Jakarta -- Pemerintah resmi meluncurkan geoportal kebijakan satu peta. Melalui kebijakan tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan tak sudi lagi mendengar masih ada tumpang tindih lahan yang menjadi biang kerok kendala pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Dalam sambutannya Presiden mengatakan, semakin sering dirinya ke lapangan, semakin dirinya tahu dan sadar, bahwa di Indonesia terlalu banyak tumpang tindih pemanfaatan lahan. Contohnya di Kalimantan, terdapat 19,3 persen tumpang tindih pemanfaatan lahan, bahkan sampai urusan tumpang tindih di batasan-batasan desa atau kecamatan. Oleh sebab itu, Presiden berharap dengan Kebijakan Satu Peta (one map policy) yang diluncurkannya, masalah tumpang tindih pemanfaatan lahan ini bisa diselesaikan. “Kebijakan Satu Peta ini sudah lama disiapkan, karena itu saya sangat menghargai dan sangat mengapresiasi upaya-upaya dalam mempercepat kebijakan ini,” ujar Presiden Jokowi saat meluncurkan Geoportal Kebijakan Satu Peta dan Buku Kemajuan Infrastruktur Nasional, di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (11/12) pagi. Selain bisa menyelesaikan tumpang tindih pemanfaatan lahan, menurut Presiden, dengan Kebijakan Satu Peta akan membuat perencanaan pembangunan bisa lebih akurat, bukan hanya berdasarkan data tetapi juga berdasarkan peta yang detail. “Membangun irigasi misalnya, bendungannya ada di mana, irigasinya harus lewat mana, akan ketahuan semuanya. Begitu juga kepemilikan konsesi-konsesi akan kelihatan semuanya,” ungkap Presiden Jokowi. Inilah, lanjut Presiden, kenapa bertahun-tahun Kebijakan Satu Peta ini tidak terealisasi, karena terlalu banyak kepentingan-kepentingan dan ketakutan-ketakutan, serta kekhawatiran-kekhawatiran. “Kalau saya enggak khawatir. Saya perintahkan sudah dua tahun ini. Nama-namanya akan kelihatan semuanya nanti, tapi yang bisa buka hanya saya,” ucap Presiden seraya menamahkan, ke depan juga dengan adanya peta digital ini, tidak perlu lagi ada izin lokasi. Presiden menegaskan, pemerintah sudah berkomitmen Kebijakan Satu Peta ini harus jalan. Ia mengaku malu, kalau di era big data seperti sekarang ini, belum ada Kebijakan Satu Peta. Kini dengan adanya Kebijakan Satu Peta, Presiden Jokowi menginginkan akan ada satu standar, satu referensi. Tidak seperti sekarang ini , satu kementerian punya peta sendiri. “Satu referensi, satu basis data, dan satu geoportal, yang intinya agar tidak ada tumpang tindih, agar ada kepastian, agar ada kejelasan, dan ada konsistensi kita dalam membangun negara ini,” tegas Presiden Jokowi. Tampak hadir dalam kesempatan itu antara lain Menko Perekonomian Darmin Nasution, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indarwati, Menteri Desa PDTT Eko Sanjojo, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo, dan Ketua DPD RI Oesman Sapta. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan lahan yang tumpang tindih paling banyak terdapat di Kalimantan dan Sumatra. Untuk Kalimantan, luas lahan yang tumpang tindih tercatat 10,43 juta hektare (ha), dimana angka ini mencapai 19,3 persen dari total seluruh lahan di Kalimantan seluas 53,98 juta ha. Sementara itu, luas lahan yang mengalami tumpang tindih di Sumatra mencapai 6,47 juta ha atau 13,3 persen dari total luas lahan di Sumatra yang mencapai 48,62 juta ha. Darmin bilang sebagian besar lahan tumpang tindih dengan kawasan hutan. Untuk itu, ia berharap pemda segera menyelesaikan peta batas administrasi desa dan kelurahan agar peruntukan masing-masing lahan bisa terlihat dengan jelas. "Ke depan, perlu dukungan lembaga dan pemerintah daerah lolaborasi terobosan untuk mempercepat timpang tindih di Indonesia," katanya. Kebijakan satu peta sendiri merupakan amanat dari paket kebijakan ekonomi ke-delapan dan ditindaklanjuti melalui Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016.(cnn/DND/JAY/ES)
Kebijakan Satu Peta Diluncurkan
Rabu 12-12-2018,03:14 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :