Dikepung Mall, Pasar Tetap Eksis
TIGARAKSA- Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Tangerang membidik sektor bisnis pasar tradisional. Melalui PD Pasar Niaga Kerta Raharja (PNKR), berkomitmen untuk terus mengembangkan pasar tradisional di tengah-tengah revolusi industri. Hal itu diungkapkan, Jamaludin, Direktur Utama PD PNKR. Ia menegaskan, akan terus melakukan upaya revitalisasi pasar dan edukasi masyarakat untuk terus mengembangkan eksistensi pasar tradisional sebagai denyut ekonomi masyarakat kelas menengah serta bawah. Jamal mengatakan, telah mengelola 18 pasar se-Kabupaten Tangerang. Mulai dari Kronjo hingga Kelapa Dua. Di mana baru empat pasar yang sudah direvitalisasi dengan menggandeng pihak swasta, sehingga tidak menimbulkan beban terhadap Anggaran Pendapata dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Tangerang. "Yang sudah direvitalisasi ada empat pasar dari 18 pasar yakni Pasar Kemis, Kelapa Dua, Tigaraksa, dan Sentiong," katanya, saat ditemui Tangerang Ekspres di ruang kerjanya, Selasa (15/1). PD Pasar Niaga Kerta Raharja, kata Jamal, memiliki tugas pokok untuk menyiapkan fasilitas jual beli dalam bentuk pasar tradisional, sebagai sarana untuk memudahkan masyarakat memenuhi kebutuhan. "Bahasa kerennya managemant building, bukan mengelola yang diperdagangkan. Data yang kita punya rata-rata per pasar 300 sampai 400 pedagang total mencapai 7.200 orang," katanya. Sebagai fasilitator pasar, Jamal tidak mengganggap pusat perbelanjaan modern sebagai saingan. Karena ia berpendapat pasar tradisional mempunyai beberapa keunggulan yang tidak dimiliki oleh super market atau mall. Akan tetapi Jamal mengku, ada beberapa sektor yang agak sediikit tergerus yakni untuk kebutuhan sandang, sebagian orang sudah mulai branding sendiri tokonya melalui kemasan. "Super market atau mall bukan pesaing karena sebetulnya kalau kita bersaing secara apple to apple dengan itu kita kalah, hanya saja ada tiga keunggulan yang tidak dimiliki mall dan sejenisnya," lanjutnya. Keunggulan tersebut, menurut Jamal, mempunyai segmentasi konsumen tersendiri, lalu lokasi pasar yang dekat serta menyebar di berbagai tempat sehingga bisa langsung menjangkau konsumen. Kemudian, di pasar tradisional terjadi tawar menawar yang bisa diterima kedua pihak antara penjual dan pembeli. "Jika di mall sudah tidak bisa tawar menawar, punya segmentasi konsumen tersendiri, tidak semua orang mampu belanja ke mall,” lanjutnya. Jamal mengakui, adanya beberapa pasar yang masih kotor serta kumuh. Tidak seperti super market dan mall yang memiliki kenyamanan dengan fasilitas AC, ekskalator, serta tempat hiburan yang beragam. Ia menekankan arah revitalisasi pasar secara fisik bisa menyamai mall atau super mall. Walaupun Jamal mengakui tidak akan sama kualitasnya. Akan tetapi peran pasar sebagai suatu tempat orang mencukupi kebutuhannya tetap bertahan. "Pasar yang kita bangun menuju ke arah sana dengan dimulai pembangunan lahan parkir yang luas dan aman. Kita dorong berlantai keramik, sehingga tidak ada genangan air serta berlumpur. Bertahap kita dorong ke sana. Walaupun masih ada tumpukan sampah tetapi tidak banyak," jelas Jamal. Langkah selanjutnya, setelah merevitalisasi yakni menggandeng stakeholder yang lain untuk mendorong edukasi terhadap masyarakat, baik pedagang pasar maupun pengunjung, demi meningkatkan kualitas pasar serta barang dan mendongkrak kuantitas pengunjung pasar. "Kita tetap bisa survive, tinggal bagaimana memperbaiki sarana, prasarana, kualitas barang yang dijual. Serta edukasi masyarakat. Secara teori pasar tradisional tidak akan hilang dan atas dasar tiga hal tadi pasar masih bisa bersaing. Selain itu, pasar bisa menyerap sektor-sektor produksi masyarakat yang murah dan dibuat secara industri rumahan. (mg-10/mas) Ia pun mengaskan, pasar on line bukan saingan yang berarti karena tiga keunggulan yang hanya dimiliki oleh pasar tradisional, "dtambah dengan upaya kita meningkatkan daya saing padagang. Kita terus dorong pedagang untuk tetap bertahan, akan tetapi umumnya masyarkat ke pasar selain bisa memilih langsung juga sebagi hiburan karena keramaian," pungkasnya. Terpisah, Suminta (28) warga Tigaraksa selaku agen beras di Pasar Baru Tigaraksa mengaku sudah selama tiga tahun berjualan beras dan tetap percaya diri menghadapi persaingan pasar di era digital. "Saya tidak takut biasa saja. Kalau omzet terganting karena tidak pasti kalau jualan paling sedikit 20 karung beras sampai 40 karung dengan ukuran bervariasi," katanya. Senada dengan itu, salah satu pengunjung pasar, Agus (48) warga Tenjo, menegaskan pentingnya pasar tradisional sebagai jantung ekonomi msayarakat kampung. "Tentu saja saya ingin maju dan kebutuhan tercukupi, saya yakin bertahan, jangan sampai hilang pasar tradisional karena nanti kasihan dengan pedagang kampung kalau pasar tidak ada," pungkasnya. (mg-10)
Sumber: