Mensos Saifullah Yusuf Ziarah ke Monumen Palagan Lengkong
Menteri Sosial Saifullah Yusuf ziarah ke Monumen Palagan Lengkong, Lengkong Wetan, Serpong Utara, Kamis, 13 November 2025. -(Tri Budi Sulaksono/Tangerang Ekspres)-
Bahwa setiap langkah menuju masyarakat yang adil dan sejahtera adalah bentuk penghormatan sejati bagi mereka yang gugur muda. ”Mari kita warisi bukan hanya kemerdekaannya tetapi, jiwanya jiwa yang berani, jujur dan setia kepada rakyat,” ungkapnya.
”Seperti pesan Daan Mogot sebelum berangkat ke Palagan, Lebih baik gugur sebagai pemuda yang berjuang, daripada hidup panjang tanpa makna. Maka di Palagan Lengkong ini, kita tidak hanya mengenang gugurnya para pahlawan tapi, juga meneladani dan merayakan kehidupan yang mereka berikan sepenuh hati untuk bangsa tercinta,” tuturnya.
”Kami bukan pembangun candi, kami hanya pengangkut batu. Kami angkatan yang mesti musnah. Agar menjelma angkatan baru di atas pusara, kami lebih sempurna. Demikianlah puisi yang ditulis oleh Letnan Satu Soebianto, ditemukan dalam secarik kertas di sakunya, saat beliau gugur di Palagan Lengkong,” tuturnya.
Gus Ipul mengungkapkan, ada tiga nilai penting dari para pahlawan yang ia tangkap dari para putra-putri, cucu-cucu para pahlawan bangsa Indonesia. Pertama adalah kesabaran. Kesabaran untuk menunggu momentum dan kesabaran untuk mengatasi perbedaan.
Para pendiri bangsa kita berasal dari berbagai latar belakang, kelompok dan pemikiran yang berbeda-beda. Namun, mereka memiliki kesabaran luar biasa untuk menyatukan perbedaan itu menjadi kekuatan.
”Kalau mereka tidak sabar, barangkali tidak akan pernah bertemu dalam satu semangat kemerdekaan. Kesabaran itulah yang membuat mereka mampu menundukkan ego pribadi, demi cita-cita bersama,” katanya.
Yang kedua adalah mereka selalu memikirkan kepentingan bangsa diatas kepentingan kelompok. Mereka tidak berpikir untuk dirinya sendiri, bukan untuk kelompoknya, bukan untuk partainya tetapi, untuk kemerdekaan dan kemakmuran bangsa Indonesia.
Dalam proses perjuangan, ada yang maju, ada yang mundur, ada yang mengalah, semuanya dilakukan agar tercipta titik temu untuk Indonesia. Itulah kebesaran jiwa mereka.
”Dan menariknya, setelah mereka berhasil, mereka tidak mencari kemuliaan pribadi.
Mereka kembali bekerja, mengabdi di tempat masing-masing, dengan rendah hati. Ada yang menjadi dosen, pengajar, pelayan masyarakat. Tidak ada yang menonjolkan diri dengan nama besar orang tuanya,” katanya.
Yang ketiga dan mungkin yang paling menyentuh adalah para pahlawan berjuang untuk orang-orang yang tidak mereka kenal. Mereka berkorban bukan untuk anak, saudara, atau keturunannya sendiri tetapi, untuk kita semua generasi yang bahkan belum lahir.
Mereka tidak pernah menghitung siapa yang akan menikmati hasil perjuangan mereka. Dan kini, tugas kita melanjutkan semangat itu, berjuang bukan untuk diri sendiri, bukan untuk keluarga tetapi, untuk masa depan bangsa. Untuk anak-anak yang kelak akan menjadi pemimpin, yang akan memakmurkan negeri ini di masa depan,” ungkapnya.
Sementara itu, Gubernur Banten Andra Soni mengatakan, kegiatan wisata sejarah merupakan upaya strategis kita bersama dalam membangun nilai-nilai perjuangan dan semangat kepahlawanan, serta mengintegrasikannya ke dalam dunia pendidikan dan kebudayaan.
”Melalui kegiatan wisata sejarah seperti ini, generasi muda dapat mengenal lebih dekat berbagai situs perjuangan di Provinsi Banten, antara lain Taman Makam Pahlawan Taruna di Kota Tangerang, Monumen Palagan Lengkong di Tangsel, Banten dan berbagai situs perjuangan lainnya,” ujarnya.
Andra Soni menambahkan, semua itu merupakan sumber inspirasi dan penguatan karakter bangsa yang sangat berharga. Sebagaimana diungkapkan oleh Bapak Proklamator kita, Ir. Soekarno, Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya.
Sumber:


