JAKARTA-Belakangan beberapa calon kepala daerah (Cakada) di beberapa wilayah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain mereka yang sudah ditangkap, KPK menyatakan 90 persen cakada berpotensi jadi tersangka. Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan, memang ada beberapa peserta yang mengikuti pilkada serentak tahun ini terindikasi sangat kuat untuk menjadi tersangka kasus korupsi. "Mereka diduga melakukan korupsi di waktu-waktu yang lalu,” terangnya ditemui dalam rakernis Bareskrim Polri di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Selasa (6/3). Namun, Agus mengaku tidak bisa menyebut satu per satu nama cakada tersebut. Yang pasti, ada beberapa orang yang potensial ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Saat ditanya berapa presentasenya, dia menyebut 90 persen. ”Tapi, bukan 90 persen dari semua peserta. Hanya 90 persen (pasti tersangka) dari beberapa peserta,” beber mantan kepala LKPP itu. Cakada yang berpotensi menjadi tersangka itu di antaranya petahana alias masih menjabat tapi maju lagi di pilkada. Serta ada pula birokrat yang telah berhenti dari jabatannya. "Namun, sekarang maju untuk pilkada yang tingkatannya lebih tinggi,” papar Agus. Dia menjelaskan, monitoring sementara ini peserta pilkada yang potensial tersangka tersebar di sejumlah daerah. Seperti Jawa dan Sumatera. ”Banyak daerah, maaf tidak bisa disebutkan satu per satu,” jelasnya. Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Arsul Sani mengkritik Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pernyataan akan menjerat kepala daerah sebagai tersangka rasuah. Arsul menilai, ketua KPK sebagai penegak hukum senang menggunakan future tense atau rencana kerja yang akan datang. “Penegak hukum itu tidak boleh pakai future tense, pakainya present tense. Grammar-nya harus itu, hari ini ada dua alat bukti umumkan siapa saja (tersangkanya),” ungkap Arsul di gedung DPR, Jakarta, Rabu (7/3). Dia mengingatkan, KPK jangan membuka wacana baru sehingga publik mempertanyakan siapa saja calon kepala daerah yang sudah 90 persen berpotensi sebagai tersangka. “Kalau kulturnya penegak hukum seperti begitu, tapi nanti ternyata tidak terbukti, ini kan namanya KPK tidak berjalan (dari masa lalu),” katanya. Arsul menjelaskan, dulu KPK pernah memberikan spidol kuning hingga merah kepada calon menteri kabinet Joko Widodo. Namun, kata dia, sampai sekarang ini siapa yang mendapatkan warna merah itu tidak jelas, dan tidak ada tindak lanjutnya. “Sampai sekarang yang tadinya disebut warna merah kemudian disebut sebagai tersangka kan tidak jelas itu barang. Tidak pernah terjelaskan kepada publik,” ujarnya. Dia menegaskan, ini bukan persoalan menguntungkan atau tidak. Tapi, kata dia, kultur penegak hukum tidak boleh seperti ini. Menurut dia, seharusnya KPK menetapkan calon kepala daerah sebagai tersangka itu sebelum partai memutuskan mengusung calon. “Iya (terlambat). Menurut saya, itu KPK secara tidak sadar kemudian melakukan politisasi proses hukum,” paparnya. Arsul memang tidak melihat bahwa KPK punya kepentingan politik. Namun, kata dia, ini persoalan ketidakmatangan KPK saja sebagai penegak hukum. “Saya kira penegak hukum itu present tense. Apa pun yang dilakukan tidak boleh future atau akan, akan,” kata sekretaris jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini. Sementara, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto enggan menanggapi pernyataan ketua KPK tentang 90 cakada yang terkait kasus korupsi. Menurutnya, itu sudah menjadi ranah hukum yang tidak bisa ditanggapi meski Golkar termasuk partai yang mengusung calonnya untuk pilkada. "Tentu kami kan azasnya praduga ?tidak bersalah, jadi saya tidak berkomentar hal tersebut," ujar Airlangga. Meski begitu, Menteri Perindustrian tersebut memastikan partainya sudah membuat acara dengan KPK untuk membina para kepala daerah. Dalam pertemuan itu, kepala daerah dan cakada diingatkan untuk mengelola keuangan dengan baik. "Kami mengingatkan kepada kepala daerah, maupun mereka yang maju di dalam pilkada bahwa diharapkan bisa meningkatkan integritasnya dan tidak melakukan hal-hal yang secara hukum tidak diterima," tegas Airlangga. Di sisi lain, Airlangga mengaku tidak bisa menjamin kadernya termasuk yang diincar KPK. Dia hanya berharap semua kader menghindari perbuatan korup tersebut. Kalau pribadi-pribadi siapa yang bisa jamin, tapi kami sudah punya pakta integritas. Begitu ada persoalan tentu dari pihak DPP akan mengambil tindakan segera," tegasnya. Dia juga mempersilakan KPK menindak jika ada kader yang terbukti bersalah korupsi. "Silakan, itu kEwenangannya KPK asal dilakukan sesuai dengan perundangan berlaku," pungkas Airlangga. (jpc/esa)
Petahana Jadi Incaran KPK
Kamis 08-03-2018,09:31 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :