GMPT Minta Jaring Terapung Tidak Dilarang

GMPT Minta Jaring Terapung Tidak Dilarang

JAKARTA — Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) berharap pemerintah mengkaji ulang pelarangan keramba jaring apung (KJA) di waduk dan danau. Anang Hermanta, ketua divisi pakan ikan dan udang GPMT mengatakan, budidaya perikanan, baik udang maupun ikan berkembang dari tahun ke tahun di Indonesia, hal ini terbukti dengan semakin banyaknya investor yang masuk dan tertarik dengan mendirikan parik pakan ikan dan udang. Sekurangnya, kata Anang, dalam tiga tahun ini ada lima pabrik baru dari luar negeri yang invetasi di Indonesia. Namun demikian, mulai tahun ini khususnya produksi ikan air tawar cenderung menurun disebabkan karena mulai digusurnya keramba jaring apung (KJA) di waduk dan danau. Sebagaimana diketahui sejumlah daerah tengah mengkaji pengurangan KJA di waduk dan danau, karena KJA dianggap sebagai pencemar utama pencemaran air, padahal hasil riset yang dilakukan oleh Pusat Riset Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan bahwa sumber pencemaran dari budidaya perikanan relatif rendah jika dibandingkan dengan sumber pencemar lainnya dari hulu dan DAS (Daerah Aliran Sungai) "Saat ini para pembudidaya KJA sudah menyadari bahwa mereka mau untuk ditata dan dibina agar budidaya yang mereka lakukan berkelanjutan. Mereka sangat merasakan bahwa air adalah ladang hidup mereka yang harus dijaga kelestariannya,” kata Anang seperti dikutip bisnis.com. Dia pun menyampaikan bahwa dari anggota GPMT juga melakukan upaya upaya yang sama, seperti mengembangkan pakan apung yang ramah lingkungan dimana pakan ini tidak jatuh ke dasar perairan. Juga membuat pakan yang rendah Phospor, serta mengajarkan kepada para pembudidaya mengenai feeding management yang baik. Upaya lain anggota GPMT bersama dengan pembudidaya melakukan bersih-bersih waduk secara berkala. Menurut catatan GPMT, KJA merupakan penyokong terbesar produksi ikan budidaya nasional. KJA juga memberikan sosial ekonomi bagi masyarakat yang sangat besar. KJA memberikan multiplier effect bagi usaha lainnya. Akan menjadi masalah besar bagi produksi ikan nasional dan stake holder budidaya bila KJA digusur atau dinolkan. “Mengingat manfaatnya yang begitu besar, sebaiknya kita bersama-sama menata KJA, membina pembudidaya KJA, mengatur kembali sesuai dengan daya dukungnya, agar KJA ini menjadi usaha budidaya yang berkelanjutan jangan malah di-zero-kan” imbuh Anang. Menteri Kelautan dan Perikanan pun mengatakan bahwa sebagian besar wilayah Indonesaia adalah air, jadi seharusnya usaha perikanan menjadi basis perekonomian utama,yang harus didukung semua pihak. “Meskipun budidaya perikanan sangat dibutuhkan dan harus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pangan, Sustainable Aquaculture is a must “ ujar Susi dalam pertemuan nya dengan sejumlah asosiasi perikanan di Forum Aquatica Asia dan Indoaqua 2018. Lebih jauh Ibu Susi juga menyarankan agar kegiatan budidaya KJA bisa saling mendukung sektor yang lain, seperti pariwisata, misalkan dengan membentuk kawasan Aqua Wisata, seperti Agro Wisata yang saat ini sedang dikembangkan. Selain itu, GPMT juga mengapresiasi kebijakan pemerintah karena telah tersedianya tepung ikan lokal sejak kebijakan pemberantasan ilegal fishing. "Untuk masalah ketersediaan bahan baku lainnya Ibu Menteri telah bersedia menyampaikan kepada Kementan agar ketersediaan bahan baku dari sektor pertanian seperti dedak padi, gaplek agar dijamin produksinya di dalam negeri," kata Anang. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) Slamet Soebjakto menambahkan produksi perikanan budidaya selama 5 tahun terakhir (2013-2017) tumbuh rata-rata sebesar 4,97% tahun. Tahun 2017, katanya, produksi perikanan nasional tercatat 16 juta ton.(bis)

Sumber: