TOL JAKARTA-SURABAYA Beroperasi Sebelum Mudik 2018

Selasa 04-07-2017,09:07 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

JAKARTA-Infrastruktur untuk mudik Lebaran 2018 sudah mulai dipersiapkan. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menargetkan sebelum Lebaran tahun depan, Tol Transjawa dari Jakarta ke Surabaya sudah tersambung dengan sempurna. Basuki menjelaskan, saat ini masih ada beberapa ruas tol yang belum tersambung karena terkendala pengadaan tanah. Beberapa ruas lainnya belum terbangun sempurna. “Sebelum mudik tahun depan, harus sudah nyambung sampai Semarang dan Jawa Timur. Yang sekarang kan bukan jalan tol. Itu lean concrete. Nanti 2018 mudah-mudahan sudah jadi tolnya. Termasuk yang Salatiga-Solo,” kata Basuki saat ditemui di Kantor Kementerian PUPR kemarin (3/7). Hal tersebut dibenarkan Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) kementerian PUPR Herry TZ. Dia mengatakan, beberapa ruas tol fungsional akan resmi beroperasi dalam waktu dekat. Seperti ruas tol Bawen-Salatiga dan Kertosono-Mojokerto. Sementara ruas tol fungsional lainnya dijadwalkan untuk operasional di akhir tahun. Seperti ruas tol Pejagan-Pemalang, Solo-Ngawi, dan Ngawi-Kertosono. “Untuk ruas tol Batang-Semarang targetnya sebagian sudah bisa beroperasi. Kalaupun nantinya masih fungsional, tidak seperti sekarang. Sudah berbentuk tol,” ungkap Herry. Herry mengatakan, kendati waktunya hanya setahun, dirinya cukup yakin target tol Jakarta-Surabaya bisa tersambung bisa tercapai. Menurutnya, setahun ke depan ini, penyelesaian ruas tol relatif lebih ringan karena persoalan pengadaan tanah sudah hampir rampung 100 persen. sehingga, setahun ini, pihaknya akan fokus pada pembangunan fisik. “Kalau tahun sebelumnya kan tanahnya masih belum ada. Sekarang sudah tinggal konstruksi,” kata dia. Sambil menyelesaikan pengerjaan Tol Transjawa, Herry mengatakan, pihaknya juga mulai menggarap tol yang menyambungkan bagian utara dengan bagian selatan Pulau Jawa. “Tegal ke Cilacam sudah dalam plan. Ini prakarsa badan usaha. Nanti juga kita akan mulai fokus ke selatan. Dari Cileunyi sampai Cilacap,” ujar Herry. Selain fokus menyiapkan infrastruktur jalan tol, Kementerian PUPR juga akan terus memperhatikan infrastruktur jalan nasional. Basuki mengatakan, berdasarkan evaluasi mudik kemarin, dia melihat ada beberapa titik kemacetan yang perlu diurai dengan membangunan flyover. “Ada Nagrek, Limbangan, dan sebagainya yang saya amati. Berarti nanti akan fokus ke situ untuk mudik 2018,” terang Basuki. Sebelumnya Kementerian PUPR memfungsikan empat flyover di Brebes pada mudik lebaran tahun ini. Yakni Dermoleng, Klonengan, Kesambi, dan Kretek. Flyover tersebut terbukti mampu mengurai kemacetan. Terutama kemacetan yang disebabkan oleh perlintasan kereta api. Selain menggarap jalur utama, yakni jalan tol dan jalan arteri, Basuki juga berencana untuk menggarap jalur alternatif. “Jalan arteri dan tol itu kan backbone. Untuk jalur alternatif nanti akan menggunakan jalan provinsi. Terutama yang diagonal ke arah selatan dari Banyuputih (Batang),” ungkapnya. Sementara itu, posko angkutan lebaran resmi ditutup kemarin (3/7). Dari kegiatan yang telah berjalan, mulai dari arus mudik hingga arus balik dinilai jauh lebih baik dari penyelenggaran pada tahun sebelumnya. Pengamat Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menuturkan, keberhasilan ini bisa terwujud karena koordinasi yang baik antar kementerian/lembaga. Yang paling penting, adalah adanya satu komando di lapangan. “Sebelumnya kan sendiri-sendiri ya. Tahun ini sudah satu komando di Kakorlantas. Jadi bisa lebih cepat untuk pengambilan keputusan,” tuturnya. Meski tak ada kejadian menonjol seperti tragedi Brebes Exit (Brexit) tahun lalu, penyelenggaraan angkutan lebaran ini masih bisa mengantongi nilai sempurna. Djoko memiliki beberapa catatan merah. Seperti misalnya, manajement rest area yang buruk. Seolah tak belajar dari tahun-tahun yang lalu, pada 2017, rest area masih menjadi salah satu penyebab utama kemacetan lalu lintas di ruas jalan tol. Terlihat pada arus mudik lalu. Pemudik harus terjebak berjam-jam untuk melalui tol Jakarta-Cikampek karena aktivitas keluar masuk rest area. Dan, itu kembali terjadi pada arus balik ini. “Memang lebih baik macet di titik start dari pada di ujung. Karena dengan begitu, masyarakat bisa pikir-pikir dulu lewat mana. Bukan terjebak di dalam. Tapi tetap saja, ini manajement masih buruk,” ungkapnya. Harusnya, kata dia, kepolisian bisa lebih tegas untuk mempercepat aktivitas pemudik di rest area. Bila memang dirasa terlalu lama, bisa segera diminta bergeser. Selain itu, pihak operator jalan tol bersama dengan kepolisian harus memberi informasi sejak 1 Kilometer sebelum rest area jika memang ditutup atau padat. Sehingga, tak ada antrean di bahu kiri jalan. “Kadang ini yang tidak diberitahu. Kalau ada informasi kan kendaraan bisa langsung jalan,” ujarnya . Untuk evaluasi angkutan penumpang, Djoko menuturkan tak ada catatan khusus. Menurutnya, seluruh moda sudah menunjukkan kemajuan dibanding sebelumnya. Moda angkutan darat misalnya. Usai kembali diambil alih Kementerian Perhubungan (Kemenhub), hampir seluruh terminal tipe A telah diperbaiki. Tak ada lagi namanya toilet yang tak layak. Kecuali di daerah DKI Jakarta, yang memang hingga kini masih berada ditangan kepala daerah. “Armadanya sendiri sudah banyak upgrade. Ada bus tingkat misalnya. Tapi memang, untuk rute jarak jauh sulit untuk ditambah. Karena orang juga pasti lebih naik pesawat biar gak lelah,” jelasnya. Moda kereta api dan udara pun sama. Performa dinilai maksimal. Tak ada laporan delayed panjang hingga menyebabkan penumpukan penumpang. “Penyeberangan pun sama. Tak ada antrean panjang. Roda dua dan empat sudah dipisah. Hanya saja memang harus diperketat lagi soal manifest,” tegasnya. Selain catatan-catatan tersebut, Djoko juga menyoroti soal mudik kendaraan roda dua untuk jarak jauh. Seperti dari Jakarta-Jogjakarta bahkan ada juga yang nekat dari Jakarta ke Surabaya. Dia meminta kejadian ini bisa dikendalikan tahun depan. Kalau perlu, dilarang keras. “Paling jauh kalau dari Jakarta ya sampai Brebes lah. Lebih dari itu dilarang,” katanya. Dia menyarankan, agar pemerintah bisa mengalihkan sepenuhnya melalui kapal laut atau moda angkutan lain. Sehingga, pemudik roda dua bisa dikurangi. Pada angkutan lebaran 2017 sendiri, jumlah pemudik roda dua diperkirakan mencapai 6,07 juta di seluruh Indonesia. Dia berpendapat, mudik dengan kendaraan roda dua ini sangat rawan kecelakaan. Bukan hanya karena faktor kelelahan, namun juga terkadang barang bawaan yang terlampau banyak. Belum lagi jumlah penumpang yang diisi lebih dari dua orang. “Angka kecelakaan pada angkutan lebaran tahun ini juga masih didominasi roda dua meski dinyatakan turun,” ujarnya. (jpg/bha)

Tags :
Kategori :

Terkait