KOTA TANGERANG-Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi tak sepenuhnya memenuhi keinginan warga. Salah satu yang menjadi masalah, jumlah sekolah negeri jenjang SMP dan SMA harus ditambah. Banyak siswa yang tidak masuk ke sekolah negeri, lantaran di sekitar lokasi tempat tinggalnya tak ada sekolah negeri. Kalau pun ada, jaraknya sangat jauh. Dengan PPDB sistem zonasi, yang menitikberatkan pada jarak sekolah dengan tempat tinggal, membuat banyak siswa tak masuk sekolah negeri. Pangamat pendidikan Universitas Negeri Islam Syekh Yusuf (UNIS) Didi Supriadie berpandangan, sistem ini harus dievaluasi. Walau sudah berjalan tiga tahun, PPDB masih saja bermasalah. Banyak diprotes orang tua. "Salah satu yang menjadi masalah dalam sistem zonasi, karena sudah ada stigma tentang sekolah unggulan dan favorit yang ada di setiap daerah. Sekolah favorit biasanya telah memenuhi delapan standar pendidikan nasional. Di sekolah unggulan guru yang mengajar juga sudah pasti memenuhi standar. Pastinya orang tua ingin menyekolahkan anaknya di sekolah favorit. Dengan sistem zonasi ini, menjadi kisruh dan banyak siswa dan orang tua yang kecewa tak bisa masuk sekolah favorit," ujarnya saat Press Confrence di Kampus UNIS, Kamis (27/6). Didi yang juga mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten juga menambahkan, perlu dilakukan koordinasi berjenjang antara pemerintah provinsi dan kota/kabupaten terkait keberadaan sekolah dan jumlah lulusan. "Untuk SMA misalnya, di semua kecamatan belum semua ada sekolah negeri. Kalau ada rencana pembangunan sekolah negeri, pihak pemprov perlu koordinasi ke pemerintah kota atau kabupaten, untuk menentukan lokasi yang ideal, yang siswanya padat," ujarnya. Didi menjelaskan, perlu ada sinergitas antara SD dengan SMP. Begitupun SMP dengan SMA. Dengan cara tersebut, kisruh PPDB tidak akan terjadi lagi. Untuk itu harus dilakukan evaluasi untuk masalah PPDB ini. "Jadi nanti dari SD sudah memetakan siswanya berdomisili di mana dan merekomendasikan sekolah di SMP mana. Hal yang sama juga dilakukan pada siswa SMP yang ingin masuk SMA. Kalau itu bisa dilakukan, masalah PPDB bisa teratasi,"ungkapnya. Sementara itu, Rektor UNIS Mustafa Kamil mengungkapkan, prinsip PPDB zonasi itu kredibel, jujur, akuntabilitas. Namun, label sekolah favorit, membuat semua orang tua ingin menyekolahkan anaknya ke sekolah favorit. "Ketika diterapkan zonasi menjadi masalah. Karena zonasi belum menjawab kebutuhan kualitas pendidikan. Contoh kasus di Surabaya, dengan penerapan zonasi banyak anak yang frustasi karena tidak bisa masuk ke sekolah yang diinginkan,"imbuhnya. Mustafa menjelaskan, perlu dilakukan evaluasi dan riset ulang sistem PPDB yang terbilang belum matang. Selain itu, sosialisasi tentang PPDB juga harus dilakukan jauh-jauh hari. "Penerapan zonasi harusnya tidak hanya berdasarkan letak geografis (jarak) tempat tinggal saja. Tapi harus disesuaikan dengan jumlah lulusan dan jumlah ketersediaan sekolah yang ada di wilayah," katanya. Menurut Mustafa, penerapan zonasi juga bisa dilakukan dengan memasukkan siswa yang belum tertampung ke wilayah yang zonasinya padat ke wilayah yang zonasinya kosong. "Jadi kalau ada siswa yang di daerahnya jumlah sekolah dengan siswanya tidak sebanding, kalau nanti mau daftar ke zonasi lain yang masih kosong harusnya bisa diterima,"tutupnya. (mg-9)
Sekolah Negeri Kurang dan Label Unggulan Jadi Biang Masalah
Jumat 28-06-2019,08:39 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :