BPK Temukan Obat Kedaluwarsa, Akibat Proses Distribusi di Kemenkes yang Tidak Cermat

Rabu 06-11-2019,03:18 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan persediaan barang persediaan obat-obatan antiretroviral (ARV) yang dikelola Kementerian Kesehatan senilai Rp2,8 miliar telah kedaluwarsa. Pada Agustus 2019, angka barang atau obat-obatan yang kedaluwarasa akan terus bertambah, karena berdasarkan expired date yang tertera dalam kemasan obat, terdapat sekitar Rp90,4 miliar obat-obatan yang akan melewati masa kedaluwarsa. Informasi mengenai obat-obatan ARV kedaluwarsa ini terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Internal dalam Laporan Keuangan Kementerian Kesehatan Tahun Anggaran 2018. Temuan obat-obatan kedaluwarsa dan akan memasuki kedaluwarsa masing-masing senilai Rp2,8 miliar dan Rp90,4 miliar ini berdasarkan hasil cek fisik tim BPK, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (PP2ML), serta petugas gudang PT KF. Lembaga auditor negara menyebutkan penyebab menumpuknya obat-obatan ARV yang masuk kedaluwarsa tersebut disebabkan oleh proses pendistribusiannya yang tidak cermat. Pemeriksaan di lapangan menunjukkan proses pendistribusian tidak mendahulukan obat-obatan yang memiliki masa kedaluwarsa lebih awal. Dalam pendistribusian efavirenzv (EFV) 600 mg tahun 2018 sebanyak 22.390 tablet dan EFV tahun 2019 sebanyak 801.420 tablet yang tidak memperhatikan tanggal kedaluwarsa. Adapun berdasarkan hasil penelusuran lembaga auditor negara tersebut ada beberapa aspek lain yang membuat obat-obatan ARV yang dikelola Kemenkes mengalami kedaluwarsa. Pertama, kuasa pengguna anggaran di Dit PP2ML Kemenkes belum optimal dalam melakukan perencanaan, pengawasan dan pengendalian terhadap pengelolaan persediaan obat yang sudah maupun akan kedaluwarsa. Kedua, pengurus gudang persediaan obat tidak mendahulukan obat yang ED-nya lebih dekat. Ketiga, Kasubdit HIV AIDS dan PIMS belum menetapkan langkah-langkah untuk meminimalir nilai obat yang tidak termanfaatkan karena kedaluwarsa. Sementara itu, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto diminta berhati-hati dalam menyusun anggaran agar tidak ditangkap KPK di kemudian hari. Peringatan itu disampaikan Anggota Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning dalam dengar pendapat dengan Menteri Kesehatan. Komisi IX DPR mengadakan rapat kerja dan rapat dengar pendapat dengan Kementerian Kesehatan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). "Jangan sampai kita nanti ditangkap KPK karena pimpinan DPR juga ikut tanda tangan," kata dia dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat Komisi IX DPR dengan Kementerian Kesehatan dan beberapa badan terkait kesehatan di Jakarta, Selasa (5/11). Untuk mengurangi kemungkinan penyalahgunaan anggaran, Ribka meminta Kementerian Kesehatan untuk memberikan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) kepada Komisi IX agar bisa ikut menyisir anggaran yang diajukan. Ribka mengatakan Komisi IX akan membantu Kementerian Kesehatan untuk menyisir anggaran agar tidak ada tumpang tindih. Misalnya, sudah dianggarkan di direktorat tertentu, ternyata dianggarkan lagi di direktorat yang lain.(rep)

Tags :
Kategori :

Terkait