Nobar Pemutaran Film Tak Wajib, Tapi Rakyat Harus Tahu Sejarah G30S/PKI
Kemarin, rakyat Indonesia kembali diingatkan tentang peristiwa hitam, Gerakan 30 September alias G30S/PKI. Acara nonton bareng (nobar) pemutaran film G30S/PKI pun digelar kembali di sejumlah daerah. Tidak terkecuali di Kota Tangsel. Acara nobar film G30S/PKI itu digelar Badan Musyawarah (Bamus) Tangsel di Sekretariat DPP Jalan Haji Jamat, Buaran, Serpong, tadi malam. Ketua Bamus Kota Tangsel Julham Firdaus mengatakan tujuan digelar nobar film ini untuk mengingatkan kepada generasi muda dan seluruh masyarakat Indonesia bahwa negara Indonesia pernah dikhianati oleh kelompok komunis. “Jadi tidak boleh ini dibiarkan tidak diperlihatkan atau ini tidak boleh didiamkan,” paparnya. Ia berharap, dengan menonton film besutan sutradara Arifin C. Noer itu, bisa meningkatkan rasa nasionalisme warga Kota Tangsel. “Karena sangat penting untuk jiwa nasionalis terjaga sangat penting untuk jiwa persaudaraan persatuan dan kebersamaan selalu terjalin,” harapnya. Sementara Ketua Komisi I DPR Andul Kharis menilai penting sekali TNI dan rakyat Indonesia untuk menonton film tersebut. Dengan tujuan utama adalah untuk mengenal perjalanan sejarah bangsa ini. Menurutnya, rakyat dan TNI tidak boleh lengah terhadap gerakan ini, meski sebagian pihak menyatakan bahwa ajaran komunisme sudah tidak laku di negeri ini. “Saya kira waspada itu perlu. Karena sejarah membuktikan bahwa kita tidak boleh lengah atas gerakan PKI ini,” terangnya. Lalu, apakah TNI perlu diwajibkan nonton film G30S/PKI seperti saat kepemimpinan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo? Kharis pun menjawab hal itu tidak diperlukan. “Saya sebut penting untuk ditonton TNI. Tapi tidak perlu diwajibkan,” ucap politisi PKS ini. Sementara Wakil Ketua Komisi I DPR RI Hanafi Rais menilai, nobar film G30S/PKI sangat baik untuk kembali ditonton oleh seluruh rakyat Indonesia. “Pemutaran film sejarah ya baik-baik saja lah. Bagus lagi nobarnya diselingi juga dengan diskusi tentang gerakan PKI tersebut,” ucapnya. Bahkan, bagi rakyat yang mengaku Pancasilais, kata Hanafi, film tersebut sangat bagus untuk meningkatkan rasa nasionalisme. "Mereka yang mengaku Pancasilais pasti gandrung dengan pemutaran film tersebut,” ucapnya. Lebih lanjut, Wakil Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) ini menegaskan, jika rakyat dilarang, malah makin membuat penasaran. “Jadi tak perlu ada yang ditakuti. Makin dilarang malah makin dicari,” imbuhnya. Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengaku turut memfasilitasi nonton bareng film G30S PKI di Bogor. Bahkan, nobar tersebut sudah disiapkan jauh hari. “Ada di beberapa posko saya di Bogor, untuk nobar G30S/PKI, Cibinong, dan acara nobar ini sudah dipersiapkan jauh-jauh hari,” kata Fadli di gedung DPR, Jakarta. Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra ini menjelaskan, nobar bisa mengingatkan kembali masyarakat tentang bahaya dan ancaman komunis. Komunis pernah melakukan pemberontakan di Indonesia. “Anjuran yang baik tentang nobar G30S/PKI harus diikuti seperti yang disampaikan Pak Gatot Nurmantyo. Anjuran yang tidak baik, tak perlu kita ikuti,” terangnya. Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin menilai, pemutaran film G30S/PKI merupakan hal yang penting. Sebab kata Din, hal tersebut bisa menjadi pembelajaran generasi saat ini mengenai paham komunisme yang sempat muncul di Indonesia. “Film G30S/PKI itu sangat penting ditonton untuk generasi muda yang tidak mengalami, tapi berjarak jauh dari peristiwa kita kemudian mereka tidak kehilangan," ujar Din. Bahkan ia menyarankan agar film G30S/PKI disiarkan di tempat umum seperti mal-mal. "Sangat bagus sekali kalau ditayangkan baik di televisi, di tempat umum bahkan bila perlu di mal-mal," katanya. Ia pun meminta, pemutaran film G30S/PKI tidak dikaitkan dengan hal politik apalagi saat ini sudah masuk tahapan Pemilu 2019. Menurutnya, jangan sampai pemutaran film tersebut dihindarkan hanya karena memasuki tahun politik. “Tidak usah dikaitkan dengan kampanye. Jangan karena alasan itu kita menghindar dari penayangannya. Itu kan riil adanya. Jangan sampai kita takut terhadap hal yang penting dihindarkan,” ucap Din. Peristiwa sejarah yang mewaskan 7 perwira tinggi TNI yang kemudian bergelar pahlawan revolusi ini pun ditandai dengan pemutaran film pembantaian G30S/PKI di era Soeharto. Meski sempat dihentikan sejak reformasi 1998, namun tiga tahun terakhir ketika isu kebangkitan PKI tiba-tiba muncul, film ini pun kembali didorong untuk ditonton. Bahkan di tahun 2017, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mewajibkan diseluruh kesatuan militer untuk menggelar nobar. Kini, Gatot Nurmantyo yang saat ini sudah pensiun meminta pimpinan TNI, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto untuk kembali menyerukan hal yang sama. Gatot meminta KSAD tidak takut untuk perintahkan anak buahnya nobar film G30S/PKI. Kata Gatot, paling-paling jika dilarang pimpinan konsekuensinya dicopot dari jabatannya. Di luar itu, Gatot mengingatkan bahwa prajurit TNI AD adalah prajurit pemberani dan super nekat, tak pantas dipimpin oleh pemimpin penakut. Film ini sendiri menceritakan kekejaman PKI saat membunuh para jenderal Angkatan Darat. Dikisahkan bahwa PKI berusaha melakukan kudeta terhadap pemerintahan Presiden Soekarno dengan membantai lawan-lawan politiknya, khususnya yang mereka tuduh sebagai Dewan Jenderal. Sementara, Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto akhirnya menjawab tantangan Gatot Nurmantyo soal nonton bersama film G30S PKI. Berbeda dengan Gatot, Hadi mengatakan tidak mewajibkan menonton bersama film tersebut. “Menonton bersama itu hak seluruh warga negara, bukan hanya hari ini, hari esok atau sekarang, silahkan semuanya bisa nonton,” ujar Hadi kepada wartawan. Hadi menjelaskan, jika film tersebut merupakan bagian sejarah yang tidak bisa dilupakan. “Ideologi komunis harus benar-benar kita tolak untuk tidak bisa masuk ke negeri Pancasila ini, sehingga generasi muda harus benar-benar tahu," ucapnya singkat. Di tempat berbeda, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lili Romli menyatakan kalau niat nobar film G30S/PKI itu baik untuk mengingatkan akan kekejaman komunis di negeri ini. Namun dirinya tak menampik jika acara nobar film tersebut dikaitkan dengan persoalan politok mengingat pemilu 2019 sudah di depan mata. “Dalam rangka mobilisasi massa dan ada tujuan-tujuan politik tertentu terkait dengan pilpres tentu ada pengaruh, meski perlu kajian lebih jauh,” ucapnya. Tetapi, ia meyakini rakyat sudah pintar bagaimana memilah persoalan politik dengan persoalan murni untuk pendidikan sejarah. “Saya lihat masyarakat sudah cerdas dan dewasa, jadi mungkin akan biasa-biasa saja tidak akan terpengaruh dan terprovokasi,” tutupnya. (jpg/bha)
Sumber: