Belakangan muncul wacana agar pengelolaan SMA dan SMK dikembalikan lagi ke pemerintah kabupaten/kota. Mendikbud Muhadjir Effendy merespons aspirasi tersebut. Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu berencana mengumpulkan kepala dinas pendidikan (kadisdik) kabupaten/kota se-Indonesia. Dalam pertemuan itu, Muhadjir akan menyampaikan solusinya. ”Ada baiknya (pengelolaan SMA-SMK) dengan skema pembantuan,” ujar Muhadjir. Skema pembantuan yang Muhadjir maksudkan adalah pengelolaan SMA-SMK melibatkan kedua pihak. Yakni, duet pemprov dan pemkab/pemko. Solusi tersebut dipilih Muhadjir dengan alasan tidak perlu mengubah Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). Pengambilalihan pengelolaan SMA-SMK dari Pemkot ke Pemprov terjadi sejak 2016 lalu. Hal itu merujuk UU 23 Tahun 2014 tentang Pengganti UU 32 Tahun 2004 bahwa manajemen pengelolaan SMA-SMK berada di tangan pemprov. Namun, penerapannya dua tahun kemudian, yakni 2016. Selama dua tahun dikelola pemprov, 2016–2018, wali kota di sejumlah daerah mengeluh. Mereka khawatir setelah diambil alih pemprov, pengelolaannya tidak maksimal. Pada pertemuan wali kota bersama Presiden RI Jokowi di Istana Bogor pada 23 Juli 2018 lalu, beberapa wali kota menyampaikan uneg-uneg-nya. Jokowi setuju bahwa pengelolaan SMA-SMK dikembalikan ke kabupaten/kota lagi, asalkan tidak mengubah UU. Celah tidak mengubah UU itulah yang dipegang teguh oleh Muhadjir. Selain pertimbangan tidak mengubah UU, jalan tengah yang diambil Muhadjir juga mengantisipasi kemungkinan terjadinya rebutan alih kelola. ”Kenapa menggunakan kombinasi (duet pemkot-pemprov)? Itu agar tidak terjadi pengkavlingan pengelolaan antara pemda dan pemprov,” kata pria berusia 62 tahun itu. Model seperti ini, lanjut Muhadjir, bisa dipayungi dengan instruksi presiden (inpres). Menurut Muhadjir, penerbitan inpres merupakan cara terhalus dan terdekat untuk mengatasi ”kisruh” pengelolaan SMA-SMK. Sebab berdasarkan pengamatannya, tidak semua kabupaten/kota meminta pengelolaan dikembalikan. ”Banyak juga daerah yang setuju (SMA-SMK dikelola pemprov),” kata dia. ”Alasannya, kalau dikelola provinsi, dana daerah tidak berkurang banyak dan bisa dialihkan untuk kepentingan lainnya,” tambah pria kelahiran Madiun itu. Disinggung mengenai apa saja keluhan wali kota terkait pengelolaan SMA-SMK oleh provinsi, Muhadjir menyebut ada tiga masalah. Pertama, pemindahan aset pendidikan daerah yang beralih ke provinsi tergolong rumit. Kedua tanggung jawab pendanaan tidak jelas. Ketiga, khawatir pemprov tidak maksimal mengelola SMA-SMK.(jpg/bun)
Desakan SMA Negeri Dikembalikan ke Pemkab dan Pemkot
Senin 06-08-2018,03:32 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :