Kenaikan Gaji Perangkat Desa Bebani APBD
Jakarta – Kebijakan pemerintah menaikkan gaji perangkat desa mendapat respons dari Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI). APKASI menilai, kebijakan tersebut baik untuk peningkatan kesejahteraan. Namun memberi dampak pada anggaran daerah. Ketua Umum APKASI Mardani Maming mengapresiasi rencana pemerintah meningkatkan kesejahteraan perangkat desa di seluruh Indonesia. “Kami menghargai maksud baik bapak presiden tersebut,” ujarnya, kemarin (15/1). Namun, dia mengakui, kebijakan tersebut memberikan tekanan pada porsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebab, jika merujuk peraturan yang ada, gaji perangkat desa tersebut masuk dalam jenis pembiayaan atau bersumber di APBD. “Maka otomatis kebijakan ini akan membebani APBD,” imbuhnya. Seperti diketahui, pemerintah menaikkan gaji perangkat desa menjadi setara dengan PNS Golongan IIA. Sebagaimana regulasi, gaji perangkat desa berasal dari APBD kabupaten/kota. Mardani belum bisa memastikan, upaya apa yang akan diambil jika benar-benar membebani APBD. Sebab, kata dia, masalah ini belum dibicarakan secara resmi dalam rapat dewan pengurus APKASI. Di sisi lain, revisi Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi aturan hukum dan rujukannya juga belum selesai. Disinggung soal potensi penambahan transfer DAU (Dana Alokasi Umum) dari pusat ke daerah, dia enggan menanggapi lebih jauh. “Mungkin hal ini perlu dibicarakan lebih lanjut ya. Tentunya semuanya kan ada mekanismenya,” tuturnya. Sementara itu, anggota Ombudsman RI, Ahmad Alamsyah Siregar menuturkan, kenaikan gaji perangkat desa seyogyanya bisa meningkatkan fungsi pelayanan publik. Sebab secara teori, gaji di bawah standar itu menjadi faktor pendorong kinerja yang kurang maksimal, atau bahkan terjadi pungutan liar (pungli). “Kenaikan upah tujuan bukan hanya hak orang tapi memastikan kinerja,” ujarnya. Alamsyah menambahkan, berdasarkan pantauan ombudsman, praktik pungli masih di temukan di lapangan. Misalnya dalam pengurusan sertifikat tanah yang melibatkan perangkat desa. “Kita gak sampai pada kuantitas (jumlah kasus). Tapi case-case itu masih ada,” imbuhnya. Alamsyah berharap, setelah kesejahteraan ditingkatkan, penyimpangan tersebut tidak lagi terjadi. Namun, lanjutnya, pemerintah juga perlu mendukung dengan sistem yang baik. “Misalnya kalau masyarakat menemukan pungli lapornya ke mana,” kata dia. Plt Direktur Fasilitasi Pengembangan Kapasitas Aparatur Desa Kementerian Dalam Negeri Endang Basyuni mengatakan, jika masih ditemukan pungli atau penyimpangan lainnya, masyarakat tidak perlu ragu untuk melaporkan. Dalam kasus pungli misalnya, masyarakat memiliki ruang pengaduan ke kepolisian mengingat sudah tindakan tersebut sudah masuk delik pidana. “Kita tidak menghalangi kalau itu terjadi. Silakan kalau ada, biar efek jera juga,” kata dia. Endang menambahkan, sebelum kenaikan gaji pun, upaya untuk membersihkan sekaligus meningkatkan pelayanan publik di desa sudah dilakukan. Salah satu upanaya ialah dengan melakukan sejumlah pelatihan kepada perangkat desanya. Meskipun, belum menyentuh semua wilayah mengingat keterbatasan anggaran. Dia memastikan, dengan adanya peningkatan kesejahteraan, upaya untuk memastikan pelayanan publik yang bebas dari pungli diharapkan lebih mudah direalisasikan. (jpg)
Sumber: