Pengangguran Tertinggi di Banten, Pengangguran Lulusan SMK Mendominasi

Pengangguran Tertinggi di Banten, Pengangguran Lulusan SMK Mendominasi

JAKARTA-Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran berkurang 40.000 dalam satu tahun terakhir. Hal ini sejalan dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang turun menjadi 5,34 persen pada Agustus 2018. Jika ditinjau dari sisi Provinsi, Banten menjadi daerah dengan angka pengangguran tertinggi. Tingkat pengangguran di Banten mencapai 8,52 persen. Sementara Bali, menjadi daerah paling minim, hanya 1,37 persen. "Untuk TPT tertinggi di Banten, 8,52%, sementara terendah di Bali 1,37%", ujar Kepala BPS Suhariyanto. Berdasarkan TPT ditinjau dari provinsi pada Agustus 2018, yang dirilis oleh BPS, selain Banten, terdapat 9 provinsi lainnya yang termasuk 10 besar dengan angka pengangguran tertinggi. Ibukota negara, DKI Jakarta menduduki posisi ke-9 dari 10 provinsi dengan angka pengangguran tertinggi. Namun, menurut data TPT BPS ini, jika dibandingkan dengan Agustus tahun lalu, DKI Jakarta justru menunjukkan penurunan angka tingkat pengangguran tertinggi, yakni 0,9%. Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2018 sebanyak 131,01 juta orang, naik 2,95 juta orang dibanding Agustus 2017. Sejalan dengan itu, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga meningkat 0,59 persen poin. "Dilihat dari tingkat pendidikan, TPT untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih mendominasi di antara tingkat pendidikan Iain, yaitu sebesar 11,24 persen," ujar Suhariyanto. Suhariyanto melanjutkan, penduduk yang bekerja sebanyak 124,01 juta orang, bertambah 2,99 juta orang dari Agustus 2017. Lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan persentase penduduk yang bekerja terutama pada Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (0,47 persen poin), lndustri Pengolahan (0,21 persen poin), dan Transportasi (0,17 persen poin). "Sementara lapangan pekerjaan yang mengalami penurunan utamanya pada Pertanian (0,89 persen poin), Jasa Lainnya (0,11 persen poin), dan Jasa Pendidikan (0,05 persen poin). Sebanyak 70,49 juta orang (56,84 persen) bekerja pada kegiatan informal. Selama setahun terakhir, pekerja informal turun sebesar 0,19 persen poin dibanding Agustus 2017," tutur dia. Persentase tertinggi pada Agustus 2018 adalah pekerja penuh (jam kerja minimal 35 jam per minggu) sebesar 71,31 persen. Sementara penduduk yang bekerja dengan jam kerja 1-7 jam memiliki persentase yang paling kecil, yaitu sebesar 2,14 persen. "Sementara itu, pekerja tidak penuh terbagi menjadi dua, yaitu pekerja paruh waktu (22,07 persen) dan pekerja setengah penganggur (6,62 persen)," ujarnya. Perlahan tapi pasti, perekonomian Indonesia terus menanjak. Hal itu terlihat pada kuartal III yang tumbuh 5,17 persen secara year-on-year (YoY). Angka tersebut naik tipis jika dibandingkan dengan kuartal III tahun lalu yang 5,06 persen. Konsumsi rumah tangga masih menjadi pendorong pertumbuhan dengan kontribusi 55,26 persen terhadap PDB. Konsumsi pemerintah juga tumbuh 6,28 persen dan konsumsi lembaga nonprofit rumah tangga (LNPRT) naik 8,54 persen. ’’Karena adanya berbagai persiapan pemilu legislatif dan presiden dan juga mendekati akhir tahun, konsumsi pemerintah biasanya akan digenjot terus,’’ ujar Suhariyanto. Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Erani Yustika menyatakan, pertumbuhan 5,17 persen memang menunjukkan kenaikan secara tahunan. Namun, jika dilihat secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi menurun dari kuartal II yang 5,27 persen. Meski demikian, dia menilai angka tersebut masih cukup positif di tengah sentimen global. ’’Angka itu jelas menggembirakan bila dilihat dari skala tekanan eksternal tersebut,’’ ucapnya di Jakarta kemarin. (jpg/ant)

Sumber: