Didesak Buruh Tolak Omnibus Law Cilaka, DPRD Keluarkan Rekomendasi

Kamis 30-01-2020,07:48 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

TIGARAKSA - Ratusan demonstran dari Aliansi Buruh Tangerang Raya (Altar) mendatangi gedung DPRD Kabupaten Tangerang, Rabu (29/1). Mereka pawai dari titik kumpul di Kecamatan Cikupa mengendarai sepeda motor dan mobil bak terbuka dengan pengeras suara. Buruh mendesak dibuatkan rekomendasi penolakan Undang-undang tenaga kerja masuk dalam drafting Omnibus Law Undang-undang Cipta Lapangan Kerja (Cilaka). Awalnya, aksi berjalan damai dari pukul 10.00 WIB hingga 15.00 WIB. Perwakilan demonstran diterima pimpinan dewan untuk bernegosiasi pada pukul 13.00 WIB. Namun, massa memaksa masuk ke gedung DPRD Kabupaten Tangerang guna mendesak percepatan diterbitkannya surat rekomendasi. Massa diadang petugas kepolisian dan Satpol PP. Sempat terjadi aksi saling dorong dan adu mulut. Namun, situasi mereda setelah pimpinan dewan menemui mereka dan menunjukan surat bukti rekomendasi penolakan Omnibus Law Ketenagakerjaan. Sebelumnya, elemen buruh dari Altar melakukan sweeping ke beberapa perusahaan di Kecamatan Tigaraksa dan Cikupa. Mereka memaksa keluar para pekerja dari pabrik yang masih beroperasi. "Keluar, keluar, saya tahu permasalahan yang ada membelenggu buruh. Hari ini kita berjuang untuk kesejahteraan buruh. Ayo semua keluar, kosongkan pabrik," ajak salah satu buruh. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tangerang, Adi Tiya Wijaya menyetujui tuntutan buruh. "Sepanjang  omnibus law tidak berpihak kepada buruh. Kita setuju untuk menolak," tegasnya kepada Tangerang Ekspres. Koordinator Aksi Altar, Jayadi mengatakan, ada beberapa poin dari omnibus law undang-undang cipta lapangan kerja yang merugikan buruh. Ia menilai, aturan baru hasil dari omnibus law menguntungkan pengusaha dan tenaga kerja asing. "Alasan buruh sudah jelas kami dengan omnibus law. Sebelum kita bahas ini, kita sudah ditindas dengan PP 78 dan ini kami tidak mau lagi dengan omnibus law. Walaupun bahasanya adalah cipta lapangan kerja ternyata ada 6 cluster yang merugikan buruh. Salah satunya akan dibayar upahnya dengan sistem per jam per bulan dan bukan dengan sistem UMK," jelasnya. Jayadi memaparkan, otomatis undang-undang ketenagakerjaan hasil omnibus law akan mengilangkan tunjangan pesangon. "Pengusaha menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, sudah jelas, harus membayar sesuai dengan ketentuan pemerintah. Apabila tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah dan aturan, mereka terkena pidana," tutupnya. (mg-10)

Tags :
Kategori :

Terkait