JAKARTA -- Perlindungan warga sipil menjadi tema besar dari konferensi internasional yang bertajuk 'Preparing Modern Armed Forces for Peacekeeping Operations in the 21st Century'. Konferensi ini diselenggarakan atas kerja sama Komite Internasional Palang Merah (ICRC) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) serta didukung Kementerian Luar Negeri Indonesia. Konferensi ini menyoroti isu-isu kontemporer serta tantangan dalam operasi pemeliharaan perdamaian di era modern. Hal tersebut termasuk pelindungan warga sipil dan pelayanan kesehatan serta peran penjaga perdamaian (peacekeepers) perempuan. Kepala Delegasi Regional ICRC untuk Indonesia and Timor-Leste, Alexandre Faite mengatakan, pentingnya membuat suatu forum terbuka yang membicarakan pengalaman, tantangan, dan pembelajaran yang dapat dipetik dari operasi pemeliharaan perdamaian. Faite mengatakan selama bertahun-tahun ICRC sudah memperlajari perkembangan isu dan tantangan upaya memperjuangan kemanusiaan di lapangan. "Melalui wadah seperti pertemuan ini, kami berupaya berdialog dengan negara-negara, pejabat militer dan komunitas kemanusiaan mengenai isu-isu penting seperti ini. Kami menyambut baik Indonesia menganggap isu ini sangat penting di bawah kerangka mandatnya dalam Dewan Keamanan PBB untuk 2019-2020,” katanya, Rabu (26/6). Dalam pernyataannya yang dibacakan Kepala Staf Umum TNI Letnan Jenderal Joni Supriyanto, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menekankan pentingnya menggalang kerja sama regional dan global untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat sipil dan personil medis dalam konflik bersenjata serta peningkatan peran prajurit wanita dalam misi pemeliharaan perdamaian dunia. “Sangat penting bagi kita untuk memberikan perhatian pada aspek kemanusiaan dari lahirnya konsep Multi Domain Battle (MDB) yang menggabungkan tekonologi persenjataan untuk peperangan darat, laut dan udara secara serentak pada satu operasi militer,” katanya. Konferensi ini menandai 20 tahun kerja sama antara ICRC dan TNI di bidang diseminasi hukum humaniter internasional (HHI) bagi perwira TNI. Mempertemukan 145 perwira militer dan atase militer dari 28 negara dan dua organisasi internasional. Dialog antara kedua organisasi tersebut sudah berkembang dari tahun ke tahun. Program diseminasi HHI sudah menjangkau lebih dari 20 ribu perwira militer Indonesia. Dalam kesempatan itu juga Joni Supriyanto mengatakan TNI akan meningkatkan partisipasi personel perempuan penjaga perdamaian (female peacekeepers) dalam berbagai misi pemeliharaan perdamaian PBB, dari empat ke tujuh persen. "Kita sangat berharap pada posisi strategis di PBB. Sekarang ini kami sedang berupaya mengisi bagaimana kekuatan personel perempuan untuk penjaga perdamaian meningkat dari empat persen ke tujuh persen," ujar Joni. Menurut Joni, TNI terus berupaya untuk meningkatkan peran personel perempuan dalam misi pemeliharaan perdamaian. Peran personel TNI perempuan ini di antaranya sebagai agen untuk melakukan pendekatan pada warga lokal di wilayah perang dan konflik serta untuk membangun proses rekonsiliasi saat konflik. "Tujuan dari partisipasi personel perempuan adalah untuk mampu mendapatkan simpati masyarakat lokal dengan mudah. Perempuan lebih mudah menampung aspirasi masyarakat lokal sehingga lebih mudah mencegah peningkatan konflik," katanya. Dia menyebutkan sejauh ini TNI telah menyumbangkan sekitar 2.850 personel sebagai bagian kontingen pasukan penjaga perdamaian PBB dari Indonesia. Secara keseluruhan, berdasarkan catatan Kementerian Luar Negeri, per 31 Maret 2019, Indonesia telah mengirimkan 3.080 personel, termasuk 106 personel perempuan, yang tersebar untuk delapan misi pemeliharaan perdamaian PBB.(rep/ant)
Indonesia Tuan Rumah Konferensi Perdamaian
Kamis 27-06-2019,03:05 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :