masyarakat untuk membeli kendaraan bermotor pribadi.(okz)
Sumber: