TANGERANG – Mulai 1 April 2017, Revisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 32 Tahun 2016 akan diberlakukan dengan masa transisi selama tiga bulan. Revisi Permenhub tersebut mengatur tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Sebanyak 11 poin yang diatur dalam Revisi Permenhub tersebut hingga saat ini masih menuai pertentangan, terutama dari penyedia layanan taksi online seperti Grab, Uber dan Go-Jek.
Pertentangan itu dijawab oleh pemerintah. Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Pudji Hartanto Iskandar mengungkapkan, tarif angkutan online masih bisa bergerak fluktuatif. Asalkan, tidak lebih rendah dari batas bawah dan lebih tinggi dari batas atas. Dengan kata lain, ada kesempatan untuk turun hingga batas bawah pada jam senggang dan naik pada jam sibuk. Beda dengan angkutan konvensional yang tarifnya flat sejak pagi hingga malam. “Nanti hitungannya (batas tarif) per kilometer. Per kilometernya berapa rupiah itu akan dilihat,” ujarnya ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, kemarin (30/3). Untuk batas bawah dan batas atas pun, kata dia, nantinya lebih rendah dari ketentuan tarif batas bawah dan batas atas dari angkutan konvensional. Presentase diambil dari batas tarif dari angkutan konvensional yang sudah ada. “Misalnya, dari jarak A ke B dengan menggunakan konvensional itu Rp 50 ribu. Sekarang tinggal maunya berapa untuk online? 10 persen atau 20 persen. Mudah saja,” ungkapnya. Disinggung soal kuota, Pudji mengungkapkan perhitungan masih berada di tangan daerah. Namun, dia memastikan, kuota ditentukan berdasarkan kebutuhan total untuk armada angkutan umum di daerah tersebut. Sehingga, perhitungannya digabung. Angkutan konvensional akan berbagi dengan onlie untuk memenuhi kuota tersebut. “Kebutuhan armada dibagi secara proporsional,” ujar Mantan Kapolda Sulawesi Selatan itu. Sementara itu, kerjasama baru disepakati oleh GO-JEK Indonesia dan PT Blue Bird. Secara khusus, GO-JEK Indonesia akan menyediakan layanan khusus pemesanan kendaraan Blue Bird melalui menu baru GO-Bluebird. Kemarin (30/3), peresmian kerja sama dihadiri langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Menhub menyampaikan apresiasi terhadap kolaborasi yang dilakukan antara kedua perusahaan tersebut. Menurut Budi, menyatukan penyedia transportasi konvensional dengan penyedia transportasi transportasi aplikasi daring bukan sesuatu yang mudah. “Ini mimpi kami dari Kementrian Perhubungan, akhirnya dua penyedia layanan transportasi ini bertemu di satu titik. Tidak mudah, saya yakinkan dan akhirnya menghasilkan satu koalisi. Ini membanggakan,” ujar Budi saat memberikan sambutan kemarin (30/3). Revisi Permenhub ini tidak mengatur secara jelas soal ojek online. Pemerintah masih berkeinginan melimpahkan wewenang mengatur ojek online kepada masing-masing daerah. Sementara hal itu dirasa cukup merepotkan oleh pemda. Seperti halnya Pemkot Tangerang, yang akan membahasnya bersama pemda lain. Khususnya dengan pemerintahan di wilayah Jabodetabek. Kepala Dinas Perhubungan Kota Tangerang Saeful Rohman mengatakan, kesepahaman aturan teknis antardaerah sangat diperlukan untuk meminimalisir reaksi keberatan dari para pengemudi online tesebut. “Kami wacanakan membahasnya bersama untuk merumuskan aturan yang tepat,” ungkap Saeful. Pejabat yang sebelumnya menduduki posisi Asda I itu mengaku, hingga kini masih belum memiliki pola tentang cara penanganan angkutan online. Supaya semua kepentingan bisa diakomodir, baik dari sisi kebutuhan transportasi masyarakat selaku konsumen, maupun pekerja yang bergelut menjadi pengemudi ojek online. “Dalam waktu dekat ini, kami kembali akan mengundang kepolisian dan Kementerian Perhubungan. Termasuk perwakilan Organda dan perwakilan ojek online,” tutur Saeful. Sementara untuk menerapkan Revisi Permenhub Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak Dalam Trayek, mobil yang digunakan untuk angkutan online wajib mematuhi persyaratan yang telah ditentukan. Seperti melaksanakan uji Kir, memasang stiker yang menandakan angkutan online dan berbadan hukum. “Artinya pelaku usaha atau pemilik kendaraan harus memenuhi 11 syarat untuk menjadi taksi online,” imbuhnya. Sedangkan pengaturan terkait kuota atau jumlah ideal antara kendaraan konvensional dan online, Saeful mengaku belum bisa memberi penjelasan lebih rinci. “Di Kota Tangerang, terdapat sekitar 3.380 taksi konvensional. Sementara untuk taksi online, kami belum memiliki datanya. Sebab sulit untuk menembus perusahaan pembuat aplikasi,” jelas Saeful. Ia mengaku, hingga kini belum mengetahui di mana alamat pembuat aplikasi itu. Sementara Ketua Komisi IV DPRD Kota Tangerang Turidi menerangkan, Permenhub Nomor 32 Tahun 2016 telah direvisi. Untuk itu, ia meminta Pemkot secepatnya membuat aturan teknis angkutan umum online tersebut sehingga dapat menciptakan ketertiban di jalan raya. “Pemkot melalui Dishub, mesti melakukan penambahan rambu pengatur lalu lintas disertai penegakan disiplin,” tutur Turidi. (tam/jpg/bha)Tarif Angkutan Online Tetap Fleksibel
Jumat 31-03-2017,08:43 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :