Pemerintah Segera Bubarkan HTI
JAKARTA-Aktivitas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) beberapa pekan belakangan terus menuai kritik. Puncaknya pemerintah memilih langkah tegas. Senin (8/5) Menko Polhukam Wiranto menyatakan akan membubarkan HTI. Mereka dianggap telah melakukan kegiatan yang bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Keputusan itu sekaligus menjadi tanda bahwa pemerintah menambuh genderang perang dengan ormas tersebut. Sebab, HTI menolak disebut anti-Pancasila. Wiranto menjelaskan bahwa pemerintah tidak sembarangan ambil keputusan. Sebelum menyatakan bakal membubarkan HTI. Mereka melakukan kajian mendalam. Itu sesuai arahan Presiden Jokowi berkaitan dengan ormas yang diduga anti-Pancasila. "Presiden telah menugasi jajaran Kemenko Polhukam untuk menyelesaikan itu," kata dia kemarin. Bukan hanya HTI, kajian mendalam juga dilakukan terhadap ormas lain. Namun, dia tidak menjabarkan secara rinci. Menurut mantan panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) itu, niat pemerintah membubarkan HTI bulat pasca rapat koordinasi terbatas yang dia lakukan bersama Menkumham Yasonna H. Laoly, Mendagri Tjahjo Kumolo, dan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian di kantor Kemenko Polhukam kemarin. Rapat tersebut sekaligus menjadi pertemuan final dari rangkain proses kajian yang sudah dilakukan pemerintah. "Saya atas nama pemerintah menyampaikan hasil kajian itu," ujarnya. Berdasar hasil kajian tersebut, sambung Wiranto, sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanalan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional. Kegiatan yang dilaksanakan HTI juga disebut terindikasi kuat bertentangan dengan tujuan, asas, dan ciri berdasar UUD 1945 dan Pancasila yang menjadi landasan NKRI. "Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas," terang dia. Lebih dari itu aktivitas HTI dianggap berdampak luas. Sebab, menimbulkan benturan di masyarakat. "Yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat serta membahayakan keutuhan NKRI," jelas Wiranto. Karena itu, sikap pemerintah tegas. "Pemeritah perlu mengambil langkah-langkah hukum secara tegas untuk membubarakan HTI," sambung pria yang juga mejabat sebagai ketum PBSI itu. Namun demikian, keputusan tersebut tidak lantas mengartikan pemerintah anti terhadap ormas Islam. Pemerintah mengambil keputusan itu semata-mata untuk menjaga keutuhan NKRI. "Yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1946," imbuh Wiranto. Dia pun menjamin proses pembubaran HTI melalui tahapan sesuai ketentuan yang berlaku. Tentu saja melalui lembaga hukum yang memiliki kewenangan mengurus pembubaran ormas tersebut. "Pemerintah tidak sewenang-wenang. Tetapi, tetap bertumpu pada hukum yang berlaku di Indonesia," bebernya dia menegaskan. Berkaitan dengan ormas lain di luar HTI, Wiranto enggan banyak bicara. Yang pasti, pemerintah tidak tinggal diam terhadap ormas yang dinilai anti-Pancasila. "Yang lain nanti terus dipelajari. Ya nggak usah semua. Satu-satu," kata dia. Ketika ditanya soal FPI, Wiranto tidak menjawab. Dia berlalu seraya melambaikan tangan. Meski telah menyatakan akan membubarkan HTI, pemerintah baru akan menyusun langkah. Termasuk mencari bukti-bukti untuk membubarkan ormas tersebut. Yasonna menuturkan, pihaknya akan menyiapkan langkah-langkah hukum untuk membubarkan HTI. Mulai dari surat terguran hingga pengajuan bukti untuk pembubaran organisasi tersebut. ”Langkah-langkah hukumnya kan harus kita sesuaikan. Tapi, alasannya kita kan butuh bukti-bukti kuat,” ujar Yasonna di kantor Wakil Presiden kemarin. Tapi, saat ditanya lebih lanjut terkait bukti yang sudah dimiliki oleh pemerintah, dia enggan mengungkapkannya. Termasuk soal surat terguran terlebih dahulu yang seharusnya dilayangkan kepada HTI sebelum menempuh jalur pembubaran. Itu sesuai pasal 62 UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa surat teguran berupa surat peringatan tertulis diberikan sebelum keputusan membubarkan ormas diambil. Mulai peringatan tertulis kesatu, kedua, sampai ketiga. ”Pokoknya, nanti pasti ada langkah-langkah yang akan kita lakukan ya,” imbuh Yasonna. Untuk membubarkan ormas, pemerintah juga harus membuat laporan kepada lembaga hukum. Prosedur untuk pelaporan tersebut saat ini masih dikoordinasikan. Kemenkumham juga akan mengambil peran untuk menyokong data ke Kemenko Polhukam. ”Ya prosedurnya kan harus kita sampaikan melalui kita (Kemenkum HAM). Semua yang dari Kemenko Polhukam memberi data-data. Kemendagri, Polri, dan Kejagung," kata Yasonna. Menteri dari PDIP itu pun menuturkan, rencana pembubaran HTI juga dilandasi sepak terjang HTI yang menjadi perhatian serius di negara lain. Ada kekhawatiran dari pemerintah pada ormas tersebut. Menurut Yasonna saat inilah waktu yang tepat untuk pembubaran HTI. ”Ya kan ini apa, ini momennya kan,” jelas dia. Senada dengan Wiranto, Tito menjelaskan bahwa rapat kemarin berujung menyimpulkan bahwa HTI dianggap bernahaya untuk keutuhan NKRI. Tito mengatakan. "Ada sejumlah kegiatan yang diduga kuat tidak sesuai dengan UU keormasan," terangnya. Dalam kebijakan itu, Polri berfungsi sebagai pemberi fakta dan bukti pelanggaran UU yang dilakukan HTI. "Pembubaran itu dilakukan dengan mekanisme hukum ke pengadilan," kata dia menegaskan pernyataan Wiranto dan Yasonna. Lebih detilnya, sambung dia, Kemenkumham dan Kemendagri menjadi pihak yang meminta Kejagung untuk mengajukan pembubaran HTI dalam persidangan. "Itu karena HTI berbadan hukum," jelasnya diitemui di RS Sukanto kemarin. Apa fakta dan bukti pelanggaran yang dilakukan HTI? Tito menjawab bahwa faktanya prinsip dari HTI tidak sesuai dengan Pancasila. "Mereka inginnya Khilafah itu," terang mantan Kadensus 88 Anti Teror tersebut. Sebagai pihak yang dituduh anti-Pancasila, HTI dengan tegas menentang tuduhan tersebut. Juru Bicara HTI Ismail Yasanto menyebutkan bahwa, itu merupakan tuduhan yang tidak relevan. "Tidak padat tempatnya," kata Ismail. Karena itu, dia berharap besar pemerintah tidak melanjutkan rencana membubarkan organisasi tempat dia bernaung. "Karena menghentikan dakwah itu tidak saja bertentangan dengan UU, bertentangan dengan hak dari anggota masyarakat untuk sampaikan pendapat dan bertentangan dengan ajaran Islam itu," terang dia. Apalagi, niatan pemerintah membubarkan HTI tidak melalui prosedur yang sesuai dengan UU keormasan. "Tidak boleh ada pembuaran dengan pernyataan sepihak. Dalam UU ormas disebut pembubaran harus lewat pengadilan," kata Ismail. "Dan pengadilan baru bisa diproses jika ada tahapan sebelumnya. SP1, SP2, SP3," tambahnya. Selama ini, HTI tidak pernah mendapat peringatan apapun. Kalau pun mendapat peringatan, Ismail mempertanyakan peringatan tersebut. "Kami tidak pernah melanggar hukum," kata dia menegaskan. Selama berorganisasi, HTI berjalan sesuai asas Islam. Menurut dia asas itu tidak melanggar Pancasila maupun UUD 1945. Bahkan dibolehkan oleh UU keormasan. "Dalam AD/ART disebutkan HTI itu kelompok dakwah berasaskan Islam dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945," terang Ismail. Soal ajaran Khilafah, di menyebutkan bahwa itu ajaran Islam. Bukan ideologi. Karena itu, HTI menolak disebut menyebarluaskan ideologi Khilafah. Menurut mereka itu merupakan ajaran Islam yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Sehingga harus disampaikan. Menurut Ismail, HTI akan terus mencermati proses yang dilakukan pemerintah untuk membubarkan HTI. Namun demikian, ulang Ismail, organisasinya berharap pemerintah menghentikan rencana merema. "Kami berharap proses ini tidak berujung pada apa yang disebut pembubaran. Karena sangat tidak elok dan menciderai hak anak bangsa untuk berpartisipasi dalam membangun bangsa," jelasnya. Tentu saja, sambung dia, HTI akan mengambil langkah yang perlu dilakukan apabila pemerintah meneruskan rencana tersebut. Sementara itu, Ketua DPD HTI Jawa Timur Fajar Kurniawan menegaskan, masyarakat perlu mendapatkan informasi yang jelas terkait pernyataan pemerintah. Menurutnya, organisasi masyarakat tidak akan langsung bubar hanya karena keinginan pemerintah. Mereka tetap harus menunggu ketetapan pengadilan untuk mengetahui nasib dari HTI. ''Yang dinyatakan adalah bahwa pemerintah menempuh upaya hukum. Media jangan mengambil kesimpulan dari statement itu karena keputusan akhir bukan di pemerintah,'' tegasnya. Dia menilai, pernyataan pemerintah ini merupakan blunder politik yang justru bakal menyulut semangat perlawanan komunitas islam. Jika mereka berhasil dibubarkan, tak ada jaminan ormas islam yang lain bakal aman. Karena itu, dia sendiri mengaku tidak gentar dengan keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah. ”Ini semakin menunjukkan kalau pemerintah lebih condong ke pihak neoliberal. Saya yakin kalau rezim kalut seperti ini bakal mendapatkan perlawanan sengit,” ungkapnya. Sementara itu, Kadivhumas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto menuturkan, ada fakta baru dengan munculnya banyak penolakan dari masyarakat terhadap HTI beberapa waktu lalu. Kondisi semacam itu yang dicermati kepolisian. "Penolakan di Malang dan Surabaya, khawatirnya terjadi benturan," terangnya. Dia menuturkan, pembubaran HTI ini bukan terkait aksi damai 411 dan 212. Murni karena ideologinya menolak Pancasila. "Dengan FPI ini beda konteksnya. Yang jelas menolak Pancasila," terangnya. Menurutnya, memang ada sejumlah organisasi lain yang sama seperti HTI. Namun, jumlahnya belum diketahui. "Nanti saya belum bawa datanya semua. Kita cek nanti," paparnya. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yakin bahwa rencana pemerintah untuk membubarkan HTI ini bakal direspon positif oleh sebagian besar warga NU. “Nahdliyyin pasti menyambut baik,” katanya di kantor PBNU kemarin. Pria asal Cirebon ini juga mengucapkan terima kasih kepada pemerintah dengan pembubaran HTI. Menurut Said, rencana pemerintah sudah tepat. Said menilai, selama ini HTI merupakan organisasai yang jelas-jelas bertentangnya dengan ideologi negara indonesia yakni Pancasila. Serta merongrong keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) “Apapun nama organisasinya, kalau mau mengganti pancasila, hendaknya dibubarkan, atau dilarang,” katanya. Langkah selanjutnya adalah bagaimana membina mantan aktivis HTI agar tidak kembali menjadi radikal serta melakukan tindakan-tindakan yang liar. Semua pihak harus melakukan pendekatan dan memberikan pemahaman mengapa Indonesia menjadi nation-state, bukan negara agama ataupun negara suku. “Terutama pemahaman terhadap sejarah indonesia, serta kiprah para ulama,” ucapnya. Alumnus Universitas Umm al-Qura, Makkah ini menegaskan bahwa umat islam tidak perlu lagi mengutak atik negara. Sementara untuk pemrintah, diharapkan tetap tegas dalam bersikap. Dengan begitu, warga negara tidak akan pecah. “NU selalu berada di belakang pemerintah yang sah,” katanya. Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nasir berharap agar langkah pemerintah untuk membubarkan HTI harus konstitusional serta dalam koridor undang-undang. Menurutnya, Pembubaran harus berlaku umum terhadap gerakan apapu yang berlawanan dengan pancasila dan UUD 1945 “Termasuk gerakan komunisme dan separatisme,” katanya. Haedar menengaskan, bahwa Muhammadiyah tegas menyatakan bahwa Indonesia dengan pancasila merupakan Darul Ahdi wa Syahadah (negara kesepakatan) untuk itu, seluruh komponen bangsa harus setuju terhadap dasar negara Indonesia. “Tidak ada yang boleh bertentangan dengan prinsip dan keberadaan NKRI yang didirikan tahun 1945,” ujarnya. Terpisah, Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qaumas pun menyataka dukungan penuh atas langkah pemerintah yang akan membubarkan HTI. Menurutnya, langkah tersebut sangat tepat jika melihat track record HTI yang terus merongrong Pancasila dan NKRI. "Bagi GP Ansor dari dulu, sekarang, hingga waktu yang tak terbilang tetap akan selalu sama. NKRI harga mati," ujarnya di Kantor GP Ansor, Jakarta, kemarin. Selain menempuh secara hukum, lanjutnya, bukan berarti tugas pemerintah selesai. Kalaupun pengadilan nantinya membubarkan HTI, dia yakin, gerakan maupun kader yang ada di bawahnya akan tetap hidup. Pasalnya, pembubaran lembaga tidak lantas mematikan ideologinya. Oleh karenanya, upaya untuk mengidentifikasi kader-kader HTI ditingkat akar rumput harus terus dilakukan. Menurutnya, sejak berdiri di Indonesia 2006 lalu, "Wabah" Yang berkembang sudah cukup luas. "Bahkan tidak sedikit yang sudah masuk ke lembaga pemerintah maupun pertahanan," imbuhnya. Yaqut menegaskan, pihaknya bersama Banser juga akan membantu pemerintah untuk mencegah berkembangnya ideologi tersebut di masyarakat. "Banser harus memperkuat kohesi sosialnya di masyarakat," tuturnya. Hal itu penting guna sebagai langkah persuasif. Rencana pemerintah membubarkan HTI juga menuai komentar dari parleman. Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria mengingatkan pemerintah, untuk tidak begitu saja membubarkan ormas. Pemerintah bisa membubarkan ormas jika sudah dapat keputusan dari pengadilan. "Pemerintah hanya bisa mengusulkan pembubaran sebuah ormas. Jadi biar tidak serta merta siapapun dengan mudah membubarkan ormas," kata Riza di gedung DPR. Riza menilai, saat masih ada ormas lain yang juga membahayakan Indonesia. Pemerintah juga harus menempuh mekanisme prosedural terkait pembubaran ormas. "Apakah pemerintah sudah melewati mekanisme yang benar atau tidak? Saya tidak tahu. Pemerintah itu harus adil, jangan sampai pembubaran ormas nanti dipahami oleh masyarakat disebut Islamphobia, ini yang berbahaya," jelas legislator Partai Gerindra itu. Menurut dia, saat ini juga banyak informasi terkait kegiatan komunisme. Karena itu, sepatutnya pemerintah juga harus melakukan tindakan pembubaran terhadap ormas yang terbukti melakukan aktivitas komunis. Sebab, jelas-jelas komunisme dilarang untuk hidup di Indonesia. "Sekarang jadi terkesan membiarkan bangkitnya komunisme, terbukti dari media sosial dan atributnya ini kan nanti jadi masalah. Ormas Islam dibubarkan tapi PKI dibiarkan jangan sampai begitu," tandas Riza. Serupa dengan Riza, Pakar Hukum Tata Negara Yuzril Ihaza Mahendra menyampaikan, pemerintah tidak begitu saja membubarkan ormas berbadan hukum dan berlingkup nasional. Kecuali lebih dahulu secara persuasif memberikan surat peringatan tiga kali. Jika langkah persuasif tidak diindahkan oleh ormas yang bersangkutan, Pemerintah dapat mengajukan permohonan untuk membubarkan ormas tersebut ke pengadilan. "Dalam sidang pengadilan, ormas yang ingin dibubarkan oleh Pemerintah tersebut diberikan kesempatan untuk membela diri dengan mengajukan alat bukti, saksi, dan ahli untuk didengar di depan persidangan," ungkap dia melalui keterangan tertulis. Lebih lanjut dia mengungkaplan bahwa keputusan pengadilan negeri dapat dilakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung. Berdasarkan Pasal 59 dan 69 UU No 17 Tahun 2013 tentang Ormas, Ormas dilarang melakukan berbagai kegiatan yang antara lain menyebarkan rasa permusuhan yg bersifat SARA, melakukan kegiatan separatis, mengumpulkan dana untuk parpol, dan menyebarkan faham yang bertentangan dengan Pancasila. "Atas dasar alasan itulah maka ormas berbadan hukum dapat dicabut status badan hukum dan status terdaftarnya. Yang sama artinya dengan dibubarkannya ormas tersebut," beber Yusril. Berkaitan dengan rencana pemerintah untuk membubarkan HTI, Yusril berpendapat bahwa pemerintah harus bersikap hati-hati dengan lebih dulu menempuh langkah persuasif baru kemudian menempuh langkah hukum untuk membubarkan ormas tersebut. "Langkah hukum itupun benar-benar harus didasarkan atas kajian yang mendalam dengan alat bukti yang kokoh" ungkap dia. Sebab, jika tidak, permohonan pembubaran yang diajukan oleh Jaksa atas permintaan menkumham itu bisa dikalahkan di pengadilan, oleh para pengacara HTI. Rencana pembubaran HTI, sambung dia, adalah persoalan sensitif karena HTI merupakan ormas Islam. Walaupun belum tentu semua umat Islam Indonesia sefaham dengan pandangan keagamaan HTI, namun keberadaan HTI selama ini dihormati dan diakui kiprah dakwahnya. Di kalangan umat Islam akan timbul kesan yang makin kuat bahwa pemerintah tidak bersahabat dengan gerakan Islam, sementara memberi angin kepada kegiatan-kegiatan kelompok kiri, yang fahamnya nyata-nyata bertentangan dengan falsafah negara Pancasila. Untuk itu, pemerintah wajib mencari tahu apa sebabnya, gerakan-gerakan keagamaan Islam di tanah air akhir-akhir ini menguat dan sebagian meninggalkan sikap moderat dan menempuh cara-cara radikal. "Hal yang lazim terjadi adalah, radikalisme muncul karena suatu kelompok merasa dirinya diperlakukan tidak adil, termiskinkan dan terpinggirkan," kata Yusril. Pemerintah harus bersikap proporsional memperlakukan semua komponen bangsa, sehingga semua golongan, semua komponen merasa sebagai bagian dari bangsa ini. Yang lemah terlindungi dan yang yang kuat terdengar dari tindakan sewenang-wenang.(Bay/Far/Gun/Jun/Idr/Syn/Tau/bil)
Sumber: