BI Klaim Rupiah Masih Aman
Jakarta--Bank Indonesia (BI) mengklaim pelemahan nilai tukar rupiah yang telah menyentuh kisaran Rp15 ribu per dolar AS dalam beberapa hari ini masih aman. Dalihnya, suplai dan permintaan dolar AS di dalam negeri masih terjaga. "Jangan lihat level (nominal rupiah), ini masih aman, yang penting supply and demand mash jalan," ucap Deputi Gubernur BI Mirza Adityaswara di Kompleks Gedung BI, Kamis (4/10). Menurut Mirza, terjaganya suplai dan permintaan dolar AS tercermin dari hasil pemantauan bank sentral yang menunjukkan bahwa kondisi likuiditas di lembaga keuangan masih mencukupi. Ia mencontohkan, rata-rata rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) bank saat ini masih berada di atas 20 persen. Hal ini terjadi di kelompok Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) I-IV atau bank dengan modal minim sampai yang paling besar. "BUKU I sampai BUKU IV, (CAR) di atas 20 persen, jadi strong (kuat), soalnya minimum kan 8,5 persen. Kalau pakai risiko, minimumnya 14 persen, tapi sekarang semua di atas 20 persen," terangnya. Sekalipun ada indikasi pengetatan likuiditas, Mirza memastikan bank sentral akan segera bergerak untuk menstabilkan likuiditas. Misalnya, menyediakan instrumen atau skema baru yang bisa menambah pasokan likuiditas dolar AS di dalam negeri. "BI selalu siapkan likuiditas dengan nama term repo. Jadi BI pasti akan masuk ke pasar untuk tambah likuiditas, jika likuiditas rupiah mengetat. Tapi, saat ini likuiditas masih cukup," tekannya. Cara lain, misalnya dengan kebijakan menaikkan bunga acuan. Hal ini dilakukan agar pasar keuangan Indonesia kian menarik dan berdaya saing, sehingga investor dari negara lain tetap tertarik untuk masuk ke Tanah Air. Dengan begitu, akan ada aliran modal asing ke dalam negeri dan menambah pasokan dolar AS. Di sisi lain, Mirza meminta masyarakat tidak khawatir melihat nilai tukar rupiah saat ini yang sudah berada di kisran Rp15 ribu per dolar AS. Hal ini karena rupiah terlihat lemah hanya karena nominal, tapi tingkat depresiasinya tidak sebesar itu. Selain itu, pelemahan mata uang juga dialami oleh negara-negara luar, misalnya India, Filipina, Meksiko, Brasil, hingga Afrika Selatan. "Bahkan negara-negara maju yang suku bunganya lebih rendah dari AS juga mengalami pelemahan kurs, Australia juga," pungkasnya. Di pasar spot, rupiah dibanderol di angka Rp15.188 per dolar AS. Sementara kurs referensi BI, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor BI), menempatkan rupiah di Rp15.133 per dolar AS. Seperti diketahui, Dolar Amerika Serikat (AS) semakin perkasa terhadap rupiah. Hari ini, penguatan dolar tak terbendung dan hampir mencapai level Rp 15.199. Analis Monex Investindo Dini Nurhadi Yasyi memperkirakan pelemahan rupiah akan berlanjut pada hari ini karena masih ada sentimen negatif dari eksternal. "Sentimen eksternal masih jadi penggerak rupiah. Kecenderungan rupiah masih bergerak sideways," ujar Dini seperti dikutip CNNIndonesia.com, Kamis (4/10). Sentimen terakhir, katanya, diberikan dari bank sentral AS, The Federal Reserve yang akan melanjutkan normalisasi kebijakan moneter pada tahun-tahun mendatang. The Fed akan kembali mengerek tingkat bunga acuan pada 2019 sebanyak tiga kali dan satu kali pada 2020. Analis CSA Research Institute Reza Priyambada memperkirakan rupiah masih akan melemah pada hari ini, namun tekanannya diproyeksi tak setinggi beberapa hari sebelumnya. Hal ini karena euro Eropa sempat menguat dari dolar AS, sehingga diharapkan bisa memberi sentimen positif pada rupiah. "Di sisi lain, masih ada berita positif, terutama dari pemerintah terkait upaya menstabilkan nilai tukar rupiah. Ini diharapkan bisa membantu rupiah bertahan di pelemahannya," pungkasnya. Sementara itu Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengaku tak terlalu khawatir mengenai hal tersebut. Dia meyakini penguatan dolar AS hanya bersifat sementara. "Nggak apa-apa, kami lihat sifatnya pasti sementara," kata dia di Kantor Pusat OJK Jakarta, Kamis (4/10). Menurutnya, industri keuangan masih sehat. Di perbankan, kata dia, pertumbuhan kredit bisa mencapai 12,12% hingga Agustus. "Perbankan tidak ada masalah, likuiditas masih OK. Pertumbuhan kredit di luar dugaan sekarang 12,12%," ujarnya. Dia menuturkan, tekanan nilai tukar tidak dialami hanya pada Indonesia. Tekanan ini juga terjadi pada mata uang negara lain. Dia meyakini, Bank Indonesia (BI) telah melakukan berbagai upaya untuk menstabilkan nilai tukar. Begitu juga dengan pemerintah yang terus-menerus melakukan perbaikan pada fundamental ekonomi. Salah satunya dengan kebijakan B20 untuk mengurangi impor.(cnn/dtc)
Sumber: