Siap Mainkan! Komisioner KPU Dibui

Jumat 10-01-2020,08:01 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat Wahyu Setiawan dan tiga orang lainnya ditahan sebagai tersangka. Mereka diduga kuat terlibat kasus suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI dari PDIP, periode 2019-2024. Keempat tersangka sebelumnya terjaring operasi tangkap tangan KPK di Bandara Soekarno-Hatta. Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, Wahyu diduga menerima suap bersama mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina. Agustiani juga telah ditetapkan tersangka dalam perkara ini. "Setelah melakukan pemeriksaan sebelum batas waktu 24 jam, dilanjutkan dengan gelar perkara. KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah terkait penetapan anggota DPR RI terpilih tahun 2019-2024," ujar Lili dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (9/1). Lili menyatakan, keduanya diduga menerima suap senilai total Rp650 juta. Dengan rincian, Wahyu Setiawan Rp200 juta, Agustiani Rp450 juta. Sebagian besar uang suap yang diterima Agustiani, rencananya bakal diberikan kepada Wahyu Setiawan. Adapun tersangka pemberi suap yakni mantan calon anggota legislatif (caleg) DPR RI Dapil Palembang I dari PDIP Harun Masiku dan pihak swasta bernama Saeful. Dikatakan Lili, suap diberikan agar Harun Masiku ditetapkan sebagai DPR melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW) oleh KPU, menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia sebelum pencoblosan saat pileg, Maret 2019. Sebelumnya, KPU telah menetapkan caleg PDIP Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin. "Sejalan dengan penyidikan tersebut, KPK menetapkan empat orang tersangka," ucap Lili. Penetapan ini diketahui merupakan hasil dari operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta, Depok, dan Banyumas pada Rabu (8/1) dan Kamis (9/1). Tim KPK mengamankan delapan orang dan menyita Rp400 juta dalam bentuk dolar Singapura. Serta buku tabungan. Dalam konstruksi perkara, mulanya pada Juli 2019 salah seorang pengurus DPP PDIP memerintahkan seorang advokat bernama Doni, untuk mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara. Pengajuan gugatan materi tersebut terkait dengan meninggalnya caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas pada Maret 2019. Meski sudah meninggal dunia, Nazarudin mendapatkan suara terbanyak dan mendapatkan 1 kursi di DPR RI. "Gugatan itu kemudian dikabulkan Mahkamah Agung (MA) pada 19 Juli 2019. MA menetapkan partai politik (parpol) adalah penentu suara dan pengganti antar waktu (PAW)," ucap Lili. Hasil penetapan MA kemudian menjadi dasar PDIP berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai caleg menggantikan Nazarudin. Namun, pada 31 Agustus 2019, KPU menggelar rapat pleno dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin. Dua pekan berselang, atau tepatnya 13 September 2019, PDIP kembali mengajukan permohonan fatwa MA. Lalu, pada 23 September 2019 mengirimkan surat berisi penetapan caleg. Saeful lalu menghubungi Agustiani Tio Fridelina dan melakukan lobi guna meloloskan Harun Masiku sebagai PAW. Selanjutnya, Agustiani mengirimkan dokumen dan fatwa MA yang diterima dari Saeful kepada Wahyu Setiawan untuk membantu proses penetapan Harun Masiku. "Dan WSE (Wahyu Setiawan) menyanggupi membantu dengan membalas, 'Siap, mainkan!'," kata Lili. Untuk membantu penetapan Harun Masiku sebagai anggota DPR PAW, Wahyu Setiawan meminta dana operasional sebesar Rp900 juta. Untuk merealisasikan hal tersebut, dilakukan dua kali proses pemberian uang. Pemberian pertama terjadi pada pertengahan Desember 2019. Salah satu sumber uang yang tengah didalami oleh KPK adalah pemberiaan Rp400 juta. Uang suap itu ditujukan kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina, Doni, dan Saeful. Wahyu kemudian menerima uang dari Agustiani sebesar Rp200 juta di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan. Pemberian kedua dilakukan pada akhir Desember 2019 lalu. Dengan rincian, Harun Masiku memberikan uang sebesar Rp850 juta kepada Saeful melalui seorang staf di DPP PDIP. Saeful lalu memberikan Rp150 juta kepada Doni. Sisanya, Rp700 juta dipecah untuk diberikan kepada Agustiani Tio Fridelina sebesar Rp450 juta, dan Rp250 juta untuk operasional. Agustiani lalu berencana memberikan Rp400 juta kepada Wahyu Setiawan. Akan tetapi belum sempat diserahkan, 7 Januari 2020 berdasarkan hasil rapat pleno, KPU menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun Masiku sebagai PAW. Sehingga, tetap pada keputusan awal. "Setelah gagal di rapat pleno KPU, WSE (Wahyu Setiawan) kemudian menghubungi DNI (Doni) menyampaikan telah menerima uang dan akan mengupayakan kembali agar HAR (Harun Masuki) menjadi PAW," tutur Lili. Pada Rabu (8/1), Wahyu Setiawan meminta sebagian uang yang berada pada Agustiani. Uang ini yang diamankan Tim Satgas KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT). Tim berhasil menemukan dan mengamankan barang bukti uang Rp400 juta dalam bentuk dolar Singapura yang berada di tangan Agustiani. Akan tetapi, Harun Masuki belum tertangkap. Sehingga, Lili meminta Harun untuk segera menyerahkan diri ke KPK. "KPK meminta tersangka HAR (Harun Masuki) segera menyerahkan diri ke KPK dan pada pihak lain yang terkait dengan perkara ini agar bersikap kooperatif," tutupnya.(riz/gw/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait