Ribuan Honorer Terancam Dipecat

Ribuan Honorer Terancam Dipecat

SERANG – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) memangkas jumlah pegawai honorer di lingkup Pemprov Banten. KPK meminta jumlah pegawai honorer dikurangi dari 6.000 menjadi 1.500 orang saja. Artinya, ada 4.500 pegawai honorer yang harus dipecat. Permintaan itu disampaikan sebagai bentuk reformasi birokrasi dan berdasarkan aturan yang ada. Sebab, pegawai honorer tak boleh digaji dari APBD. “Berdasarkan catatan KPK, bahwa memang terdapat 6.000 pegawai kita yang non ASN (PNS) dan KPK memerintahkan kepada kita untuk melakukan pemangkasan. Hanya membolehkan 1.500 orang,” kata WH, akhir pekan kemarin. Dijelaskan WH, dari 6.000 honorer tersebut tidak boleh diangkat menjadi pegawai non ASN alias honorer. Bahkan Pemprov Banten dilarang memberikan honor yang bersumber dari APBD. “Dilarang, kita tidak boleh memberikan honor, tidak boleh dari dana APBD. Mereka tidak boleh diangkat sebagai pegawai honorer kecuali yang 1.500 itu. Tapi (honorer) kita juga bukan berkurang tapi malah bertambah. Di setiap unit kerja, enggak tahu masuknya gimana tapi berdasarkan verifikasi kita di setiap unit kerja bertambah,” jelasnya. Dari hasil diskusinya dengan pimpinan KPK, perintah pemangkasan diberikan sebagai bentuk reformasi birokrasi. “Saya langsung berbicara dengan pimpinan KPK. KPK ini bilang dalam rangka reformasi birokrasi dan harus juga dihitung tentang beban kerja yang bersangkutan, apakah memang mereka diperlukan sebagai pegawai di masing-masing unit kerja. Apakah mereka efektif, ada yang staf sopir semua dimasukan ke non ASN,” ujarnya. Meski begitu, lanjut WH, permasalahannya adalah tuntutan dari pegawai honorer kategori 2 (K-2) untuk diangkat menjadi ASN. Akan tetapi beban anggaran pemerintah pusat sangat tidak mungkin untuk menggaji mereka. “Guru-guru (SMA sederajat) karena (pelimpahan) kewenangan dari daerah. Beban terhadap tata usaha cukup besar yang melibatkan (pemerintah) Provinsi Banten dan harus diperhatikan. Karena mereka memang diperlukan di masing-masing unit sekolah,” katanya. Menurut WH, terkait permintaan dari KPK tersebut pemprov belum mengambil sikap. Pemprov masih tetap ingin memperjuangkan pegawai honorer. WH juga meminta agar DPRD Provinsi Banten turut memikirkan para honorer. Perlu ikut turunnya DPRD menurut WH dikarenakan persoalan honorer tidak hanya terkait anggaran saja melainkan juga soal politik dan sosial. Ada sisi kemanusiaan tapi terbentur dengan aturan yang ada. “Kami belum mengambil tindakan apapun hanya terus masih memperjuangkan mereka. Jalan keluarnya mau tidak mau mengajukan ke pemerintah pusat agar mereka diterima atau diberikan kesempatan digaji dengan dana APBD. Ini problem, ini persoalan. Saat dari sisi anggaran kita mampu tapi dari sisi aturan, tidak boleh,” ujarnya. Ketua Forum Honorer K2 Provinsi Banten Karno mengaku, pegawai honorer begitu sulit untuk diangkat menjadi CPNS. Padahal dari sisi loyalitas, dengan penghasilan minim para honorer mampu mengabdi hingga belasan tahun. “Padahal kita mengabdi minimal lebih dari 15 tahun,” akunya. Sementara itu, berdasarkan informasi yang dihimpun, 361 honorer yang tergabung dalam Forum Honorer K-1 Provinsi Banten berencana menggelar aksi di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), Senin (24/9). Mereka menuntut agar diangkat menjadi ASN tanpa tes. (tb/ang)

Sumber: