Budaya yang Terus Dilestarikan

Senin 05-06-2017,06:30 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

TANGERANG– Dentuman suara tambur menggema di sepanjang Sungai Cisadane tepatnya di Jalan Kali Pasir, Kota Tangerang. Harmoni dentuman mengiringi perayaan Festival Perahu Naga yang berlangsung selama dua hari pada 3 dan 4 Juni. Masing-masing perahu naga beradu cepat. Ada yang bertugas memberikan komando, menabuh tambur dan ada pula yang mengatur arah dan kecepatan perahu.

Perayaan Festival Perahu Naga ini menjadi rutin dilaksanakan masyarakat Tionghoa Tangerang sejak tahun 1910. Festival perahu naga merupakan rangkaian acara Peh Chun dan acara keagamaan umat Konghucu yang digelar beberapa hari silam di Toa Pekong Air atau yang akrab disapa Prasasti Tangga Jamban.

Festival ini melombakan dua kategori yakni Perahu Naga dan Perahu Papak. Dimana masing-masing kategori terdiri dari delapan tim. Tidak ada perbedaan, hanya bentuk perahu saja yang membedakan, dengan jumlah pendayung sebanyak 25 orang. Kerjasama, kekompakan dan komunikasi tim menjadi kunci utama keberhasilan mendayung Perahu Naga dan Papak di lintasan sepanjang 500 meter.

Tan Lie, Ketua Panitia mengatakan, acara ini diadakan Perkumpulan Keagamaan dan Sosial Boen Tek Bio. Sekaligus menjadi bagian dari adat keagamaan umat Konghucu, Twan Yang. “Twan Yang menyampaikan sujud syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkah dan limpahan dari tahun ke tahun,”tukasnya.

Tingginya atensi peserta perahu naga membuktikan bahwa masyarakat Kota Tangerang adalah masyarakat yang majemuk dan memiliki nilai toleransi tinggi antarumat beragama. Tan beraharap Pemkot Tangerang memiliki andil yang besar kedepannya dengan ikut menjadi peserta lomba. Baik itu aparat kepolisian, Satpol PP, dan yang lainnya.“Kita dilimpahi dengan aliran sungai yang luar biasa, maka ada baiknya kita lestarikan dengan menjaga kebersihan dan memanfaatkan potensi yang ada,”imbuhnya.

Oey Tjin Eng, Humas panitia perayaan Peh Cun mengatakan, antusiasme warga setiap tahunnya bertambah, namun sedikit berkurang tiga tahun belakang lantaran festival dirayakan bersamaan dengan bulan puasa.“Meski bulan puasa, kita tetap merayakan festival ini karena sudah menjadi bagian dari masyarakat Kota Tangerang,”tukasnya.

Kedepannya ia berharap agar Festival ini menjadi ramai dikunjungi masyarakat. Sekaligus menjadi ajang edukasi warga mengenai sejarah Kota Tangerang. Namun disatu sisi, ia menyayangkan kondisi sungai Cisadane yang penuh dengan sampah. Sampah tersebut tentunya sangat menghambat proses jalannya festival. (mg01)

Tags :
Kategori :

Terkait