Program B30 Ditunda Hingga 2020
JAKARTA -- Rencana pemerintah untuk menerapkan penggunaan 30 persen minyak sawit sebagai campuran bahan bakar biodiesel atau B30 akan ditunda. Rencananya program B30 ini baru akan dibahas oleh pemerintah pada 2020 mendatang. Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Rida Mulyana menjelaskan, untuk B30 Peraturan Menteri yang sekiranya pernah ditargetkan keluar pada 2019 ini baru akan dibahas pada 2020. Sebenarnya, kata Rida, pihaknya sudah melakukan uji coba program B30. "Kita sudah merencanakan untuk uji coba, hanya saja nyambung dengan pertanyaan berikutnya bagaimana dengan green fuel. Kita akan mengundang PLN dan Pertamina. Isunya adalah tidak jauh dari keekonomiannya," ujar Rida di Kantornya, Selasa (8/1). Dalam kesempatan tersebut Rida juga menyinggung soal green fuel. Terkait green fuel, menurut Rida, saat ini masih ada beberapa poin yang perlu dibahas secara detil. Pertama, konsistensi ketersediaan katalis untuk pencampuran bahan bakar nabati (BBN) dan bahan bakar fosil. Ini menjadi penting, sebab katalis tersebutlah yang menjadi bahan utama dalam memproduksi green fuel. Kedua, persoalan kilang. Menurutnya, untuk membuat kilang baru Pertamina membutuhkan dana yang tidak sedikit. Ia menjelaskan, persoalan kilang masih berorientasi memanfaatkan kilang yang sudah ada, atau melakukan modifikasi dan opsi membuat kilang baru. "Ketiga keekonomiannya, penggunaan bio ini sedikit mengurangi ketergantungan impor. tetepi tetep melihat keekonomian, sekarang lagi turun (ICP) CPO juga begitu mungkin feb akan naik. Termausk konversai PLTD mengunakan CPO, kalau akan diteruskan sementara kondisinya akan misalkan bionya lebih mahal dari crudenya, maka insentfi apa yang dierikan dari pemerintah," jelas Rida. Hal hal ini menurut Rida yang perlu menjadi konsen pembahasan sebelum kebijakan green fuel benar benar diterapkan. Ia menjelaskan, apabila terburu buru, maka jangan sampai ada salah satu pihak tidak bisa melaksanakan mandat green fuel ini secara maksimal. "Itu yang kemudian akan kita bahas satu persatu. Itu sudah dijadikan bahan diskusi. kita sudah mengindentifikasi dimana saja, berapa kapasitasnya," ujar Rida. Rida juga menjelaskan, pemerintah banyak menerima masukan dari berbagai pihak, salah satunya agar penggunaan biodiesel berhenti di B20 untuk transportasi darat, dan tidak dilanjutkan ke B30. Rida mengungkapkan, masukan itu didasari anggapan sifat dari biodiesel yang tidak stabil, karena biodiesel dan CPO dicampur di luar kilang. "Banyak masukan agar biodiesel berenti di B20 untuk transport darat, tetapi lebih mengusulkan kalau mau dorong sawit untuk bahan bakar transportasi didorong melalui green fuel," katanya. Kendati demikian, dia menegaskan, program B30 masih akan tetap dijalankan sembari pemerintah melakukan kajian. Pasalnya, B30 pada Maret mendatang sudah akan mulai melakukan road test. "Kalau tidak ada perubahan kebijakan, maka program lama tetap dijalankan. Masih on schedule untuk B30 road test pada Maret, sambil untuk green fuel-nya dibahas melalui kajian," pungkas Rida. Sebelumnya, usai menerbitkan aturan tentang penggunaan atau penerapan biodiesel dengan campuran kelapa sawit sebanyak 20 persen (B20), kali ini Menteri ESDM Ignasius Jonan menawarkan penerapan B30. Penerapan B30 artinya tingkat campuran kelapa sawit di biodiesel naik jadi 30 persen. "Sekarang kan mandatory yang PSO di B20, mau kami coba terapkan kalau bisa di non-PSO. Bahkan kalau bisa B30," ujar Jonan usai rapat bersama di kantor Kementerian Perekonomian, Jumat (6/7/2018). Menurut Jonan, kewajiban ini nantinya ditugaskan ke Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi). Nanti, Aprobi diminta untuk bicara dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perhubungan. Sesudah itu juga dibicarakan ke Gaikindo. "Jadi semua pembuat kendaraan bermotor sepakat tidak naik jadi B30? Kalau tidak bisa sekarang, kapan kita bikin program B25, B30, beberapa waktu. Kan ini butuh penyesuaian mesin," tuturnya.(rep/cnbc)
Sumber: