Nunggak Iuran BPJS, DAU Daerah Dipangkas

Nunggak Iuran BPJS, DAU Daerah Dipangkas

JAKARTA - Keputusan pemerintah lewat Kementerian Keuangan yang akan memotong Dana Alokasi Umum (DAU) di beberapa daerah karena menunggak iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menuai protes. Pasalnya, langkah pemerintah ini dianggap keliru oleh DPR akibat dari kegagalan sistem. Wakil Ketua DPR-RI Fadli Zon mengatakan, sikap pemerintah saat ini menggambarkan kegagalan mereka dalam menjalankan sistim yang dibuat sendiri. Hal itu terlihat dengan kebijakan penggunaan BPJS kepada masyarakat yang pada akhirnya berujung pada kerugian hingga triliunan rupiah. Fadli menyarankan agar dilakukan evaluasi ulang terhadap kebijakan pemerintah terkait BPJS. “Itu kan kemudian ekses dari kegagalan sistem. Jadi ekses ini pasti akan terus berlanjut dan saya kira untuk solusinya kita harus ada perbaikan dari hulunya. Itu kan hilir, tidak mampu dan pada akhirnya dibald-out, kerugiannya sampai triliunan dan sebagainya,” kata Fadli Zon kepada Fajar Indonesia Network (FIN) di Gedung Nusantara III DPR-RI, Senin (24/9). Dikatakan Fadli, kebijakan seperti ini akan terus terulang bila tak ada perubahan dari sistem seperti ini. Karena BPJS ini merupakan program jangka pendek, yang mana sebelumnya masyarakat menggunakan Jamkesmas di pemerintahan sebelumnya. “Ini saya kira tentu untuk jangka pendek harus ada solusi. Salah satu itu diambil. Tetapi ini akan berulang kalau sistem dan caranya seperti begini,” paparnya. Menurut politisi Partai Gerindra ini, sistem BPJS telah gagal dan harus dievaluasi ulang dengan dilakukan pengkajian lebih dalam. Karena, ini berbeda jauh dengan penggunaan Jamkesmas di Pemerintahan sebelumnya. Menurutnya,penggunaan Jamkesmas sangat efisien dan tidak menyusahkan seperti saat ini. “Saya kira BPJS ini satu evaluasi yang lebih mendasar. Kenapa sistem BPJS ini kok boleh dibilang agak gagal. Tetapi tentu kita melakukan kajian. Dulu pada era Jamkesmas itu relatif lebih baik. Paling tidak di Bogor yang saya rasakan dan lihat sendiri, masyarakat jauh lebih puas pada waktu rezim Jamkesmas. Mereka hanya tinggal menunjukan KTP mereka itu langsung mendapatkan pelayanan," beber Fadli Zon. Sementara itu, penggunaan BPJS memaksakan masyarakat untuk harus membayar, dan itu sangat mengancam masyarakat. Terlebih, sistem BPJS ini bisa membuat masyarakat berutang untuk membayar iuran BPJS. “Sekarang mereka membayar BPJS dan kemudian ada kewajiban-kewajiban yang melekat. Sehingga masyarakat bisa berutang. Kemudian pelayanan belum tentu baik, ditambah dengan dokternya pun tidak happy dengan BPJS. Jadi saya kira sistem BPJS ini sudah waktunya dilakukan evaluasi, karena ternyata tidak jalan,” pungkasnya. Pemerintah telah merevisi Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional agar akomodatif atas penggunaan sebagian dana hasil cukai rokok untuk BPJS Kesehatan. Selain itu, Kementerian Keuangan juga memotong Dana Alokasi Umum (DAU) bagi Pemerintah Daerah (Pemda) yang menunggak iuran BPJS Kesehatan. Mekanisme pemotongan dilakukan setelah ada permintaan dari BPJS Kesehatan dengan dilampiri berita acara rekonsiliasi, yang ditandatangani kepala daerah serta BPJS setempat. Tak hanya itu, pengajuan pemotongan DAU itu pun harus dilengkapi dengan bukti penagihan dari BPJS Kesehatan. “Jadi begini, data kan ada di kami, lalu melapor, kemudian Kemenkeu menidaklanjuti itu. Kan sebelumnya kami juga membikin berita acaranya dulu ke pemdanya. Mereka harus menandatangan dan mengetahui bahwa ada tunggakan, kalau tidak Kemenkeu tidak bisa memproses. Itu ada di PMK 183 Tahun 2017,” kata Kepala Humas BPJS Kesehatan, M, Iqbal Anas Ma’ruf saat dihubungi FIN, Jumat (21/9). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 183 Tahun 2017. Pemda memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kesehatan. Jika menunggak lebih dari satu tahun, maka Kemenkeu berhak melakukan evaluasi DAU tersebut. DAU sendiri merupakan dana yang ditransfer pemerintah pusat dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dalam rangka desentralisasi. Disinggung mengenai tunggakan daerah, meski dengan tak menyebutkan data-data yang faktual, Iqbal mengungkapkan tunggakan terbesar berasal dari Pemda Sumatera Utara. Namun, menurutnya Pemda Sumut sangat kooperatif dalam menyelesaikan persolan tersebut. “Untuk tunggakan terbesar itu Sumatera Utara. Yang saya ketahui sudah ditindak lanjuti oleh teman-teman BPJS Kesehatan. Nah mereka kan sudah berkomitmen membuat berita acara, dia bersedia mengembalikan dan bersedia mengembalikan DAU nya,” ujarnya. Permasalahan pokok tunggakan BPJS Kesehatan sejatinya adalah besaran klaim yang dibayarkan perusahaan selalu lebih besar ketimbang iuran yang diterima dari pesertanya. Data resmi melansir jumlah peserta BPJS Kesehatan tembus 204,4 juta jiwa hingga pertengahan September ini. Separuh dari jumlah itu atau sekitar 118 juta merupakan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) atau masyarakat miskin. “Sudah barang pasti, iuran yang dibayarkan pun relatif murah meriah. Cuma Rp 25.500 per bulan. Itu pun, bukan masyarakat miskin yang harus merogoh kocek mereka sendiri, melainkan pemerintah melalui APBN atau APBD,” kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris. (Ds/FIN)

Sumber: