BPK Temukan 15.773 Permasalahan Senilai Rp11,55 Triliun
Jakarta--Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya indikasi kekurangan penerimaan negara sebesar Rp6,69 triliun. Kehilanganpenerimaan negara dipicu adanya 1.102 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dari pemerintah pusat, daerah, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta badan lainnya. Temuan tersebut terungkap dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK semester I 2018 yang laporannya telah diserahkan kepada DPR RI pada hari ini, Selasa (2/10). BPK mengungkapkan terdapat 9.808 temuan yang memuat 15.773 permasalahan. Selain kekurangan penerimaan negara, lembaga auditor itu juga menemukan kerugian negara hingga Rp2,34 triliun dari 3.557 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan undang-undang. BPK juga mencatat potensi kerugian negara senilai Rp1,02 triliun dari 513 permasalahan yang sama. Dengan demikian, ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan dari pemerintah pusat, daerah dan BUMN menimbulkan konsekuensi finansial bagi negara sebesar Rp10,06 triliun. Total permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan undang-undang sebanyak 8.030 atau 51 persen dari permasalahan yang dikantongi BPK. Adapun pada saat pemeriksaan, entitas yang diperiksa telah menindaklanjuti dengan menyerahkan aset atau menyetor ke kas negara, daerah, dan perusahaan senilai Rp676,15 miliar atau 7 persen BPK juga mencatat terdapat 7.539 atau 48 persen permasalahan kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) pada pemerintah pusat, daerah, dan BUMN serta badan usaha lainnya. Selain itu, BPK juga melihat adanya 204 atau 1 persen permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan. Pemasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan menimbulkan konsekuensi senilai Rp1,49 triliun, tetapi tidak berdampak kepada negara. Secara umum hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan memuat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap 512 atau 79 persen dari 652 laporan keuangan. Sedangkan, hasil pemeriksaan atas kinerja secara umum memuat kesimpulan belum sepenuhnya efektif pada 5 atau 42 persen dari 12 objek. BPK juga menggarisbawahi adanya pelaksanaan kegiatan belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pada 24 atau 67 persen dari 36 objek pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Permasalahan Dalam kesempatan itu, BPK juga mengungkapkan terdapat 15.773 permasalahan senilai Rp11,55 triliun dalam pemeriksaan selama semester I tahun 2018. Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara menyatakan, permasalahan tersebut meliputi kelemahan sistem pengendalian intern (SPI), ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan senilai Rp10,06 triliun, serta pamasalahan ketidakhematan ketidakefisienan, dan ketidakefektifan senilai Rp1,49 triliun. Permasalahan ketidakpatuhan mengakibatkan kerugian senilai Rp2,34 triliun, potensi kerugian senilai Rp1,03 triliun, serta kekurangan penerimaan senilai Rp6,69 triliun. "Terhadap masalah ketidakpatuhan tersebut pada saat pemeriksaan, entitas yang diperiksa telah menindaklanjuti dengan menyerahkan aset atau menyetor ke kas negara/daerah/perusahaan Rp676,15 miliar," sebutnya di Gedung DPR RI, Jakarta, kemarin. Permasalahan ketidakpatuhan itu antara lain penambahan pagu anggaran Subsidi Listrik Tahun 2017 sebesar Rp5,22 triliun tidak sesuai dengan UU APBN-P dan tidak berdasarkan penimbangan yang memadai. Kemudian kekurangan volume pekerjaan pada 63 Kementerian Lembaga (KL) senilai Rp149,48 miliar, serta di 475 pemda senilai Rp547,96 miliar. Aset yang dikuasai pihak lain pada 12 KL senilai Rp233,84 miliar, serta pada 64 pemda senilai Rp39.39 miliar. Serta denda keterlambatan pekerjaan yang belum dipungut/diterima senilai Rp128,38 miliar pada 45 KL dan senilai Rp217,95 miliar pada 305 pemda. Pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK pada semester 1 tahun 2018 adalah atas 1 Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), 86 LKKL, 1 LK Bendahara Umum Negara, 18 LK Pinjaman dann Hibah Luar Negeri, 542 LK Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2017, serta 4 LK Badan Lainnya yaitu LK Tahunan Bl, LK OJK, LK LPS, dan LK Penutup Penyelenggaraan Ibadah Haji per 31 Desember 2017. Sedangkan Laporan Keuangan BPK Tahun 2017 diperiksa oleh Kantor Akuntan Publik. LKKL Tahun 2017 yang memperoleh opini WTP sejumlah 80 LKKL, mengalami peningkatan 7 poin persen dibanding Tahun 2016, yaitu menjadi 91%. Masih terdapat 6 LKKL yang mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dan 2 LKKL beropini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP). Sedangkan pada LKPD, terdapat peningkatan 6 poin persen dibandingkan pada Tahun 2016, yaitu mencapai 76% atau sejumlah 411 dari 542 LKPD Tahun 2017 yang mendapat opini WTP.(cnn/Rep)
Sumber: