Acam Copot Pangdam dan Kapolda, Karhutla 2019 Menurun Ketimbang 2015

Jumat 07-02-2020,03:35 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan kembali akan mencopot Panglima Kodam dan Kapolda jika tak mampu menangani kebakaran hutan dan lahan yang muncul di masing-masing daerahnya. Sementara Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD menyebutkan dampak kebakaran hutan dan lahan sepanjang 2019 lalu tak lebih buruk, dari luas lahan terdampak, ketimbang bencana serupa yang terjadi pada 2015. Acaman copot Pangdam dan Kapolda disampaikan kembali oleh Jokowi saat memberikan pengarahan tentang upaya peningkatan pengendalian karhutla tahun 2020 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (6/2). “Aturannya saya ulang, khusus TNI Polri yang wilayahnya ada kebakaran besar, hati-hati Pangdam, Kapolda, Danrem, Dandim, hati-hati kapolresnya. Tegas saya sampaikan, pasti saya telpon, ke Panglima ke Kapolri kalau ada kebakaran di wilayah kecil agak membesar, saya tanya dandimnya sudah dicopot belum,” ujar Jokowi. Aturan ini mulai diberlakukan sejak 2016 lalu setelah bencana besar kebakaran hutan dan lahan pada 2015 silam terjadi. Ia mengatakan, aturan ini kembali disampaikannya mengingat adanya pergantian pimpinan baru di masing-masing daerah. Jokowi pun menyampaikan apresiasinya atas kerja keras yang telah dilakukan oleh seluruh pihak dalam menangani karhutla di berbagai daerah yang muncul setiap tahunnya. Akibat karhutla yang terus menerus terjadi ini, jutaan hektare lahan pun terbakar. Pada 2015 silam, karhutla yang terjadi menghabiskan 2,5 juta hektare lahan. Sedangkan pada 2017, luas lahan yang terbakar pun semakin menurun menjadi sekitar 150 ribu hektare. Namun sejak 2018 hingga 2019, luas lahan yang terbakar justru semakin meningkat. “Tapi 2018 naik lagi menjadi 590 ribu hektare. Ini ada apa? Sudah bagus-bagus 150 ribu kok naik lagi. 2019 naik lagi jadi 1,5 ini apa lagi, apa kurang yang dicopot? Apa kurang persiapan?” keluhnya. Jokowi mengatakan tak ingin Indonesia mengalami karhutla besar seperti yang dialami oleh negara lain. Di Rusia, kata dia, karhutla menghanguskan 10 juta hektare lahan, sedangkan di Brasil karhula menyebabkan 4,5 juta hektare lahan terbakar. Bahkan, karhutla di Australia membakar sekitar 11 juta hektare lahan. “Ada 500 juta satwa yang mati karena kebakaran di sana. Berarti kehilangan plasma nutfah, baik flora dan fauna. Ini yang kita tidak mau, kekayaan yang tak bisa dihitung dengan nilai uang,” jelas Jokowi. Karena itu, Presiden menekankan agar jajarannya segera memadamkan jika muncul titik api atau hotspot sekecil apapun. Sehingga karhutla pun tak semakin besar dan menjadi bencana yang sulit ditangani. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD menyebutkan dampak kebakaran hutan dan lahan sepanjang 2019 lalu tak lebih buruk, dari luas lahan terdampak, ketimbang bencana serupa yang terjadi pada 2015. Mahfud membeberkan data, hutan dan lahan yang terbakar pada 2019 seluas 1,59 juta hektare di seluruh Indonesia. Angka ini masih lebih kecil dari luas lahan dan hutan yang terbakar pada 2015 lalu yakni 2,61 juta hektare. Tak hanya itu, Mahfud juga memaparkan bahwa kejadian transboundary haze atau pencemaran asap lintas-batas negara pada 2019 lalu masih lebih baik ketimbang yang terjadi di negara-negara lain seperti Rusia, Brazil, Kanada, bahkan Bolivia. Sepanjang 2019, pemerintah mencatat kejadian pencemaran asap lintas batas negara selama 10 hari. Bahkan pada 2015 lalu, ujar Mahfud, Singapura sempat membuat aturan perundang-undangan tentang pencemaran asap lintas batas yang berasal dari Indonesia. Melalui beleid tersebut, Singapura mengklaim memiliki wewenang untuk melakukan tindakan hukum terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan di negara lain, yang asapnya mengganggu warganya. Mahfud juga menggandeng Badan Restorasi Gambut (BRG) untuk terus melanjutkan upaya pengelolaan dan pemulihan lahan gambut. Bila luasan hutan dan lahan yang terdampak kebakaran mengalami penurunan pada 2019, ketimnbang 2015, tetapi kondisi udara justru lebih buruk. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkap Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) Karhutla di Provinsi Jambi sangat buruk. Bahkan catatan ISPU Jambi tahun 2019 lebih buruk dibandingkan 2015.(rep)

Tags :
Kategori :

Terkait