JAKARTA-Kementerian Pertanian memproyeksikan Toko Tani Indonesia (TTI) sebagai penghubung utama produsen pangan dengan pembeli. Penempatan TTI diyakini akan memangkas mata rantai niaga pangan yang selama ini terlampau panjang dan membuat harga sulit dikendalikan. Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan Agung Hendriadi mengungkapkan bahwa TTI akan berhubungan langsung dengan gabungan kelompok tani (gapoktan) di daerah-daerah. TTI akan menjadi penyalur langsung tanpa melalui pengepul ataupun tengkulak. “Saat ini, sudah bergabung 2.740 gapoktan se-Indonesia,” katanya. Agung menjelaskan, TTI akan menjadi outlet terakhir yang menjual produk pangan. Selain mata rantainya yang singkat, Agung menjamin tidak ada TTI yang menjual komoditas di atas harga acuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Selain TTI di daerah, Kementan juga membangun TTI Center, yang berfungsi sebagai hub (terminal) bagi peredaran pangan di kota-kota besar. Saat ini, sudah ada 5 TTI Center yang beroperasi, yakni DKI Jakarta, Serang, Palembang, Bandar Lampung, Sulawesi Selatan, serta Makassar. TTI Center juga berfungsi sebagai tempat mencari komoditas pangan yang diinginkan. Seorang yang ingin mendapatkan beras atau gula dengan harga yang wajar dan kualitas yang bagus misalnya, bisa langsung mendatangi TTI Center. Staf di TTI Center lantas akan mencarikan pada TTI terdekat yang punya stok langsung dari produsen. Sistem ini nantinya juga bisa diandalkan jika terjadi kelangkaan pada satu komoditas. Jaringan TTI akan membantu mendeteksi daerah mana yang masih memiliki stok yang cukup. Kementan bahkan tengah mengembangkan aplikasi khusus yang bisa menyediakan data real time tentang ketersediaan komoditas. Pembeli di berbagai daerah bisa mengetahui di mana ia bisa menemukan komoditas yang dibutuhkannya. “Jadi beli beras nanti bisa online,” kat Agung. Selain memangkas rantai distribusi, TTI juga diharapkan bisa memangkas jumlah pemain dan spekulan sepanjang mata rantai pangan. Jika informasi sudah real time, maka pemerintah pun bisa dengan mudah melakukan pasokan silang antar daerah dengan stok berlebih kepada daerah yang stoknya kurang. “Tidak butuh lagi penumpukan dan penimbunan di gudang-gudang,” kata Agung. Menejer TTI Center Kementan Inti Pertiwi Nashwari mengungkapkan mata rantai konvensional bisa sepanjang 6 hingga 10 mata rantai. Contohnya beras, petani menjual pada pengepul, kemudian baru pada bandar-bandar besar di daerah. “Pengepul pun kadang ada yang beberapa tahap, dikumpulkan pada pengepul yang lebih besar,” katanya. Dari bandar besar di daerah, beras dikirim ke pasar-pasar besar. Seperti Pasar Beras Induk Cipinang (PBIC) untuk wilayah Jabodetabek. Setelah turun di pasar, beras masih akan ditampung oleh bandar-bandar besar sebelum disalurkan pada pemasok-pemasok kecil, baru kemudian diangkut ke toko-toko besar. “Toko-toko itu milik pedagang besar, kadang juga harus disalurkan lagi ke toko yang lebih kecil, baru sampai ke konsumen,” katanya. Dengan adanya sistem TTI, Inti berharap bahwa dari sekian ribu ton beras yang didistribusikan lewat mata rantai konvensional, ada beberapa yang melewati mata rantai TTI yang sederhana dan terjamin sesuai standar harga dari pemerintah. “Meskipun untuk saat ini, kami masih terhitung kecil dibandingkan bandar-bandar itu,” ungkapnya. (jpg/bha)
Beli Beras Bisa Online di Toko Tani Indonesia (TTI) Kualitas Terjamin Harga Standar Pemerintah
Senin 16-10-2017,07:48 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :