Getok Menagih Janji Kampanye
SERANG-Aksi unjukrasa yang dilakukan oleh aktivis dari berbagai organisasi kemahasiswaan yang tergabung dalam gerakan empat Oktober (Getok), berakhir ricuh, Kamis (4/10). Unjuk rasa di depan Gedung DPRD Banten, KP3B, Kota Serang, ini digelar bersamaan dengan peringatan HUT ke-18 Provinsi Banten. Dalam aksi itu, demonstran menuntut Gubernur Banten Wahidin Halim merealisasikan janji politiknya. Berdasarkan pantauan di lapangan, gabungan mahasiswa yang berasal dari Kumala, Gamsut, Kumandang, Kumaung, Himata BTR, IMC UIN, Hammas, KMS'30, BEM Unsera, GMTT, SMGI, SWOT, HMI, MPO UIN dan FMI UIN, memulai aksi sekira pukul 14.00 WIB. Mereka secara bergantian melakukan orasi. Aksi tersebut mendapatkan pengawalan ketat dari kepolisian. Kericuhan pecah karena massa aksi memaksa masuk ke dalam gedung untuk menemui Gubernur Banten Wahidin Halim dan Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy. Namun, keinginannya mendapat diadang ratusan polisi yang berjaga di depan pintu gerbang. Tak ayal aksi yang semula tertib akhirnya ricuh. Bahkan kericuhan bertambah karena massa ingin mencegat rombongan gubernur yang akan keluar gedung DPRD Banten. Merasa dihalang-halangi polisi, akhirnya meluapkan kekesalannya dengan membakar ban. Namun, aksi tersebut tidak bertahan lama karena kepolisian langsung memadamkan api. Salah satu aktivis, Rangga mengatakan, unjukrasa tersebut dipicu pada situasi dan kondisi Banten yang dinilai belum cukup maju. Ia juga menilai, visi misi yang digaungkan Gubernur dan Wakil Gubernur Banten gagal untuk direalisasikan. "Janji kampanye WH-Andika soal kesehatan, pendidikan dan infrastruktur belum terealisasi. Kesehatan gratis yang pakai KTP gagal dilakukan, lalu pendidikan gratis juga gagal," katanya. Dijelaskan Rangga, berbicara infrastruktur, masih terjadi disparitas. Ia mencontohkan, di daerah Banten Selatan tepatnya di Kabupaten Pandeglang masih belum tersentuh pemerataan pembangunan. “Sama halnya dengan ekonomi. Kami meminta WH-Andika mewujudkan pemerataan ekonomi dalam bentuk ekonomi kerakyatan. Di mana tanah-tanah profuktif dekola dengan baik oleh masyarakat, sehingga mampu mengembangkan serta menjamin kesejahteraan masyarakat yang mandiri,” jelasnya. Namun, imbas dari meningkatnya industri dan alih fungsi lahan di kabupaten/kota mengakibatkan konflik agraria. “Terjadi penyusutan lahan produktif. Dilihat dari data Badan Pusat statistik (BPS), selama satu dekade dari tahun 2013, penyusutan lahan di Banten mencapai 2.830 hektar,” paparnya. ”Bukan hanya itu, dampak-dampak lingkungan dari industri berdampak luas. Seperti pencemaran Sungai Ciujung, Cidurian dan pencemaran udara di kabupaten/kota," sambungnya. Ia mengungkapkan, good goverment yang dicita-citakan hanyalah omong kosong. “Banyak masalah-masalah yang terjadi di Pemprov Banten terurama KKN yang masih merajalela, OPD yang nakal, serta oknum pejabat yang menyalahgunakan wewenangnya,” ujarnya. Selain itu, massa juga meminta gubernur dan wakil gubernur mendatangi para aktivis untuk menandatangani MoU. Namun, massa akhirnya kecewa karena yang datang adalah Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah. “Kami mau eksekutif bukan anggota legislatif,” teriak salah satu mahasiswa.(tb/ang/bha)
Sumber: