TANGERANGEKSPRES.ID, SERANG — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Serang telah menuntaskan kegiatan reses masa sidang tahun 2025. Dalam pelaksanaannya, para legislator turun langsung ke masyarakat untuk menjaring aspirasi, kritik, serta keluhan yang berkembang di tengah warga.
Hasil reses ini nantinya akan menjadi bahan penting dalam menyusun arah pembangunan daerah, terutama menjelang pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan perencanaan anggaran 2026.
Wakil Ketua II DPRD Kota Serang, Muhammad Farhan Azis, mengatakan bahwa mayoritas aspirasi masyarakat yang diterima dewan masih berkutat pada persoalan klasik, seperti masalah infrastruktur dasar serta polemik dalam proses Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB).
"Aspirasi mereka perlu didengarkan dan disalurkan oleh dewan secara langsung sehingga harus menjadi prioritas. Di dewan, kami akan maksimalkan hasil reses ini untuk dikawal karena sebentar lagi kita akan rapat pembahasan RPJMD untuk arah pembangunan kita selama lima tahun ke depan. Juga akan ada pembahasan anggaran untuk tahun 2026," kata Farhan.
Farhan menjelaskan bahwa persoalan infrastruktur menjadi keluhan yang paling banyak disampaikan oleh masyarakat dari berbagai kecamatan. Warga mengeluhkan kondisi jalan lingkungan yang belum tersentuh pembangunan, terutama di kawasan perkampungan yang dinilai masih tertinggal dibanding wilayah perkotaan.
“Ini masalah normatif tapi tetap penting. Masih banyak kampung-kampung di Kota Serang yang belum terlayani dengan baik infrastruktur dasarnya. Ini bukan isu baru, tapi penyelesaiannya memang belum merata,” ungkapnya.
Selain itu, persoalan pendidikan juga turut mencuat dalam reses kali ini. Banyak orang tua siswa mengaku kecewa karena anak-anak mereka gagal diterima di sekolah negeri saat proses SPMB berlangsung. Akibatnya, tidak sedikit yang terpaksa menyekolahkan anaknya di sekolah swasta dengan biaya yang lebih tinggi.
"Keluh kesah soal penerimaan siswa baru juga banyak disampaikan. Banyak yang gagal masuk sekolah negeri dan akhirnya terpaksa ke swasta. Ini akan menjadi bahan evaluasi kami untuk perbaikan pelaksanaan di tahun depan," ujar Farhan.
Farhan juga mengkritisi sistem zonasi dan mekanisme non-akademik yang dinilai subjektif dan membuka ruang praktik titip-menitip. Ia menilai perlu ada sistem penilaian yang terukur, seperti menggunakan nilai ujian atau NEM.
“Kalau kita melihat carut-marutnya sistem sekarang, lebih baik ke arah yang bisa diukur secara kuantitatif, seperti nilai ujian (NEM). Kita tahu sendiri maraknya titip-menitip, dan itu sulit diawasi karena penilaiannya subjektif. Termasuk sistem zonasi juga masih menimbulkan persoalan,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Serang, Nur Agis Aulia juga menegaskan bahwa pemerintah akan menindaklanjuti hasil reses DPRD dan aspirasi masyarakat.
Ia mengatakan bahwa mayoritas aspirasi yang disampaikan berkutat pada isu infrastruktur, mulai dari jalan, drainase, hingga keluhan soal pendidikan dan mekanisme SPMB.
“Hasil reses kebanyakan soal infrastruktur, jalan, drainase, kemudian juga soal sekolah, soal SPMB dan lain-lain. Yang pasti, hasil dari reses dan aspirasi warga akan direalisasikan melalui anggaran perubahan tahun depan, yaitu di perubahan 2026,” ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa dalam sistem perencanaan pembangunan daerah, terdapat dua jalur utama yaitu dari DPRD dan dari pemerintah kota. Masing-masing memiliki saluran aspirasi tersendiri, baik melalui pokok-pokok pikiran (pokir) dewan maupun hasil musrenbang dari pemerintah.
“Karena perencanaan itu ada dua ya, dari DPRD dan pemerintah kota. DPRD juga punya satu hal yang spesial, yaitu melalui pokir. Proses perencanaan di Bappeda itu ada yang dari aspirasi masyarakat, aspek masyarakat itu dari musrenbang. Nah nanti ketemu, masing-masing saya punya dan fraksi-fraksi yang lain juga punya,” jelasnya.