BJB NOVEMBER 2025

Jadi Penghambat Optimasi Ekonomi Banten, Ketimpangan Utara-Selatan Hambat Optimasi Ekonomi Banten

Jadi Penghambat Optimasi Ekonomi Banten, Ketimpangan Utara-Selatan Hambat Optimasi Ekonomi Banten

Kepala KPw BI Banten Ameriza M Moesa menyampaikan materi dalam acara Forum Ekonomi Banten 2025 di hotel Aston, Kota Serang, Selasa (9/12). (SYIROJUL UMAM/TANGERANG EKSPRES)--

TANGERANGEKSPRES.ID, SERANG — Provinsi Banten dihadapkan pada tantangan dalam mengoptimalkan kapasitas ekonominya akibat tingginya disparitas atau kesenjengan pembangunan antara wilayah Banten Utara yang didominasi industri, sementara Banten Selatan yang kaya potensi pariwisata dan pertanian.

Hal itu diungkapkan Kepala KPw BI Banten Ameriza M Moesa dalam acara Forum Ekonomi Banten 2025 di hotel Aston, Kota Serang, Selasa (9/12). Ameriza mengatakan, masalah ketimpangan ini menjadi akar penyebab mengapa pertumbuhan ekonomi Banten yang tergolong bagus tidak serta merta mampu menekan angka pengangguran dan kemiskinan.

"Kenapa Banten ekonominya tumbuh bagus, tapi kok masih tetap tinggi tingkat pengangguran, masih tetap tinggi tingkat kemiskinan, karena disparitas itu yang menjadi penyebab," katanya dalam konferensi pers.

Ameriza menyebutkan, erdasarkan letak geografisnya, pembentuk perekonomian Banten sebagian besar berasal dari banten daerah utara yaitu Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, Kota Serang, Kota Cilegon dan Kabupaten Serang sebesar 91,5 persen yang memiliki Kawasan Industri Padat Modal, serta Kawasan Perdagangan dan Perumahan.

"Sementara sisanya kawasan Banten Selatan yakni Kabupaten Lebak dan Pandeglang hanya menyumbang kontribusi kepada pembentukan perekonomian Provinsi Banten sebesar 8,5 persen," ujarnya.

Lebih lanjut, dari sisi investasi sebagai komponen penting dalam perekonomian, disparitas Banten Utara dengan Banten Selatan juga cukup tinggi. Pada renran Januari-September 2025, nilai investasi total di Banten mencapai Rp91,6 triliun yang terutama dikontribusi dari Banten Utara dengan pangsa 98,1 persen. Sementara  Banten Selatan dengan pangsa 1,9 persen dari total investasi baik itu PMA maupun PMDN di Banten.

"Meski kaya akan potensi dan sumber daya, wilayah Banten Selatan masih menghadapi tantangan struktural, yang antara lain keterbatasan ketersediaan infrastruktur baik itu aksesibilitas, konektivitas, utilitas dan fasilitas publik," jelasnya.

"Kemudian sosial budaya masih relatif tingginya angka pengangguran, sisi geografi Banten Selatan memiliki indeks kerawanan bencana yang cukup tinggi, dan sisi kelembagaan belum optimalnya kerjasama pemerintah dan badan usaha," tambahnya.

Tak hanya itu, masih terdapat permasalahan sosial ekonomi dan isu strategis Provinsi Banten yang perlu diperhatikan, antara lain masih cukup tingginya nilai ICOR (Incremental Capital Output Ratio) Banten yaitu sebesar 6.79, lebih tinggi dibandingkan nasional sebesar 6.49 pada 2024.

Hal ini menunjukkan bahwa meski realisasi investasi meningkat, namun belum cukup efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, kemudian tingkat kemiskinan yang cukup tinggi khususnya di Banten Selatan, pada 2024 tingkat kemiskinan di Pandeglang dan Lebak tercatat 9.18% dan 8.14% lebih tinggi dari Prov Banten sebesar 5.70%.

"Tingkat pengangguran yang juga relatif tinggi khususnya di wilayah Selatan, Tingkat Pengangguran Kab Lebak sebesar 6.23%, Pandeglang 8.09%, lebih tinggi dari rerata nasional sebesar 4.91% pada 2024," ungkapnya.

Maka dari itu, kata Ameriza forum ini menekankan pentingnya memanfaatkan momentum pembangunan infrastruktur pemerintah pusat di Banten Selatan, khususnya Jalan Tol dan masuknya MRT, untuk mendorong investasi. Pemerintah daerah diharapkan proaktif memberikan sweetener (insentif) dan kemudahan investasi bagi para investor.

"Mudah-mudahan forum ini bisa berimpac kepada para pengambil kebijakan, mudah-mudahan dengan adanya ini kita bisa mengundang para investor, tapi memang pemerintah daerah harus memberikan kemudahan investasi, dan konsep investasi yang lebih baik," paparnya.

Sementara itu, Asda II Provinsi Banten Budi Santoso mengatakan, pertumbuhan ekonomi Banten pada 2025 tercatat di atas rata-rata nasional sebesar 5,29 persen. Namun, penyebarannya tidak merata.

"Mungkin pertumbuhannya hanya di Banten Utara, dan selatan masih rendah," katanya.

Maka dari itu, untuk mengatasi ketimpangan tersebut, perlu adanya kolaborasi dan sinergitas baik dengan stakeholder maupun Pemerintah Pusat, serta sektor perbankan. Ia mengaku, Pemerintah Pusat telah memberikan dukungan melalui prioritas pembangun jalan tol Serang-Panimbang di wilayah Banten Selatan.

Kemudian, adanya kereta api listrik (KRL) atau CommuterLine jalur Rangkasbitung-Tanah Abang. Selanjutnya, rencana reaktivasi kereta Rangkasbitung-Saketi-Bayah.

"Insya Allah setelah terealisasi akan mempercepat pertumbuhan untuk Banten Selatan," jelasnya.

Selain itu, Pemprov Banten juga mengeluarkan kebijakan sebagai bentuk dukungan pertumbuhan serta pengembangan ekonomi di wilayah Banten Selatan. "Melalui program Bang Andra dengan target (Pembangunan Jalan) 80 kilometer jalan wisata. Untuk mengangkat ekonomi di Banten Selatan," tuturnya.

Termasuk kabupaten/kota di wilayah tersebut yang mempersiapkan tata ruang dengan mengandalkan pembangunan serta potensi jalan tol di wilayah Banten Selatan. Mulai dari perencanaan kawasan industri hingga beberapa industri lainnya.

"Untuk Lebak di Cileles, dan Pandeglang di Bojong. Itu langkah yang sudah kami persiapkan, meski hasilnya belum bisa dilihat dalam satu dua tahun ini," jelasnya.

Apabila seluruh kawasan dan pembangunan tersebut terealisasi, maka pertumbuhan ekonomi di wilayah Banten Selatan mulai bisa terukur. "Nanti BI yang akan mengukur pertumbuhan ekonominya," paparnya. (mam)

Sumber: