Kereta Cepat Jakarta-Semarang 2,5 Jam, Surabaya 5 Jam

Senin 09-10-2017,02:03 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

JAKARTA - Bulan depan tim gabungan Jepang-Indonesia merampungkan studi pembangunan kereta cepat Jakarta–Surabaya. Tahun depan proyek pun mulai digarap. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, persiapan proyekkereta cepat Jakarta–Surabaya terus bergulir. Tahun depan tahap pertama proyek menggarap jalur Jakarta–Semarang dan diperkirakan bisa mulai beroperasi 2019. ”Untuk rute sampai Surabaya selesai dua tahun berikutnya,” ujarnya kemarin (8/10). Menurut Budi, kereta itu nanti didesain bisa melaju hingga kecepatan 160 kilometer (km) per jam. Namun, dalam operasionalnya, kereta mungkin tidak akan dipacu hingga kecepatan maksimal. ”Jadinya kereta semicepat,” katanya. Mantan direktur utama PT Angkasa Pura II itu mengungkapkan, dengan kecepatan 140–150 km/jam, jarak Jakarta–Semarang nanti bisa ditempuh hanya dalam waktu 2,5 jam. Waktu tempuh tersebut jauh di bawah waktu tempuh kereta eksekutif Jakarta–Semarang yang saat ini butuh waktu 5,5–6 jam. ”Sedangkan rute Jakarta–Surabaya nanti bisa ditempuh dalam 5 jam,” ucapnya. Menurut Budi, berdasar kajian awal tim Jepang–Indonesia, kereta cepatJakarta–Surabaya akan melaju di atas jalur rel eksisting yang saat ini sudah memiliki dua lajur (double track). Pilihan itu lebih memungkinkan bila dibandingkan dengan harus membangun jalur rel baru. ”Proyek ini sekaligus bisa mengurangi kemacetan jalan,” ucapnya. Sebagaimana diketahui, saat ini di jalur kereta Jakarta–Surabaya ada setidaknya 500–800 lintasan sebidang kereta api. Karena itu, ketika kereta lewat, jalan terpaksa ditutup. Banyaknya jadwal perjalanan kereta api membuat penutupan jalan kian sering dilakukan. Akibatnya, timbul kemacetan. ”Jadi, nanti perlintasan sebidang itu diganti flyover (jalan layang) dan underpass (jalan bawah),” ujarnya. Pembangunan 500–800 flyover maupun underpass itu akan masuk skema proyek kereta cepat Jakarta–Surabaya. Selain bisa mengurai kemacetan, flyover dan underpass juga diharapkan bisa menekan angka kecelakaan yang sering terjadi di lintasan kereta api. ”Jadi, banyak manfaat yang bisa didapat,” katanya. Penggunaan jalur rel eksisting juga disebut Budi bisa menurunkan kebutuhan investasi dari awalnya Rp 80 triliun menjadi kisaran Rp 50 triliun–Rp 60 triliun. Sebab, tidak perlu lagi ada pembebasan lahan dalam jumlah besar. Dana investasi itu juga akan dipakai untuk membenahi jalur rel yang melewati bukit atau tikungan. Nanti jalur dibuat lebih lurus dan landai. ”Sehingga kereta bisa melaju lebih kencang,” ucapnya. (lyn/c10/owi)

Tags :
Kategori :

Terkait