1.203 Warga Balaroa Terkubur, Gempa Palu Belum Perlu Ditetapkan Sebagai Bencana Nasional

1.203 Warga Balaroa Terkubur, Gempa Palu Belum Perlu Ditetapkan Sebagai Bencana Nasional

PALU-- Perumnas Balaroa yang terletak di Kota Palu menjadi salah satu wilayah terdampak gempa 7,7 Skala Richter dan tsunami paling parah. Hal itu dikarenakan lokasi ini dilalui sesar Palu Koro, patahan pemicu gempa dahsyat di Sulawesi Tengah (Sulteng). Wilayah ini rata dengan tanah, bahkan terendam lumpur hitam. Saat gempa terjadi, tanah Perumnas Balaroa amblas sedalam lima meter. Namun, ada juga yang permukaan tanahnya naik setinggi rumah. Hal ini mengakibatkan 744 rumah tertimbun. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho memperkirakan lebih dari 1.200 orang tertimbun reruntuhan di lokasi ini. Namun, data ini masih sebatas perkiraan dan belum menjadi rilis resmi BNPB. "Di beberapa media menyebutkan jumlah korban 1.203. Tetapi itu bukan resmi yang keluar dari posko tanggap darurat. Itu adalah data perkiraan," ujar Sutopo di Graha BNPB, Jalan Pramuka Raya, Jakarta Timur, Senin (1/10). Sutopo menuturkan, sejauh ini Perumnas Balaroa terbilang masih terisolasi. Sebab akses menuju lokasi tersebut sangat sulit. Bahkan pengiriman alat berat untuk evakuasi juga masih terkendala. Oleh karena itu, proses evakuasi di lokasi tersebut sejauh ini masih dilakukan secara manual, tanpa alat berat. "Proses evakuasinya memang sulit kondisinya. Alat berat dikerahkan di sini juga kesulitan. Akses menuju ke sini juga mengalami kesulitan. Kami tidak tahu korban masyarakat yang tertimbun berada di mana," sambungnya. Meski demikian, Sutopo memastikan tim SAR gabungan tetap melakukan evakuasi di wilayah Perumnas Balaroa. Mereka akan memastikan seluruh korban yang tertimpa reruntuhan bisa dievakuasi. Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut B. Pandjaitan mengatakan, bahwa bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah, belum saatnya untuk ditetapkan sebagai bencana nasional. Saat ini, pemerintah tengah fokus dalam pemulihan. “Saya kira tidak perlu (penetapan bencana nasional), karena penanganan yang kita lakukan sekarang sudah lebih dari penetapan bencana nasional,” kata Luhut di kantornya, Jakarta, Senin (1/10). Selain itu, dia menilai penanganan saat ini terus dilakukan secara cepat. Penanganan pasca bencana oleh pemerintah, menurut Menko Luhut dinilai sudah sangat cepat dan terpadu. Pemerintah juga tidak menutup kemungkinan menerima bantuan dari internasional. Selain itu, mantan Menko Polhukam tersebut menegaskan jika bencana di Palu dan Lombok tidak akan mempengaruhi pelaksanaan annual meeting International Monetary Fund – World Bank (AM IMF-WB) pada Oktober mendatang. Menurutnya, respon pihak IMF-WB selaku penyelenggara sangat baik, dan mereka masih sangat mempercayai kesiapan Indonesia sebagai tuan rumah. Ia menjelaskan, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), pun sudah mendapatkan arahan dari pemerintah untuk memperbaharui peralatan seperti radar cuaca, system peringatan dini (early warning system) dan peralatan pendukung lain demi kelancaran pelaksanaan AM IMF-WB di Bali. Kendati demikian sejumlah anggota DPR akan mendorong gempa di Sulteng menjadi bencana nasional. Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid mendorong agar gempa bumi di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Sulawesi Tengah (Sulteng) dijadikan sebagai bencana nasional. “Saya kira sekarang dua-duanya. Harus dua-duanya bencana nasional,” kata Sodik di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (1/10). Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu mengatakan sejak terjadi gempa di Lombok, pihaknya sudah mendorong agar ditetapkan sebagai bencana nasional. Namun, kata dia, saat itu ada argumentasi lemah yang menghalangi penetapan sebagai bencana nasional. Yakni, kekhawatiran akan berpengaruh kepada pariwisata di Lombok. “Saya katakan, Bali waktu ada bom itu pulih kok wisatanya dalam waktu singkat. Jd tidak masuk akal ketika keraguan menetapkan bencana nasional akibat kekhawatiran turis,” ungkap Sodik. Dia mengingatkan Presiden Joko Widodo juga jangan sampai terlambat untuk mengeluarkan instruksi presiden (inpres) untuk penanganan gempa dan tsunami di Sulteng. Sodik mengatakan jangan sampai terlambat seperti di Lombok. “Nah, jangan mengulangi keterlambatan. Jadi, intinya harus cepat dan tanggap, bencana semakin unpredictable,” jelasnya. (boy/JPC/jpnn)

Sumber: