Wanto Minta Pemkot Ajak Pengembang Urus Sampah, Tangsel Darurat Sampah
Wakil Ketua DPRD Kota Tangsel, Wanto Sugito.-Endang Sahroni/Tangerang Ekspres-
TANGERANGEKSPRES.ID, SETU — Persoalan sampah di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dinilai telah berada pada kondisi darurat. Wakil Ketua DPRD Kota Tangsel, Wanto Sugito, meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Tangsel segera mengambil langkah strategis dengan melibatkan para pengembang besar dalam penanganan krisis sampah yang kian memburuk.
Wanto menegaskan, situasi pengelolaan sampah saat ini tidak bisa lagi dianggap sebagai kondisi normal. Menurutnya, keterbatasan daya tampung Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang membuat penanganan sampah harus dilakukan secara luar biasa dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
“Situasi hari ini sudah tidak bisa dikatakan normal. Ini sudah kategori darurat sampah. Saya mendorong eksekutif, dalam hal ini Pemerintah Kota Tangsel, untuk segera menggelar pertemuan Forkopimda,” ujar Wanto, di Gedung DPRD Kota Tangsel, Kamis, 18 Desember 2025.
Ia menjelaskan, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) memiliki peran penting karena melibatkan unsur pimpinan daerah dan penegak hukum, mulai dari kepolisian, kejaksaan, pimpinan DPRD, hingga pimpinan eksekutif. Melalui forum tersebut, Wanto berharap dapat dirumuskan solusi bersama yang cepat dan terukur.
Tak hanya itu, Wanto juga meminta agar Pemkot Tangsel memanggil dan melibatkan para pengembang besar yang selama ini mengelola kawasan secara mandiri, seperti BSD City, Bintaro Jaya, dan Alam Sutera. Menurutnya, pengembang memiliki kapasitas dan sumber daya yang bisa dioptimalkan dalam kondisi darurat seperti saat ini.
“Panggil pihak pengembang. Ada BSD, Bintaro, Alam Sutera, dan lainnya yang mengelola sampah secara mandiri. Dalam situasi darurat, ayo kita gotong royong. Berapa kemampuan Bintaro, berapa kemampuan Sinarmas, untuk membantu mengangkut sampah setiap hari,” kata politisi PDI Perjuangan ini.
Wanto memaparkan, setiap harinya volume sampah di Tangsel mencapai sekitar 1.000 ton, sementara yang masuk ke TPA Cipeucang hanya sekitar 500 ton. Kondisi ini semakin diperparah karena TPA Cipeucang saat ini sudah tidak bisa dioptimalkan secara maksimal.
“Cipeucang sudah tidak bisa menampung lagi. Sementara TPS 3R yang ada sekarang sifatnya hanya transit. Sampahnya pun tidak bisa dibuang ke Cipeucang karena aksesnya ditutup,” jelas politisi yang juga menjabat Sekretaris DPD PID-P Banten ini.
Ia juga menyoroti keberadaan pengembang besar yang tersebar di berbagai wilayah Tangsel. Sinarmas, misalnya, berada di Kecamatan Setu dan Serpong, Bintaro Jaya di kawasan Pondok Aren dan Ciputat, sementara Alam Sutera berada di Kecamatan Serpong Utara. Menurut Wanto, keberadaan mereka seharusnya bisa dimaksimalkan untuk membantu penanganan sampah di wilayah sekitar.
“Kita dari DPRD hanya melakukan fungsi pengawasan. Hal ini sebenarnya sudah pernah disampaikan dalam rapat kerja. Bahkan, dalam pertemuan dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) kemarin saya hadir dan meminta agar hal ini disampaikan langsung kepada Pak Wali Kota,” ungkapnya.
Namun demikian, Wanto mengingatkan bahwa pelibatan pengembang tentu memiliki konsekuensi biaya yang harus diperhitungkan secara matang.
Ia menekankan pentingnya kajian dari sisi hukum agar kebijakan yang diambil tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari.
“Ini pasti ada dampak cost yang harus dikeluarkan. Dalam perspektif hukum, apakah diperkenankan atau tidak, itu perlu ditinjau bersama penegak hukum. Supaya langkah yang diambil aman dan tidak menimbulkan masalah ke depan,” pungkasnya. (esa)
Sumber:

