APBD 2019 Belum Bisa Mengakomodir Honorer
SERANG-Pemprov Banten belum bisa menindaklanjuti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang pengangkatan honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Hal itu dikarenakan, APBD Banten 2019 sudah disahkan dan menunggu hasil evaluasi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Dalam APBD tersebut tidak dianggarkan untuk menggaji PPPK. Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah menilai saat ini pemprov belum bisa menindaklanjuti PP tersebut. Ia beralasan, hal itu menyangkut regulasi penganggaran. "(APBD) 2019 kan tinggal nunggu evaluasi. Paling (dianggarkan) pada perubahan," kata Asep, usai reses, Rabu (5/12). Dijelaskan Asep, pengangkatan honorer menjadi PPPK akan menambah beban APBD, khususnya dari sisi pos belanja pegawai. Meski begitu, untuk penilaian gaji yang akan diterima PPPK ukurannya harus jelas. "Ini kan sangkut pautnya terkait kesejahteraan masyarakat, pegawai, karyawan. Di situ ada ukuran kerja. Tinggal bagaimana pemerintah dalam hal ini Pemprov Banten mengukur PPPK sesuai dengan keahliannya," jelasnya. "Jangan sampai, (orang) sebatas absen lalu pulang lalu absen lagi, tapi gajinya sama dengan orang yang kerjanya maksimal. Tapi secara pribadi saya apresiasi (keluarnya) PP," sambungnya. Menurutnya, PP tersebut juga menjadi solusi bagi para honorer kategori 1 dan 2. "Bisa jadi solusi. Kemarin kan demo-demo, minimal dengan PP ini jadi jawaban," ujarnya. Presiden Joko widodo (Jokowi) telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK, semua warga negara Indonesia memungkinkan untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN). Aturan tersebut membuka peluang seleksi dan pengangkatan bagi tenaga honoprer yang telah melampaui batas usia pelamar pegawai negeri sipil (PNS). Selain itu pemerintah juga memastikan agar skema kebijakan PPPK dapat diterima semua kalangan dan menjadi salah satu instrumen kebijakan untuk penyelesaian masalah tenaga honorer. Berikut perbedaan antara ASN dan PPPK sesuai Undang-Undang No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. PPPK dikontrak minimal satu tahun dan bisa diperpanjang hingga 30 tahun sesuai kebutuhan, kompetensi yang dimiliki dan kinerja yang diperlihatkan. Menggunakan double track, artinya tidak ada pengangkatan PPPK menjadi ASN secara otomatis. Apabila ingin menjadi ASN harus mengikuti jalur tes ASN. PPPK mengisi pos-pos jabatan fungsional seperti auditor, guru atau pustakawan. Mereka bisa masuk dari jalur awal, tengah atau yang tertinggi. Sedangkan ASN mengisi jabatan struktural dan dimaksudkan sebagai policy maker, seperti camat, kepala dinas atau dirjen. ASN memiliki batasan umur pelamar sampai 35 tahun. Sementara, PPPK tak menetapkan batasan umur. Sehingga siapapun yang memiliki kompetensi bisa mendaftar. Dari sisi kesejahteraan, antara PPPK dan PNS setara. Mereka mendapatkan gaji pokok, tunjangan kinerja, dan tunjangan kemahalan. Bedanya, tidak ada pensiun dan jenjang karir. "Namanya pegawai ASN ya sama kesejahteraannya. PPPK juga mendapatkan Nomor Induk Pegawai (NIP) layaknya PNS," ungkap Syamsul Rizal, Kabid Perencanaan SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB). Dia menjelaskan, nantinya setelah PP 49/2018 diundangkan dalam lembaran negara, akan diterbitkan PermenPAN-RB sebagai petunjuk teknis pelaksanaan. Mulai dari usulan kebutuhan PPPK, penetapan formasi, tata cara tes, penetapan NIP, dan lain-lain. Untuk tes calon PPPK, lanjutnya, mirip CPNS. Di mana tesnya dilakukan dengan sistem Computer Assisted Test (CAT) untuk seleksi kompetensi dasar (SKD) dan seleksi kompetensi bidang (SKB). "Jadi baik CPNS maupun CPPPK hanya dites sekali (SKD dan SKB). Kecuali tidak lulus tes, bisa ikut lagi tahun berikutnya," terangnya. Begitu ditetapkan sebagai CPPPK dan mengantongi NIP, lanjut Syamsul, pejabat pembina kepegawaian (PPK) akan menetapkan SK minimal satu tahun kerja. (tb/ang)
Sumber: