Honorer Pemprov Ramai-Ramai ke KPK
SERANG – Saran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memangkas jumlah honorer di Provinsi Banten menuai reaksi. Pegawai berstatus tenaga kerja sukarela (TKS) yang tergabung dalam Forum Pegawai Non-PNS Banten (FPNPB) Non-Kategori, berencana mendatangi KPK, hari ini (27/9). Kedatangan mereka ingin meminta penjelasan lembaga antirasuah itu terkait rekomendasi pemangkasan 4.500 honorer di lingkup Pemprov Banten. Ketua FPNPB Non Kategori Rangga Husada memastikan rencana tersebut benar-benar dilaksanakan. “Intinya sih pemberitaan kemarin, termasuk dari Banten Raya (grup Tangerang Ekspres) benar atau nggak? Intinya mau kroscek, ke sumbernya. Sumber pemberitaannya, intinya benar nggak (ada rekomendasi pemangkasan honorer),” kata Rangga saat dihubungi via telepon, Rabu (26/9). Rangga menjelaskan, kabar tentang rekomendasi pemangkasan honorer sudah terdengar sejak tahun lalu. Akan tetapi permasalahan tersebut telah terselesaikan saat FPNPB menggelar audiensi dengan Sekda Banten saat itu Ranta Soeharta. “Beraudiensi satu tahun yang lalu ya, setahun yang lalu memang ada arahan dari KPK. Cuma yang sekarang, yang 2018 itu audiensi sama Pak Ranta sudah klir. Cuma nggak tahu beritanya jadi heboh,” jelasnya. Pun demikian saat pihaknya berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lembaga pemeriksa itu diakuinya tak mempermasalahkan keberadaan para honorer, khususnya yang non kategori. “(Rekomendasi pemangkasan honorer) itu kan baru versi Pak Gubernur dan tahun lalu pun seperti itu yang selalu didengungkan. Ke BPK juga saya sudah konfirmasi, tidak ada masalah,” ujarnya. Rangga mengatakan, FPNPB merasa dirugikan dengan adanya kabar pemangkasan honorer. Sebab, menimbulkan kesan pemprov membenarkan tindakannya untuk melakukan diskriminasi terhadap honorer non kategori. “Sebenarnya K1 dan K2 sudah banyak perhatiannya termasuk masalah penggajian mereka sudah setara UMK. Kita masih di bawah. Digaji Rp 700.000, paling tinggi Rp 1,2 juta. Kami juga nggak tinggal diam karena ini bukan nasib satu dua orang yang saya bawa. Ada beberapa ribu orang yang gelisah terhadap pemberitaan tersebut,” katanya. Disinggung soal pernyataan Gubernur Banten Wahidin Halim yang akan tetap memperjuangkan honorer meski ada rekomendasi pemangkasan dari KPK, Rangga menyatakan bahwa hal itu memang sepatutnya dilakukan. “Kalau misalnya memperjuangkan sebenarnya mah itu memang tugasnya sebagai seorang gubernur. Tuntutan kita nggak banyak, cuma minta upah yang layak saja,” imbuhnya. Seperti diberitakan sebelumnya, belum lama ini KPK memerintahkan untuk melakukan pemangkasan pegawai non ASN atau honorer di lingkungan Pemprov Banten. Pemangkasan yang direkomendasikan pun cukup besar, lebih dari setengahnya. “Berdasarkan catatan KPK, bahwa memang terdapat 6.000 pegawai kita yang non ASN dan KPK memerintahkan kepada kita untuk melakukan pemangkasan. Hanya membolehkan 1.500 orang,” kata Gubernur Banten Wahidin Halim (WH), akhir pekan kemarin. Menurut WH, dari 6.000 honorer tersebut secara tegas dikatakan tidak boleh diangkat menjadi pegawai non ASN. Bahkan Pemprov Banten dilarang memberikan honor yang bersumber dari APBD. “Dilarang, kita tidak boleh memberikan honor, tidak boleh dari dana APBD. Mereka tidak boleh diangkat sebagai pegawai honorer kecuali yang 1.500. Tapi (honorer) kita juga bukan berkurang tapi malah bertambah. Di setiap unit kerja, enggak tahu masuknya gimana tapi berdasarkan verifikasi kita di setiap unit kerja bertambah,” jelasnya. Dari hasil diskusinya dengan pimpinan KPK, perintah pemangkasan diberikan sebagai bentuk reformasi birokrasi. “Saya langsung berbicara dengan pimpinan KPK, KPK ini bilang dalam rangka reformasi birokrasi dan harus juga dihitung tentang beban kerja yang bersangkutan, apakah memang mereka diperlukan sebagai pegawai di masing-masing unit kerja. Apakah mereka efektif, ada yang staf supir semua dimasukkan ke non ASN,” ujarnya. (tb)
Sumber: